1

95 15 0
                                    

Bogor, September 2014.

Tak ada yang menarik bagi Azhar hari ini, celetuk asal teman teman sekelasnya membuat guru yang berwajah datar,ekspresi datar,bahkan wajahnya mirip seperti bidang datar itu berulang kali menegur mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak ada yang menarik bagi Azhar hari ini, celetuk asal teman teman sekelasnya membuat guru yang berwajah datar,ekspresi datar,bahkan wajahnya mirip seperti bidang datar itu berulang kali menegur mereka. Walaupun masih terbilang muda, Pak Nizam seakan-akan memiliki hidup seperti nada bicaranya. Datar.Tak terkecuali saat ia menegur teman-teman Azhar. Ketika ia mengajarpun, banyak teman sekelas Azhar yang memutuskan untuk tidur, bercanda, atau mengobrol.


Bukan Pak Nizam atau teman sekelasya yang membuat Azhar tidak fokus di kelas. Walaupun ia duduk di bangku kelas paling depan, sebelah kanan papan tulis, suara Pak Nizam terdengar samar-samar. Begitu juga gaduhnya teman-teman Azhar di kursi belakang yang sibuk membuat forum dalam forum. Semua suara itu tersamarkan dengan permohonan seorang gadis di masa lalu yang memintanya agar tidak meninggalkannya. Nada manja dan air matanya lebih menyayat hati di benaknya dibanding ketika kejadian itu terjadi. ”Jangan zar, jangan sekarang. Aku masih sayang sama kamu. Plis jangan” seperti itu pintanya. Menggema di otaknya bagai gong yang ditabuh. Kenangan itu selalu berhasil membuat Azhar diam terpaku. Bagaimana tidak? Sosok yang ia cintai, ia sayangi harus ia lepaskan.


Memang tak ada yang mudah dari perpisahan. Justru terkadang berpisah adalah jawaban terbaik. Bukan untuk mulai membenci, tapi untuk berhenti saling melukai. Itulah salah satu alasan Azhar meninggalkan Tasya . Banyak sekali pertengkaran yang mereka alami. Hampir setiap hari, perdebatan adalah hal biasa yang dihadapi. Walau selalu rujuk kembali, hanya satu yang tidak utuh seperti semula, hati. Azhar hanya berharap, apa yang ia lakukan adalah yang terbaik. Baginya, dan Tasya. Meskipun kenangan dan rasa itu selalu datang kembali, seakan tak sudi diakhiri.


“Azhar, kamu kenapa?” Rupanya Pak Nizam sudah lama melirik Azhar yang tatapannya kosong. Melamun. Dengan raut wajah sedih.
“Ah? Nggak pak, gapapa.” Azhar pura-pura melanjutkan catatannya. Bukunya masih terisi setengah halaman sedangkan tulisan di papan tulis  mulai penuh dan akan dihapus oleh Pak Nizam.

“Daritadi bapak liat kamu melamun, trus kaya sedih gitu.Betul gapapa?” Ucap Pak Nizam kembali berbalik ke papan tulis dan menghapus beberapa poin yang sudah ia jelaskan.

”Iya pak, saya hanya kelelahan. Semalem nonton MU,tapi kalah.”

“Oh begitu. Yaudah, bapak lanjutkan ya!” Serunya kearah Azhar dan kawan-kawan sekelas sambil mulai melanjutkan menulis dengan tinta spidol yang mulai habis.

Azhar terdiam. Buku tulisnya kembali dipandang. Ia meragukan apakah ia akan mengingat apa yang baru saja ia tulis. Belakangan ini gadis itu selalu mengganggu pikirannya meskipun ia berusaha sekuat mungkin agar kenangan menyebalkan itu tidak datang kembali. Bayang wajah Tasya, tak berhenti menari di pikirannya, seakan ia betah,tak ingin beranjak pergi walau diminta tak kembali.

Analogi WartegTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang