BAGIAN 1

1.8K 58 2
                                    


Pagi-pagi sekali, di saat orang masih terbuai oleh mimpinya, tampak seorang pemuda sedang memacu kudanya dengan cepat bagaikan angin. Pemuda tampan penunggang kuda itu, mengenakan baju rompi warna putih, dan bersenjata sebilah pedang yang gagangnya mirip kepala burung.
Kuda hitam itu menghentikan langkahnya ketika sampai di depan pintu gerbang Kadipaten Karang Setra. Tampak dua orang penjaga yang berseragam prajurit segera menghadangnya. Sementara itu si penunggang kuda yang tak lain adalah Rangga, si Pendekar Rajawali Sakti, masih tetap duduk di atas punggung kudanya.
"Ke mana tujuanmu, Kisanak?" tanya salah seorang prajurit penjaga itu.
"Ke Kadipaten Karang Setra," sahut Rangga kalem.
"Ada urusan apa Kisanak ke sana ?"
"Sekedar singgah di rumah sanak keluarga."
"Dari mana kau berasal ?"
"Aku adalah seorang pengembara yang tidak menentu tempat dan tujuannya," sahut Rangga merendah.
Kedua prajurit penjaga pintu gerbang ini terus mengamati Rangga dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Kemudian salah seorang melangkah mendekati. Dia seperti sedang menaksir-naksir kuda tunggangan Pendekar Rajawali Sakti itu. Kepalanya tampak terangguk-angguk sambil mengelilingi kuda itu. Sementara Rangga sendiri hanya mengawasi dari sudut ekor matanya.
"Kudamu begitu bagus. Kenapa tidak kau ikutkan dalam lomba?" kata prajurit itu setelah puas mengamati kuda milik Rangga.
"Maaf, kudaku bukan untuk lomba," sahut Rangga masih tetap ramah dan sopan.
"Sayang sekali. .. , seandainya aku yang memiliki kuda ini, pasti sudah mendaftar. Hadiahnya sangat besar. Apa lagi jika yang punya juga memiliki kepandaian tinggi. Bisa diangkat jadi panglima perang oleh Gusti Adipati!"
Sejenak Rangga mengerutkan keningnya. Baru kali ini dia mendengar sebuah kadipaten memiliki angkatan perang. Dan saat ini adipatinya tengah mencari seorang panglima perang dengan jalan mengadakan lomba pacu kuda dan olah kanuragan. Siapakah yang menjadi adipati di Karang Setra sekarang?
Dan untuk apa pula dia membutuhkan angkatan perang? Begitu besarkah perubahan yang telah terjadi di Kadipaten Karang Setra? Berbagai macam pertanyaan menggelayuti pikiran Rangga. Dia makin penasaran dengan keadaan tanah kelahirannya ini, "Bolehkah aku masuk, Tuan Prajurit?" Rangga memohon.
"Silakan, pintu selalu terbuka untuk siapa saja," sahut prajurit itu seraya menggeser tubuhnya ke samping.
"Terima kasih," ucap Rangga. "Hes ... , hes!" Kuda hitam itu pun kembali berjalan. Kali ini langkahnya pelan-pelan. Rangga mengangguk pada penjaga yang masih tetap berdiri di tempatnya. Ia memang sengaja mengendalikan kudanya dengan pelan-pelan. Dia ingin menikmati kembali keindahan tanah kelahirannya setelah dua puluh tahun tidak pernah lagi menginjakkan kakinya di sini.
Kini Rangga jadi teringat kembali ke masa-masa kecilnya. Masa-masa yang indah di mana dia masih berkumpul dengan ayah dan ibunya di istana kadipaten. Tapi sekarang dia datang sebagai pengembara yang kebetulan lewat di Kadipaten Karang Setra ini.
Dua puluh tahun .... Keadaan di Kadipaten Karang Setra ini belum begitu jauh berubah. Rasanya Rangga seperti baru beberapa hari saja tidak melihatnya. Bedanya sekarang tidak ada lagi orang-orang yang membungkukkan badan saat dia lewat. Semua tetap sibuk dengan pekerjaan dan kesibukannya masing-masing.
Beberapa saat kemudian, Rangga menghentikan langkah kudanya di depan sebuah bangunan besar yang terbuat dari kayu. Sejenak dia mengamati, tak nampak perubahan sedikit pun. Semuanya masih tetap seperti dua puluh tahun yang lalu Bangunan itu adalah sebuah rumah makan sekaligus juga sebagai tempat untuk menginap bagi para pelancong. Dulu Rangga sering datang ke sini bersama ayahnya. Dia kenal betul dengan pemilik bangunan itu.
Pelan-pelan Pendekar Rajawali Sakti itu turun dari kudanya. Tampak seorang anak laki-laki kecil segera datang menghampiri. Kemudian sambil tersenyum, Rangga menyerahkan tali kekang kudanya pada anak itu.
"Beri dia makan yang cukup," kata Rangga. "Baik, Tuan," sahut anak itu. Dia segera berlalu sambil menuntun kuda Dewa Bayu.
Sejenak Rangga memandangi kepergiannya, kemudian dia berbalik dan melangkah ke dalam. Tidak begitu banyak orang yang ada di ruangan yang luas dan penuh dengan meja dan kursi itu. Dia segera disambut oleh seorang laki-laki tua yang menghampiri dengan terbungkuk-bungkuk. Sejenak Rangga mengerutkan keningnya. Sepertinya dia pernah kenal dengan laki-laki tua itu, tapi..., Ah!
"Silakan duduk, Tuan. Masih banyak tempat yang kosong," sambut laki-laki tua itu ramah.
"Hm ... ," Rangga tersenyum dan melangkah menuju meja yang ada di pojok dekat jendela.
"Mau pesan apa, Tuan?" tanya laki-laki tua itu tetap ramah.
"Hm, tolong sediakan sepiring nasi merah dengan ikan mas bakar serta satu mangkuk sup tulang muda," pesan Rangga.
Laki-laki tua itu tampak bengong mendengar pesanan Rangga. Beberapa saat dia hanya berdiri terpaku. Sepertinya dia tidak percaya dengan pendengarannya sendiri. Tentu saja sikap laki-laki tua itu membuat Rangga jadi keheranan. Kemudian laki-laki tua itu menggeser kakinya mendekati Rangga.
"Maaf, Tuan. Kami tidak menyediakan makanan yang Tuan pesan," kata laki-laki tua itu setengah berbisik. Sepertinya dia takut kalau perkataannya sampai terdengar orang lain.
Kening Rangga tampak semakin dalam berkerut. "Pesan yang lainnya saja, Tuan," laki-laki tua itu menawarkan.
"Tidak," sahut Rangga. "Tapi.. .. "
Rangga tidak menjawab. Dia segera berdiri dan melangkah ke luar. Sementara laki-laki tua itu bergegas mengikuti dan menghentikan langkah Pendekar Rajawali Sakti di ambang pintu.
"Maaf , maaf, Tuan."
"Hm," Rangga hanya bergumam.
Lalu Pendekar Rajawali Sakti itu terus mengayunkan langkahnya keluar. Tampak seorang bocah laki-laki yang tadi membawa kuda hitamnya mendekati seraya menuntun kuda. Setelah Rangga memberinya sekeping uang perak, kemudian dia segera melompat naik ke punggung kudanya. Seketika itu juga kuda hitam itu langsung melesat cepat meninggalkan tempat itu.

14. Pendekar Rajawali Sakti : Api di Karang SetraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang