ㅡ 4. Sakit yang Sulit Terobati

7.8K 1.2K 256
                                    

Jeno's POV.

Untuk pertama kali aku merasa menjadi dokter yang gagal. Tahun-tahun yang ku habiskan untuk menjadi seorang dokter terasa sia-sia. Hanya karena melihat seorang pemuda menutupi luka lebam pada tubuhnyaㅡyang bahkan tidak dapat ku obati.

Hatiku hancur, seberapa banyak hal yang kau simpan selama ini?

Aku mengambil selimut bersih untuk membalut tubuh Nana yang masih menggigil. Tak lupa ku beri minuman teh jahe untuk menghangatkan tubuhnya agar tidak flu.

Kami masih saling terdiam. Tidak ada yang bisa ku lakukan untuknya.

“Kenapa kau baru menepati janjimu sekarang?” akhirnya aku membuka obrolan.

Ia hanya terdiam. Tak ada tanda-tanda jawaban darinya.

Aku menghela nafas berat. Mengucapkan kalimat yang sama dengan beberapa isyarat tubuh. Ku harap dia mengerti.

Nana menatapku dengan raut sedih. Senyuman cerianya tak kunjung tampak. Ia seperti menyimpan beban sendiri dalam dirinya.

“Nana..” panggilku dengan nada lembut.

“Nana yang membersihkan dedaunan didepan sana?” tanyaku pelan-pelan sambil menunjuk halaman klinik yang bersih.

Ia mengangguk.

Tanganku terulur, mengusap surai eboninya yang halus.

“Terimakasih.”

Nana hanya membalas dengan senyuman kecil. Setidaknya lebih baik daripada ia menunjukan ekspresi sedihnya.

“Boleh aku tau apa yang membuatmu kesini?” tanyaku dengan beberapa isyrat tubuh padanya.

Nana tak menjawab, ia menunjuk ke arah luar pintu klinik. Tepatnya ke pohon maple.

“Nana suka daun. Nana mengikutinya. Nana suka dokter.” ujarnya dengan riang.

Aku tak ingin menyalah artikan kata suka yang dituturkan olehnya. Ia bahkan tidak mengerti arti yang sesungguhnya. Mungkin baginya kata itu hanya bentuk dari perasaan senang.

Apa aku terlalu egois jika memintanya tetap disini?

“Apa kau senang sekarang?”

Ia menggeleng pelan, kemudian mengangguk setelahnya.

“Kenapa?”

“Nana sedih. Nana senang bertemu dokter.”

“Apa kau mau bercerita?”

Nana menatapku dengan ragu-ragu. Kemudian menggeleng lemah.

“Aku adalah seorang dokter, aku dapat menyembuhkan rasa sedihmu.”

Nana menggumam pelan sambil menundukan kepalanya. Aku merasa ia sangat tersiksa saat ini. Dan aku ingin melakukan sesuatu untuknya.

“Dokter, kenapa m-mereka selalu menatap Nana dengan aneh?” ujar Nana sedikit tak jelas. Namun aku masih dapat menangkap maksud kalimatnya.

“Mereka melempari Nana dengan barang jelek. Nana tidak suka itu.”

Aku mengepalkan tanganku erat-erat, hingga buku jariku memutih.

“Apa Nana salah?” ia bertanya dengan raut sedih, tampak rasa sakit yang mendalam pada sorotan matanya yang begitu sayu.

Aku memeluknya dengan erat. Membiarkan kepalanya terbenam pada dadaku. “Nana tidak salah. Yang salah itu sikap jahat mereka.”

Tiba-tiba ia mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Sebuah kertas yang dilipat sangat kecil dengan tulisan didalamnya.

'Mua kah kau begteman dnganku?'

Doctor J. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang