2

54 11 2
                                    

Kantin siang ini cukup penuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kantin siang ini cukup penuh. Antrian yang panjang membuat Ara lebih memilih duduk-duduk di Area makan dekat kantin dibanding membeli jajanan. Lika yang sudah mengunyah lemper yang tadi ia beli menatapnya kebingungan.

"Kayanya ada yang bawel minta buru-buru ke kantin tadi," Ucap Lika dengan nada mengejek. Ara hanya mendiamkan.

"Dih malah bengong. Lihatin siapa sih?" Ucap Lika dengan mata menyelidik pintu masuk kantin. Matanya tertuju pada cowok dengan rambut pirang yang menghampiri mereka berdua sambil membawakan nasi uduk dan gorengan.

"Makan. Jangan ngelamun doang. Nanti mag nya kambuh lagi," Ucap Azhar sambil memberikan nasi uduk dan gorengan itu.

Ara hanya mendiamkan sambil melihat sebungkus nasi uduk dan gorengan di tangan Azhar. Lika semakin kebingungan dengan Ara yang sedari tadi diam ketika diajak bicara.

"Makan, Ra." Azhar menarik tangan kanan Ara dan menyerahkan Nasi Uduk dan gorengan di telapak tangannya dengan paksa.

"Iya nanti," Jawab Ara dengan nada datar tanpa melihat ke wajah Azhar sambil meletakkan makanan itu diatas meja.

"Yaudah gua ke kelas," Ucapnya sambil memunggungi Ara dan Lika.


"Lu kenapa sih, ra?" Lika bertanya sambil membenarkan posisi duduknya.

Pemandangan ini sangat tidak biasa. Azhar dan Ara sudah bersahabat semenjak mereka masih bertetangga di Aceh. Sekitar 13 tahun lamanya. Memang sering mereka bertengkar (Azhar menganggapnya bercanda), tapi tidak pernah Ara menjadi bersikap dingin seperti ini kepadanya.

"Semalem dia ngechat gua," Jawab Ara sambil membuka bungkus Nasi uduk. Padahal bukan itu saja yang terjadi semalam.

"Terus? Bukannya lu sering chattan?" Bungkus lemper ketiga sedang ia buka. Melihat itu, Ara menatapnya dengan ekspresi kaget. Membuat Lika malu-malu menyuap lemper ketiga itu.

Ngga heran kenapa tumbuhnya ngelebar, bukan ninggi, Batin Ara.

"Udah jarang sebenernya, tapi-semenjak dia pegat sama Tasya dia jadi suka chat lagi,"

"Terus masalahnya ada dimana,ra?" Intonasi nada lika ketika menyebut namanya sedikit meninggi.

"Gua takutnya malah kaya dimanfaatin. Ada cuma pas lagi butuh. Males banget gua,"

"Yaelah, Ra. Lu kaya ga kenal doinya aja. Dia kan posesif banget. Cemburuan lagi. Bukannya lu ngerti? Azhar pernah jelasin juga kan ke elu?" Ucap Lika setelah menyuap lempernya yang sudah habis setengah.

Ara mengangguk pelan sambil menyendok nasi uduknya. "Iya sih,"

Tak ada tanggapan tambahan dari Lika. Menasehati Ara berlebihan hanya membuat moodnya semakin tidak enak. Apalagi kalo lagi makan, bener-bener restricted.

Suasana lengang. Keduanya hikmat menikmati makan siang kali ini. Tak terasa bel masuk-pun berbunyi.
"Ke kelas yuk!" Ajak Ara sambil merapihkan sisa nasi uduknya.

Gorengannya ia sisihkan untuk bekal pulang nanti. Jaga-jaga kalau perutnya tiba-tiba lapar lagi.

"Yuk," Lika menjawab sambil menyuap semua sisa lempernya.

"Tapi lik," Ucap Ara tiba-tiba sambil beranjak dari kursi area makan dan merapihkannya.

Lika menoleh sambil mengunyah suapan terakhir yang terasa terlalu banyak untuk dimakan sekali suap.
"Ada yang beda dari dia," Ucapnya sambil berjalan ke kelasnya yang tinggal beberapa langkah lagi. Lika sibuk dengan kunyahan lempernya. Merasa kekenyangan.

"Dia jauh lebih perhatian dari sebelumnya,"lirihnya. Lika menghentikan langkahnya sambil memiringkan kepalanya kebingungan.

Ya iyalah kan dulu dia punya cewek, perhatiannya buat cewek dia lah pastii. Bukan buat lu.Makanya kerasanya lebih perhatian, padahal biasa aja, Ucap Lika dalam hati sambil memandang Ara yang bergerak masuk ke dalam kelas.


α


"Mana Lika?" Tanya Azhar sambil menepuk pundaknya dari belakang. Matanya memandang ke sekitar daerah parkiran mencari Lika yang biasanya menemani Ara ketika jam pulang sekolah.

" Apaan sih, bikin jantungan dah. Udah duluan, tadi dianter mamanya," Jawab Ara ketus.

"Yaelah emangnya lu nenek-nenek apa? Masa gitu doang jantungan," Ucapnya sambilmerangkul dan menjitak kepala Ara cukup keras.

"Zhar ih sakit tau, Asli lu nyebelin banget!" Ara meringis kesakitan. Kaki kiri Azhar ditendang tepat di tulang keringnya.

Azhar berteriak kesakitan. "Anjir! Eh gua ga nendang ya. Dibecandain doang malah marah, ntar cepet tua! Jadi nenek-nenek! gampang jantungan!" Seru Azhar dengan nada tinggi.

Ara menertawakan Azhar yang mengelus-ngelus kaki kirinya. Azhar ikut tertawa.

"Gua anter pulang, yuk!" Ajak Azhar sambil menarik tangan Ara kearah motornya.

Ara yang merasa canggung dengan ajakan Azhar melepas tangan Azhar darinya. "Ngg-Sorry Zhar. Gua pulang sendiri aja. Lagi pengen jalan kaki, sekalian olahraga."

Langkah Azhar terhenti. "Kan biar cepet gimana sih. Masa lebih cepet jalan kaki daripada naik motor?" Ucapnya.

"Lebih cepet jalan kaki, kok. Mau lomba?" Tantang Ara. Dahi Azhar mengerut mendengar tantangan Ara yang terdengar sangat konyol. Ia memijit alisnya dengan telunjuk dan ibu jarinya.

Efek pulang sekolah bikin otaknya kerja setengah doang bukan sih? Tanya Azhar dalam hati.

"Ra, lu tuh kenap-"

"Takut kalah bukan? Jadi cowok ko pengecut." Potong Ara dengan nada menantang.

Mata Azhar terbelalak, mulutnya terbuka mendengar kata yang baru saja ia dengar, pengecut. Kancing jaketnya ia buka. "AYO BURU! KALO LU KALAH, BAYAR 10 RIBU!"

"Kalo gua menang?" Tanya Ara dengan nada santai.

Azhar diam sejenak sebelum akhirnya berbicara. "Gua turutin apa mau lu."
"Oke, gua setuju," Jawab Ara sambil melipat kedua tangannya.

Azhar mengulurkan tangannya.

"Deal?"

"Deal." Ara menjabatnya dengan mantap.

α


Ara dan Azhar bersiap untuk perlombaan konyol mereka. Beberapa siswa yang mendengar percakapan mereka tadi ikut menyaksikan lomba itu. Tali sepatu yang sudah dikencangkan, mesin motor yang cukup panas menandakan kedua peserta lomba konyol itu sudah siap. Mata sinis yang saling bertatap membuat lomba ini cukup panas. Seorang siswa dengan sukarela maju ke depan kerumunan yang ada di gerbang sekolah untuk menjadi juri.

"Satu..dua..ti-"

"Ah apaan sih ni lomba gajelas banget. Gua cabut duluan, Ra. Bye!" Potong Azhar dengan nada menggerutu.

Para penonton ber-yaah ria. Ara tertawa melihat tingkah Azhar dan gerutuannya yang seperti anak kecil.

Hahahaha, aneh-aneh aja sih lagian. Gemesin juga ya kamu kalo ngam--, Bentar, gua kenapa?

Analogi WartegTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang