Arabella Chalondra. Begitu aku menamakan bayi cantik ini. Arabella berarti cantik, sementara Chalondra berarti pintar . Harapan kami kedepan, ia akan menjadi wanita yang tak hanya cantik, namun juga pintar. Rambutnya yang hitam legam dengan dua alis mata yang bertaut indah. Semakin memancarkan pesonanya kala ia terlelap.Isu yang beredar sungguh mengganggu hatiku. Memang aku pernah bepergian keluar kota beberapa bulan lamanya sebelum hamil. Tetapi toh bukan berarti aku telah melakukan hal yang terlarang. Hanya karena bayi kami tidak mirip sama sekali dengan ayah, ibu dan saudaranya, fitnah itu merebak tajam.
Mataku tak sanggup lagi membendung butiran mutiara yang hendak keluar saat memandang bayiku ini. Ini semua bukan salahnya. Dia terlahir tanpa dosa. Dan bukan inginnya terlihat berbeda dari keluarganya yang lain.
"Ma, Tante Desy sebelah bilang, Adek Abel bukan adek kami karena nggak mirip," ujar putri sulungku Lika suatu malam saat aku sedang menyusui Abel kecil.
Aku memandang suamiku yang sedang sibuk dengan telpon selulernya. Kegiatannya terhenti demi mendengar pernyataan sang putri.
"Kakak bilang apa?" Tanyanya memandang putri kami.
"Bukan Kakak yang bilang. Tante Desy di sebelah yang bilang. Abel bukan adek kakak," ulangnya lagi.
Ayahnya menarik nafas panjang. Memegang bahu Lika dan menatap mata gadis kecil itu.
"Kamu percaya kata Tante Desy?" Tanya suamiku pula.
Lika diam ditanya begitu. Wajahnya menekuk. Barangkali ia sendiri tak paham apa yang telah ditanyakannya.
"Lika juga lihat adek nggak mirip sama Lika," ucapnya lagi.
"Tapi, Lika sama Dita kan mirip, Pa," ucapnya polos.
"Lika, Allah menciptakan manusia itu berbeda-beda. Tidak mirip bukan berarti tidak sama. Kita tidak harus selamanya mirip dengan saudara kita," jelas suamiku lagi.
Kali ini air mataku semakin membasahi wajahku. Aku berusaha sesegera mungkin menyekanya agar tak diketahui Lika.
Lika memandangku mencari pembenaran. Aku mengangguk dan memanggilnya mendekatiku yang masih menyusui Abel di tempat tidur.
"Sini, Mama bilangin. Kamu nggak usah dengarkan kata-kata orang. Mereka orang dewasa. Tapi belum tentu benar," nasihatku padanya.
"Nih Abel udah bobok. Lihat! Lucu kan?"
Ucapku padanya memperlihatkan adiknya yang kini telah terlelap dalam oangkuanku.
"Tapi...bukan cuma Tante Desy yang bilang. Orang-orang juga bilang. Lika dengar waktu sedang main di sama Lain," katanya lagi.
"Sudah! Tak perlu dengarkan orang-orang. Mereka nggak tau apa-apa tentang keluarga mereka. Itu cuma tebak-tebakan saja,"jelas papanya lagi melihatku yang mulai pucat mendengar perkataan putriku.
Setelah melahirkan dan mendapati kalimat negatif begini benar-benar mengusik. Hari-hariku yang harusnya kulalui dengan bahagia karena kehadiran buah hati kami, lebih banyak kuhabiskan dengan menangis saat memandang putri kecil dalam pelukanku. Sungguh dunia ini rasanya tak adik baginya. Hanya karena ia tak mirip dengan saudaranya, apakah itu suatu kesalahan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Arabella
Fiksi RemajaKisah seorang gadis yang tidak disenangi kedua kakaknya hanya karena berwajah lebih cantik dari mereka