BAGIAN 7

1.1K 46 0
                                    

Malam sudah begitu larut menyelimuti keadaan di sekitar Kadipaten Karang Setra. Sementara kesunyian telah melanda seluruh pelosok kadipaten itu. Di atas sana langit tampak menghitam tanpa kehadiran bintang dan bulan yang biasa menghiasi. Angin malam pun terasa dingin membuat semua orang lebih senang tinggal di dalam rumah. Hanya sesekali masih tampak para peronda yang berkeliling menjaga keamanan.
Pada saat itu tampak sebuah bayangan putih yang berkelebat cepat memutari tembok istana kadipaten. Bayangan putih itu berhenti di bawah pohon yang rindang dan besar di samping sebelah utara tembok benteng. Dilihat dari pakaian dan senjata yang dibawa, jelaslah kalau dia adalah  Pendekar Rajawah Sakti.
"Sepi, tidak seperti biasanya ..." gumam Rangga dalam hati.
Keadaan di sekitar istana kadipaten yang sepi itu membuat Pendekar Rajawali Sakti lebih waspada. Dia menduga, kalau keadaan seperti ini memang disengaja. Sejenak dia mengawasi keadaan sekitarnya, lalu....
"Hup!"
Bagai kapas tertiup angin, tubuh Pendekar Rajawali Sakti itu melenting ke udara dan hinggap dengan indah di atas tembok istana kadipaten itu.    Iampak Rangga  segera  menekuk lututnya  begitu  menyentuh dinding tembok yang dipijaknya. Kembali matanya mengamati sekitar lingkungan istana itu dengan tajam.
Kemudian Rangga kembali melentingkan tubuhnya dan turun dari atas tembok yang tebal dan tinggi itu. Dan begitu kakinya menyentuh tanah.   dia pun langsung melenting tinggi ke atas atap. Kini Rangga kernbali ingat sedikit-sedikit suasana dan keadaan lingkungan istana kadipaten ini,  hal itu memungkinkan dia bergerak leluasa dan hati-hati.
"Hm.... hanya ada dua orang penjaga di depan pintu penjara," gumam Rangga dalam hati.
Maka dengan satu gerakan yang manis, Rangga melesat ke arah dua penjaga itu. Dan sebelum mereka sempat menyadari, Rangga segera menotok jalan darahnya tanpa melukai sedikit pun. Kemudian dia buru-buru membuka pintu penjara itu, dan melangkah masuk.
Penjara itu terdiri dari sebuah lorong yang menuju dalam tanah. Kini Pendekar Rajawali Sakti itu mulai memeriksa setiap kamar tahanan yang berdinding batu tebal dan kokoh. Udara di dalam penjara ini begitu lembab, dan semua dindingnya tampak sudah berlumut tebal.
Sudah semua kamar tahanan dia periksa, tapi tidak satu pun yang berisi Retna Nawangsih. Kemudian Rangga menatap satu pintu yang letaknya     paling ujung. Dan pelahan-lahan dia mendekati pintu yang terkunci dengan rantai baja itu.
“Hsss...!'' Rangga segera mengerahkan tenaga dalamnya untuk memutuskan rantai baja itu.
Bunyi berderit sedikit terdengar ketika pintu yang sudah putus rantainya itu dibuka pelahan-lahan. Sejenak Rangga tertegun begitu melihat Retna  Nawangsih sedang duduk bersila didarnpingi oleh seorang laki-laki tua yang bertubuh kurus kering dan kumal.
"Retna ... ," panggil Rangga  pelan.
Retna Nawangsih membuka matanya.
"Kakang ...!" seru Retna Nawangsih terkejut. Dia gembira melihat Rangga tiba-tiba sudah berdiri di depan pintu karnar tahanan ini.
Retna Nawangsih langsung melompat dan memeluk Pendekar Rajawali Sakti itu. Dia sampai tidak sadar kalau tubuhnya hanya terbungkus   dengan kain saja. Sesaat kemudian Rangga melepaskan pelukan gadis itu dan memegang pergelangan tangannya.
"Ayo kita ke luar dari sini," ajak Rangga.
"Kakang ... ," Retna Nawangsih mencegah Rangga yang sudah mau ke luar. Matanya melirik pada laki-laki tua yang duduk di ruangan itu.
Rangga pun ikut menoleh pada  laki-laki tua yang tetap duduk bersila dengan mata tertutup.
"Pergilah kalian, biarkan aku tetap di sini," kata Pendeta Pohaji tanpa menggerakkan mulutnya.
"Paman, bukankah ini yang dinamakan kehendak Tuhan? Kakang Rangga akan membebaskan kita," kata Retna Nawangsih berusaha membujuk.
"Rangga ... ?!” Pendeta Pohaji langsung membuka matanya begitu mendengar nama Rangga.
Sejenak Rangga jadi tertegun melihat laki-laki tua itu memandangnya dengan penuh selidik. Kemudian dengan pelahan-lahan Pendeta Pohaji bangkit dari semadinya. Dan dengan tertatih-tatih dia menghampiri. Pandangannya tetap tajam ke arah wajah Pendekar Rajawali Sakti.
"Siapa namamu, Anak Muda ?" tanya Pendeta Pohaji.
"Rangga, " sahut Rangga singkat.
"Sebenarnya aku belum yakin..., tapi....  Baiklah aku akan ikut dengan kalian asal kau mau berjanji untukku, Anak Muda,"  kata Pendeta Pohaji.
"Janji apa?" tanya Rangga.
"Katakan siapa dirimu yang sebenarnya setelah kita sampai di luar."
"Baiklah!" sahut Rangga tanpa pikir panjang lagi Rangga pun segera menarik tangan Retna Nawangsih. Sementara Pendeta Pohaji mengikui dari belakang. Matanya tidak berkedip memandang Rangga yang berjalan cepat di depannya sambil menuntun Retna Nawangsih.
"Ah...!" Pendeta Pahaji mendesah panjang. Dia seperti sedang berbantahan dengan batinnya sendiri.
***
Baru saja Rangga menginjakkan kakinya di luar pintu penjara, tiba-tiba sebatang tombak meluncur deras ke arahnya. Maka secepat kilat Rangga  menarik tangan Retna Nawangsih ke belakang. Dan dengan tangkas dia menggerakkan tangannya untuk menangkap tombak itu. Kemudian dengan sekuat tenaga dia melemparkan kembali ke arah datangnya tombak itu.
“Aaa...!" langsung terdengar jeriten menyayat, disusul dengan ambruknya sesosok tubuh prajurit dari gerumbul semak.
Dan pada  saat itu juga dari tempat-tempat tersembunyi, tiba-tiba muncul puluhan prajurit dengan senjata terhunus di tangan. Tampak Pendeta Gurusinga dan si Cebol Tangan Baja ada di antara mereka. Sejak tadi Rangga memang sudah menduga kalau suasana sepi itu disengaja untuk  memancing dirinya.
"Retna, cepat bawa orang tua itu pergi. Nanti aku segera menyusul," kata Rangga berbisik.
"Kakang .... "
"Jangan pikirkan aku!" sentak Rangga.
"Kakang, kuda Dewa Bayu akan segera datang kalau kau memanggilnya dengan siulan melengking disertai pengerahan tenaga dalam. Tapi nadanya harus kecil dan panjang," kata Retna Nawangsih mengingatkan sebelum dia mengajak Pendeta Pohaji pergi.
"Retna, hati-hati. Awas ... ! "
Rangga langsung melompat ketika sebatang tombak meluncur ke arah Retna Nawangsih. Dan dengan tangkas sekali Pendekar Rajawali Sakti itu berhasil rnenangkap tombak itu dan kembali melemparkannya pada pemiliknya dengan cepat. Kontan saja suara jeritan melengking terdengar  lagi.
"Serang! Jangan biarkan mereka lolos!" seru Pendeta Gurusinga keras.
Seketika itu juga para prajurit yang sudah menge pung langsung berlompatan hendak  menyerang. Dan Rangga tidak punya pilihan lain, dia harus menghadapi puluhan para prajurit itu. Kini dia tidak mau tanggung-tanggung lagi, segera dia mencabut pedang Rajawali Sakti dari warangkanya.
Cring!
Saat itu juga para prajurit yang sudah berlompatan hendak menyerang, segera mundur teratur begitu melihat pedang di tangan Rangga mengeluarkan cahaya biru berkilauan. Sementara itu Retna Nawangsih sudah jauh berlari dan hampir mencapai tembok belakang istana kadipaten ini. Dan tanpa membuang-buang waktu lagi, Rangga segera mengebutkan pedang pusakanya ke depan. Tiba-tiba terdengar suara menderu yang dahsyat dan menggetarkan jantung.
"Majulah kalian semua kalau ingin kukirim ke neraka!" gertak Rangga.
"Kenapa kalian jadi bengong semua? Ayo, serang ... !" bentak Pendeta Gurusinga setelah  hilang dari rasa terkejutnya begitu melihat pedang  bercahaya itu.
Mendengar bentakan keras memerintah itu, para prajurit yang sudah gentar hatinya segera berlompatan kembali menyerang. Tepat pada saat itu Retna Nawangsih sudah berhasil melompati tembok belakang bersama Pendeta Pohaji.
"Suiiit. ..  ! "
Mendadak Rangga bersiul nyaring melengking dengan nada kecil dan panjang. Sebentar kemudian, terdengar suara ringkik kuda, disusul dengan   terdengarnya derap kaki kuda yang mendekat. Sesaat saja sudah  ampak seeker kuda hitam sedang berlari kencang menghampiri Rangga. Sementara para prajurit yang sudah kembali mengepung, langsung kocar-kacir menyelamatkan diri dari amukan kuda hitam Dewa Bayu itu.
Sedangkan Pendeta Murtad Gurusinga dan si Cebol Tangan Baja dibuat jadi kalang-kabut. Mereka hanya bisa berteriak-teriak memerintahkan      pada para prajurit untuk kembali menyerang. Tapi pada saat itu Rangga sudah melompat ke punggung kuda, dan langsung menggebahnya.
"Hiya .. .!  Hiya ... !" teriak Rangga sambil menepuknepuk leher kuda hitam itu.
Kuda Dewa Bayu pun langsung melesat cepat bagai anak panah lepas dari busurnya. Dan Rangga sengaja melarikan kudanya itu melewati pintu  gerbang belakang istana kadipaten ini.
"Kejar, cepat! Jangan biarkan keparat itu lolos!" teriak Pendeta Gurusinga gusar.
Dan prajurit-prajurit yang sudah gentar itu terpaksa berlarian. Sebagian sempat mengambil kuda dan langsung mengejar Rangga. Sementara Pendeta Gurusinga juga ikut mengejar Rangga dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh, sedangkan si Cebol Tangan Baja langsung  melompat ke arah Retna Nawangsih dan Pendeta Pohaji berlari.
"Hiya ...!  Hiya ...! " Rangga terus memacu kuda itu mendekati pintu gerbang belakang istana kadipaten. Tampak dia memutar-mutarkan pedangnya di atas kepala, dan...
Glarrr   !
Suara ledakan keras langsung terdengar bersamaan dengan hancumya pintu gerbang belakang istana kadipaten itu. Sedangkan kuda Dewa Bayu itu langsung menerobos pintu yang sudah hancur berkeking-keping. Tampak para prajurit yang tengah mengejar dengan kuda, jadi melongo! Mereka kehilangan jejak begitu Rangga sudah ke luar dari lingkungan istana itu. Sementara itu kuda Dewa Bayu terus berlari bagaikan angin.
"Bodoh! Kalian semua bodoh!" Pendeta Gurusinga memaki habis-habisan.
Tepat pada saat itu Wira Permadi dan Ratih Komala keluar dari gedung istana. Dan mereka langsung tersentak begitu melihat pintu gerbang  belakang istana kadipaten itu sudah hancur berkeping-keping. Kini puluhan prajurit sudah memenuhi halaman depan istana itu. Pendeta Gurusinga segera menghampiri Adipati Karang Setra  itu.
"Ada apa, Paman Pendeta? Aku mendengar suara ribut-ribut,” tanya Wira Permadi.
"Ampun, Gusti Adipati. Tawanan kita lolos," lapor Pendeta Gurusinga.
"Apa ... ?!" Wira Permadi kaget setengah mati.
"Pendekar Rajawali Sakti yang telah membebaskannya, dia juga telah berhasil membawa lari kuda Dewa Bayu."
"Kurang ajar! Cari sampai dapat, bunuh mereka!" geram Wira Permadi.
"Baik, Gusti," sahut Pendeta Gurusinga.
Pendeta Gurusinga pun segera memerintahkan para prajurit untuk mencari Rangga,  Retna Nawangsih dan Pendeta Pohaji. Sedangkan Wira Permadi bergegas masuk kembali ke istana diikuti oleh ibunya. Tampak sekali kalau Wira Permadi begitu gusar dan marah mendengar kejadian  itu.

14. Pendekar Rajawali Sakti : Api di Karang SetraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang