"Kak, ini kan celana olahraga Abel!" Seru Abel saat melihat celana olahraga yang dicari-carinya setelah subuh tadi kini dipakai kakaknya."Duh, Abel! Pinjem bentar kenapa,sih!" Seru Anulika tak mau kalah.
"Iih, apa sih pagi-pagi berisik nih, Abel!" Anindita yang baru masuk muncul dari kamar ikut-ikut memarahi Abel.
"Abel dari tadi cari-cari celana ini. Hari ini jadwal Abel olahraga,kaak!" Abel mulai mulai menegaskan.
"Abel! Udah deh, pagi-pagi jangan cari ribut. Sekali dipinjem celananya aja, pun berisik gitu!" Ketus Anindita lagi.
Air mulai menganak sungai di mata Abel. Bendungan itu tak sanggup ditahannya lagi saat Abel melihat kedatanganku. Kepadaku Abel menceritakan keluh kesahnya pagi ini.
"Lika! Kamu pakai celanaku sendiri!" Perintahku.
"Celana Lika basah. Kemarin Lika main basah-basahan waktu hujan pakai celana itu," jelas Lika sambil menghentakkan kaki.
"Terus, kamu mau pakai celana adikmu. Gitu! Dia juga mau pakai celananya itu, Lika!" Tegurku kali ini dengan nada meninggi.
Pagi hari adalah saat yang sempit. Bagaimana bisa anak itu bikin masalah. Apalagi saat ini ayahnya sedang keluar kota.
Lika berlari meninggalkanku dan saudaranya yang lain. Masuk ke kamar. Membuka celananya, dan melempar keluar.
Ia menutup kembali pintu kamar dan menguncinya dari dalam.
"Ambil celananya dan pakai segera ya, Bel. Mama nggak bisa tunggu lama lagi. Bisa telat ke kantor nanti," perintahku yang segera dikerjakan oleh Abel.
Kami makan dalam diam pagi inj. Hanya gemerisik piring dan sendok yang saling bertingkah. Anindita sesekali melirik sinis ke arah Abel yang duduk di sebelahnya. Sementara Anulika, masih mengurung diri di Kamar.
Satu persatu mulai meninggalkan meja makan. Ia menuju westafel cuci piring dan mencuci piringnya. Mereka punya kebiasaan langsung mencuci piring usai makan. Mengingat di rumah tidak ada asisten rumah tangga yang akan menyelesaikan pekerjaan rumah setiap hari. Semua harus bisa mandiri walau sekedar cuci piring sendiri.
Dita menyikut lengan Abel. Abel minggir sejenak. "Awas sana!" Dorong Dita.
Duh apalagi itu. Pikirku. Namun aku berusaha tak menggubris. Bisa panjang ceritanya kalau aku pedulikan semua dan Omelan bak kereta apiku keluar di pagi hari. Moodku bisa rusak, begitu pula anak-anak. Walau kadang aku tak tahan juga melihat mereka semena-mena sama adiknya.
Abel segera menyingkir. Padahal ia belum selesai membilas piringnya. Tetapi Dita mengambil alih keran dan westafel itu. Selesai dengan pekerjaannya, Kini Dita mengulurkan lidah ke arah Abel. Namun ia tak bergeming. Ia melanjutkan pekerjaannya yang sempat terhenti.
Sementara Mama mencoba mengajak Lika bicara dari luar kamar.
"Lika, pakai saja rokmu. Celananya bawa juga ke sekolah. Nanti sampai di sana kamu bisa menjemurnya dibangku," saran Mama dari balik pintu.
"Nggak mau! Lika nggak mau sekolah!" Teriaknya kali ini.
Anulika, kakak pertama Abel itu duduk di kelas 4 SD. Sementara Dita, kakak Abel yang satunya duduk duduk di bangku kelas 3. Mereka beda setahun. Abel walaupun masih kelas satu SD, tapi tubuhnya tidak begitu jauh berbeda dengan kakak-kakaknya.
Dan pagi hari kali ini, berakhir dengan tinggalnya Anulika di rumah. Aku tak sempat membujuk, atau bahkan sekedar memarahinya. Karena waktuku begitu terbatas.
![](https://img.wattpad.com/cover/203393381-288-k165404.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Arabella
Teen FictionKisah seorang gadis yang tidak disenangi kedua kakaknya hanya karena berwajah lebih cantik dari mereka