Bagian 3: Tangis Abel

5 1 0
                                    


Beberapa hari ini Abel, panggilan kami untuk Arabella terus menangis. Aku merasa payudaraku tidak seperti biasanya. Barangkali ASI-nya tidak membuatnya kenyang. Sehingga ia terus menangis.

Di rumah ada neneknya yang selalu memasak kan kami semasa aku pemulihan pasca melahirkan. Beliau memasak lengkap dengan lauk pauk, tempe atau tahu setiap hari agar aku bisa memberikan cukup ASI bagi cucunya.

"Apa yang salah. Ibu udah masak banyak untuk kau makan. Kini kenapa pula bayinya Abel nangis terus dan ASI-nya kurang," keluh beliau suatu ketika saat Abel terus saja menangis.

Ibu menyarankanku memberikan Abel susu formula. Namun aku menolak. Aku terus berupaya agar ASI ku kembali cukup.

Hari-hari terus ku hiasi dengan air mata. Hingga suatu saat temanku seorang bidan rumah sakit berkunjung. Mengetahui fakta kondisi ASIku yang tidak lancar, ia menyarankan agar aku lebih rileks dan tidak berpikiran aneh-aneh.

Sulit memang, mengendalikan pikiranku belakangan ini. Terlebih, seringnya nyinyiran orang yang membuat hatiku kadang teriris. Jangankan orang, ibuku terkadang juga membuatku terasa sesak saat ia membandingkan Abel dengan kakak-kakaknya.

Aku merasa terpuruk. Haruskah kehadiran Abel membuat anak-anakku terluka? Bukankah kami seharusnya bangga dan berbahagia dengan kehadiran bayi cantik ini?

Berjuta tanya terus saja membuatku tersiksa. Barangkali ini salahku. Andai saja bayi ini mirip denganku atau ayahnya. Tentu kondisinya akan berbeda.

"Istirahatlah dulu, biar aku menggendong Abel," bujuk suamiku saat Abel menangis setelah menyusui.

Aku menurut. Kuhamparkan selimut ke sekujur tubuh dan mencoba memejamkan mata. Walau sulit rasanya bila telingaku masih saja mendengarkan Abel menangis. Hatiku terasa teriris.

"Yah, bawa Abel kesini. Coba aku susui lagi," pintaku setelah merebahkan tubuhku sejenak. Yah, cukuplah menenangkan kembali syaraf-syarafku yang mulai tegang saat Abel menangis tadi. Aku beruntung mempunyai suami yang pengertian di sisiku. Disaat aku merasa rapuh seperti ini, aku butuh suami yang menguatkan dan membimbing perasaanku agar tidak berlebihan.

Saat kususui, Abel mulai terlelap. Barangkali ASI-nya sudah didapatkannya kembali. Ataupun ia sudah lelah menangis. Terlalu lelah dan perasaan tak tenang, sangat berpengaruh terhadap produksi ASI. Pantas saja kalau para ibu yang baru melahirkan itu diperlakukan layaknya ratu. Agar ia tidak merasa tegang saat menyusui. Apalagi bila itu pengalaman pertamanya.

***

Kini, masa itu kulewati sudah. Abel berhasil mendapatkan ASI dengan sempurna. Ia semakin tumbuh berbeda dengan kakak-kakaknya. Jangan ditanya apa saja yang dikatakan orang-orang sehingga terkadang membuat Abel atau kakaknya yang menangis.

Tetapi aku sudah kebal. Yang penting kami orang tuanya lah yang tidak membeda-bedakan mereka. Setiap anak itu unik. Setiap mereka adalah mutiara selama kita selalu memandang kelebihan yang mereka miliki. Itu sudah cukup bagiku.

ArabellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang