1. Pertemuan Tak Terduga

42 6 2
                                    

.

.

.

Di siang hari yang terik dan panas itu, saat di mana para murid lebih senang menghabiskan waktu mereka di dalam kelas ber AC. Melakukan kegiatan mereka masing-masing bersama teman-teman dekat, berbagi cerita dan candaan. Beruntungnya, entah apa yang merasu— Eh? Maksudnya entah karena hoki atau memang sekadar kebetulan semata. Kelas yang ditempati Altina saat ini sedang tidak berlangsung pelajaran alias mendapatkan jam kosong dua jam kedepannya.

Bu Wati selaku guru mata pelajaran Biologi mereka, berhalangan hadir hari itu. Jadilah siswa-siswi kelas X IPS-1 merayakan kekosongan kelas mereka dengan menyelenggarakan konser dadakan di dalam kelas.

"Sialan! Ribut banget, sumpah!" Rutuk Altina, terang-terangan. Saking kesalnya ia, sampai-sampai menendang kursi yang berada di depannya dengan kasar. Kasihan kursinya, dijadikan pelampiasan doang.

Di depan kelas, Arjuna sang vokalis utama dalam band gadungan itu tengah melakukan antraksi gila bin malu-maluin dengan bersalto-salto ria, tidak jelas. Suara instrumen dari gitar dan meja sebagai pengganti drum memenuhi ruang kelas. Membuat ricuh.

"Bertepuk sebelah tangan?!"

"Sudah biasa!"

"Ditinggal tanpa alasan?!"

"Sudah biasa!"

"Penuh luka itu pasti tapi aku tetap bernyanyi~!"* Teriak Arjuna dengan tidak santuynya.

Altina menatap datar teman sekelasnya itu, ia menghela nafas panjang. Memutuskan lebih baik dirinya keluar kelas saja, pergi melepas dahaga di kantin sekolah. Membeli es jeruk kesukaannya.

Suasana kantin siang itu juga terlihat sepi. Hanya ada mba-mba dan mas-mas penjual, mereka sibuk dengan dagangan mereka, namun ada juga yang sedang mengobrol sesama penjual di salah satu meja panjang.

Altina menyandarkan tubuhnya pada kursi plastik yang ia duduki. Tenggorokannya sudah terasa mendingan setelah meminum es jeruk segar. Gadis tomboy itu melamun di sela senandungnya. Bodohnya, nada yang ia senandungkan sama dengan nada lagu yang Arjuna dan kawan-kawannya nyanyikan di kelas tadi.  Saking menghayati lamunannya, sampai-sampai Altina baru saja menyadari kalau ternyata ia bukanlah satu-satunya murid yang berada di kantin.

Tepat tidak jauh di depannya, seorang laki-laki berpenampilan acak-acakan dengan khidmatnya menyantap mie bakso, ditemani segelas es teh manis.

'Gile, makan bakso saat siang lagi panas-panasnya begini.' Batin Altina, memerhatikan laki-laki tersebut.

"Apa kamu lihat-lihat?"

Waduh! Ketahuan deh. Altina tersentak kaget, gelagapan. Ia kemudian memilih untuk pura-pura tidak melihat saja, mengalihkan pandangannya dari laki-laki itu.

"Kalau ada orang lagi bertanya itu dijawab, oi!" Laki-laki aneh itu meneriaki Altina begitu tahu pertanyaannya yang pertama tidak digubrisnya sama sekali.

Altina menduga laki-laki itu sudah selesai memakan mie baksonya, jadilah ia mengintip sedikit ke depan, fokus ke atas meja yang ditempati laki-laki itu. Nah, lihat. Bahkan mangkok baksonya tandas tak tersisa.

"Dengar tidak sih?! Saya lagi ngomong sama kamu!" Laki-laki itu lebih meninggikan suaranya satu oktaf.

Altina mendelik jengkel sehabis diteriaki seperti itu. Padahal jarak antara mejanya dan meja laki-laki itu sama sekali tidak jauh. Ia mengangkat kepala dan memasang tatapan tajam andalannya.

"APA? Lu mau ngomong apaan?" Altina bertanya balik sambil ngegas tidak selow.

"Dih, jadi cewek kok galak amat kayak macan." Sindir laki-laki itu yang entah kenapa perkataannya sedikit menohok di hati Altina.

Karena laki-laki itu tampak penasaran dengan sosok Altina, jadilah dia berpindah tempat duduk. Sekarang jadi berhadapan dengan gadis berpenampilan seperti pria yang sempat memandanginya saat makan tadi.

Altina mencoba untuk tidak peduli sama sekali dengan kehadiran laki-laki aneh itu di mejanya. Pura-pura tidak tahu, menyeruput lagi es jeruknya yang belum habis. Laki-laki aneh itu juga hanya diam saja, memerhatikan Altina.

"Enak es jeruknya?" Setelah beberapa detik hanya ada keheningan di antara mereka, akhirnya pria aneh itu membuka obrolan. Tapi sayangnya, dengan pertanyaan yang bagi Altina sangat-sangat-sangat tidak berfaedah.

"Kalau nggak enak, ngapain gua beli." Jawab Altina, ketus. laki-laki itu mangut-mangut saja, lalu meminum es teh manisnya yang masih tersisa setengah.

"Kelas sepuluh, kan? Kok nggak sopan sama kakak kelas?" Dari lagaknya, laki-laki itu berusaha memancing Altina untuk lebih banyak bicara. Dan pertanyaan laki-laki di depannya ini berhasil membuat Altina tersedak es jeruknya sendiri.

'Mati gua, jadi cowok ini beneran kakak kelas?' Batin Altina, meneguk ludahnya kasar.

"Si— Siapa yang nggak sopan?" Tanya Altina, pura-pura goblok.

Laki-laki bersurai berantakan itu malah tertawa geli setelah mendengar Altina jadi gagap karena omongannya. Altina terdiam sewaktu melihat laki-laki itu tertawa, entah bagaimana ceritanya namun ia merasa sangat familiar dengan wajah di depannya ini.

"Kau..." Altina bagai baru saja mengingat sesuatu dan kepalanya pun terasa pusing.

"Iya?" Laki-laki aneh itu masih enteng senyam-senyum. Lesung pipinya jadi terlihat lebih jelas dan sialnya membuatnya semakin terlihat tampan.

"...Alfan?"

Laki-laki pemilik senyum menawan itu tertawa kecil. Mengangguk senang menanggapi ucapan Altina.

"Akhirnya ingat juga. Sudah lama tidak bertemu ya, Altina."

.

.

.

tbc

*Lagu The Rain feat. Endank Soekamti - Terlatih Patah Hati

Hello, whut'sup guuyyss!!ヾ(^∇^)
Sini kenalan dulu sama wawaan, author terbadass, terkeren, terUwU sejagad raya /lol
Ini cerita baru wawaan, semoga banyak yang suka dan berbaik hati berbagi vote dan krisarnya. Thanks for reading! and see you next chapt ღゝ◡╹)ノ♡

Makassar, 16 Oktober 2019

Sunset with ALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang