Banyak yang bilang jika aku terlalu mempersulit hidup, manusia yang jenius dengan hidup terlalu kelewat serius. Aku hanya memikirkan tentang nilai,keegoisan diri serta tahta tertinggi hingga lupa jika ada hati yang telah lama menanti.
Katakan jika aku bodoh, aku memang pintar dalam akademis tapi bodoh soal perasaan. Dan akhirnya aku kini harus jatuh kepada jurang penyesalan.
Kepada sang waktu ijinkan aku berdoa agar bisa mengulang masa itu, masa dimana rasa serta raganya masih milikku.
Tapi mustahil akan terkabul, ingin aku menyalahkan waktu namun percuma sebesar apapun rasa penyesalan itu,barang sedetik pun sang waktu tak akan pernah mau memutar kemasa lalu.Kini aku hanya bisa merenung, mencerna serta menangisi beban hati yang bertahun-tahun menghimpit, menangis menjadi suatu rutinitas biasa buat ku kala terbangun di pagi hari, apalagi ketika aku harus melihat serta merta semua yang identik dengannya yang hingga kini masih tersimpan rapi dalam kamar ku.
Foto itu, Satu-satunya foto terakhir kami berdua, benda berbentuk persegi itu selalu aku pandang tiada bosan setiap malamnya.
Tawa serta senyum manisnya seakan selalau aku ingat dan tak pernah bisa aku lupakan Sulit, jika harus melupakan segala kenangan yang dulu pernah terukir apalagi sekarang aku harus rela melepaskannya agar ia bahagia bersama wanita itu. Jujur setiap mengingat nya dadaku terasa sesak luar biasa tapi aku sadar aku ini apa.Dulu semasa kami bersama, rasa itu selalau ada tapi terus terabaikan. Bukan karena tak suka, aku hanya kelewat ambisius aku terlalu tinggi tahta sampai lupa jika ada dia.
Menyesal pun percuma terlambat untuk ku mengulangi nya namun jika Tuhan masih berkehendak maka dengan lantang aku akan berkata 'YA' tapi tidak mungkin, semua itu hanya lah mimpi kelam ku yang sampai kapanpun tak akan pernah terjadi.
Sungguh teringat jelas kilas balik kisah hambar kami dulu, begitu jelas terbayang di otaku. Bagaimana segala prangai serta sikapnya yang dulu ku abaikan namun kini justru merindukan Fakta itu seolah menampar telak ulu hatiku, mengingatnya malah semakin membuatku ingin menangis tergugu.
****
"Vera..Apa yang membuat nilai kamu jadi menurun? Kamu tahukan kalau status kamu disini itu sebagai Mahasiswa jalur prestasi, kamu harus bisa mempertahankan keutuhan nilai kamu, minimal kamu bisa menetap pada nilai yang sudah di tentukan tapi kenapa dalam dua semester ini nilai kamu menurun?"
Aku menunduk dalam menerima segala cacian serta pertanyaan dari dosen bertubuh tambun di depanku, mengelak pun sama saja karena ini murni kesalahan ku."Kalau begini terus saya enggak akan jamin jika beasiswa kamu akan di cabut." Kesadaran ku tertarik paksa, aku mendongak menatap kaget pada sosok tegas di hadapanku.
Otaku berkecamuk tiba-tiba terundung rasa gelisah, "maafkan saya bu, saya janji setelah ini saya akan berusaha lebih giat lagi" Ujarku seraya kembali menunduk dalam.
"Saya tidak butuh janji kamu, tapi buktikan. Jika semester depan nilai kamu tidak ada peningkatan maka maaf dengan terpaksa pihak kampus akan mencabut beasiswa milikmu." Dengan ragu aku mengangguk, kaki ku seketika melemas begitu keluar dari dalam ruangan ber-AC namun terasa panas itu.
Sebuah sapaan tiba-tiba terdengar, wajahku sontak terangkat melihat sosok yang memanggilku. Didepanku berdiri sosok lelaki yang sudah hampir satu tahun belakangan ini mengisi relung hatiku, ia tersenyum lebar melihat ku langkahnya semakin maju kedepan.
"Kenapa?" Ia bertanya begitu sampai di hadapanku, aku menunduk dan menggeleng, terlalu malu untuk ku menceritakan apa yang telah terjadi.
"Ada apa Ver?" Tangan lebar itu terangkat mengelus puncak kepala ku, mataku seketika memanas aku mendongak melihatnya yang masih menampilkan senyum manis.Namun senyum itu sirna seketika saat mata kelamnya bertabrakan dengan netra milikku.
"Kenapa nangis?" Pertahanan ku runtuh dalam sekejap, tangisku tak dapat lagi ku bendung. Aku menunduk dalam kedua telapak tangan ku gunakan menutupi wajah. Malu.
"Nilai IPK ku menurun, aku terancam Ton. Aku harus bagaimana" Aku terus menangis sesenggukan.
"Jangan nangis" Hanya kalimat itu yang terdengar di telinga ku, aku mengangkat wajahku yang bajir air mata.
"Aku harus apa?"
"Belajar" Jawabnya pendek.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa Yang Tertinggal
Krótkie OpowiadaniaCerpen Kolaborasi Di KPNT 3072 Admin : - Restiana Febria -Nur'Hikmah -Farida Nurwidiana -Aufa Azka Mukhtar Nama Penulis >> Cerpen Monokrom 1. Anis Rahmawati @AyyanaRhee ...