Chapter 9: Alpha de Barbaria

41.9K 3.3K 41
                                    



Satu jam yang lalu aku masih bingung memakai baju apa untuk pergi ke istana dan pada akhirnya aku hanya memakai gaun sederhana berleher tinggi dengan warna krem yang tidak berkilauan. Aku tidak ingin terlihat terlalu berdandan karena akan menemui Putra Mahkota.

"Silakan duduk di sini, Lady. Saya akan memberitahu Yang Mulia akan kedatangan Anda," ucap pelayan istana bertubuh ramping yang menyambutku paling ramah.

Aku pun tersenyum padanya setelah diantarkan ke sebuah ruangan yang sepertinya memang khusus untuk para tamu menunggu. Banyak sekali sofa putih besar nan mewah di sini dan aku duduk perlahan pada salah satu sofa tersebut.

Aku mulai gugup semenjak tiba di istana. Kira-kira apa yang akan dibicarakan? Pasti Putra Mahkota memanggilku berkaitan dengan kejadian semalam. Tidak lama, pintu ruangan terbuka dan aku langsung berdiri seraya menunduk.

"Maaf membuat Anda menunggu, Lady Dalcom." Suara jernih yang tidak begitu berat menghancurkan keheninganku.

Aku pun mengangkat kepala perlahan dan memulai salam hormatku pada pria berambut pirang yang dipanggil Putra Mahkota itu.

"Suatu kehormatan bagi saya telah diundang ke istana oleh Yang Mulia Putra Mahkota," ucapku sedikit gugup.

"Silakan duduk kembali."

Pria itu melirik dua pelayan yang berdiri di pintu, seperti memberi kode untuk pergi. Pelayan itu langsung meninggalkan kami berdua. Tunggu, hanya berdua? Apa yang mau dibicarakannya? Sebuah rahasia, kah? Putra Mahkota kemudian duduk di seberangku dengan santai dan tatapan ramah yang biasa dia pasang di wajahnya.

"Aku ingin berterima kasih padamu karena telah menolongku kemarin," ucapnya selang beberapa detik.

"Ah, itu ... kebetulan saja. Bagaimana dengan luka Anda, Yang Mulia?" Aku mencoba bersikap santai dengan menyungging senyum tipis.

"Hanya sedikit menggores lenganku jadi aku sudah baikan. Bagaimana bisa kau tahu hal itu akan terjadi, Lady Dalcom?" Putra Mahkota mulai melipat tangan.

"Saya ... melihatnya dari kejauhan waktu itu, seperti ada yang memperhatikan Yang Mulia," balasku seadanya.

"Kau bahkan mengejarnya. Apa semua anggota keluarga Dalcom memiliki insting sepertimu?" Kini muncul seutas senyum di wajahnya. Aku sudah lama tidak melihat senyum itu. Sejenak aku terpana dibuatnya.

"Tapi syukurlah Duke Winterson berhasil menemukanmu," lanjutnya, setelah menghela napas.

Duke Winterson? Tidak perlu menyebutkan pria itu. Merusak suasana hati saja.

"Terima kasih atas pujian Anda, Yang Mulia. Bagaimana dengan pelakunya?" Aku terpaksa mengalihkan pembicaraan.

"Sedang dalam pemeriksaan. Sepertinya mereka adalah pemberontak dari Golale. Aku sudah menghubungi petinggi Golale tentang persoalan ini." Putra Mahkota mencoba menjelaskan.

Jadi Golale masih berniat jahat pada Barbaria? Pastinya. Tentu ada pihak yang masih dendam pada Barbaria setelah perang yang sudah lama terjadi. Apakah kini mereka akan memulai api lagi?

"Sepertinya Lady Dalcom tidak hanya pandai berkuda, tapi juga tertarik dengan politik." Perkataannya tiba-tiba membuyarkan pikiranku. Aku hanya membalas dengan senyuman malu.

"Saya hanya tahu sedikit dibandingkan dengan Yang mulia," ucapku basa-basi.

"Oh, ya, aku akan mengundangmu untuk makan malam bersama keluarga kerajaan sebagai balasan dari pertolonganmu."

Makan malam kerajaan? Wah! Tidak terbayang olehku akan diundang untuk hal semacam itu oleh seorang Putra Mahkota. Dia sepertinya berhutang budi padaku. Apa ini kesempatanku?

The Duke is a VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang