Pengacau Jelek

2 0 0
                                    


Aku harus membuat perhitungan dengan Pengacau Jelek itu. Tidak peduli bagaimana pun caranya. Lebih tidak peduli meskipun dia adalah seorang kakak kelas. Dia seharusnya tidak mengadukanku pada guru BK (bimbingan konseling).

Lagipula bukan salahku jika pelajaran sejarah benar-benar membosankan. Gara-gara harus membuat rangkuman tiga bab tenagaku jadi terkuras. Jari-jariku pun kering keriting.

Daripada harus pingsan di dalam kelas karena menahan lapar dan membuat heboh. Bukankah lebih baik jika aku membolos pelajaran sejarah yang membosankan itu dan memberi asupan cacing-cacing di dalam perutku?

Ah, kenapa pula Pengacau Jelek itu bisa memergokiku. Sebenarnya aku tidak akan mengungkit masalah ini lebih jauh, kalau saja dia membiarkan semangkuk bakso itu kuhabiskan. Sialnya, bahkan untuk mencicipi kuahnya saja tidak diperbolehkannya. Pengacau Jelek, tunggu saja pembalasanku!

Ngomong-ngomong kapan bel istirahat akan tiba? Aku benar-benar sudah kehilangan banyak tenaga. Badanku rasanya remuk redam, apalagi kulitku yang lengket oleh keringat. Seandainya saja aku bisa kabur dari hukuman membersihkan toilet terkutuk ini, mungkin sudah kulakukan sejak tadi. Tapi, bisa-bisanya Pengacau Jelek itu malah mendapatkan tugas untuk mengawasiku? Sial! Hari ini aku benar-benar sial.

Setelah menunggu beberapa abad, akhirnya bel istirahat berbunyi. Dengan penuh semangat yang entah datang dari mana, segera mungkin aku mengembalikan kain pel dan ember ke tempatnya. Waktunya membuat perhitungan. Saat aku hendak menghampiri Pengacau Jelek di tempatnya berdiri mengawasiku tadi. Sosok menyebalkan itu sudah lenyap ditelan bumi. Aku berharap dia memang benar-benar ditelan bumi. Supaya aku tak harus repot-repot memberinya pelajaran.

Akhirnya dengan penuh amarah yang bergejolak di dalam dada, aku memutuskan untuk mengisi perut terlebih dahulu. Marah-marah juga butuh tenaga bukan?

“Bang, bakso aku tadi masih ada, kan?” tanyaku pada Bang Joni yang tengah sibuk meracik bakso pesanan orang lain.

Ia melirikku sekilas, kemudian tertawa, entah apa yang lucu. “Kamu duduk dulu, nanti Bang Joni buatkan yang baru saja, ya.”

“Oke, buruan, ya.” Aku pun duduk di salah satu meja yang ada di kantin. Tidak jauh dari kedai bakso Bang Joni. Suasana kantin pada jam istirahat tentu saja ramai, dipenuhi oleh siswa-siswi seperti kerumunan lalat. Dan jangan ditanya, suara mereka benar-benar bikin sakit telinga.

“Ini Neng, silahkan dinikmati,” kata Bang Joni basa-basi setelah meletakkan semangkuk bakso yang mengeluarkan uap panas menggoda.

“Oh, iya, ngomong-ngomong kenapa Bang Joni tadi tertawa melihatku? Memangnya ada yang lucu?” tanyaku dengan nada ketus.

Lagi-lagi Bang Joni tertawa. “Ya, lucu saja kalau ingat kejadian tadi. Padahal cowok itu juga bolos makan bakso di tempat Bang Joni, loh.”

Aku nyaris tersedak mendengar perkataan Bang Joni. “Jadi maksud Bang Joni cowok itu memang sengaja ngerjain aku? Padahal dia juga bolos jam pelajaran?”

“Kalau soal itu Bang Joni nggak ikutan. Eh, kayaknya ada yang pesan bakso.” Bang Joni pun  pergi meninggalkanku. Sebenarnya itu hanya alasannya saja, sebab kulihat tidak ada yang tengah memesan bakso.

Cowok itu benar-benar kelewatan! Aku tidak akan melepaskan Pengacau Jelek itu begitu saja. Pokoknya setelah bakso ini habis aku akan segera mencari keberadaannya. Akan kukejar meski ke ujung dunia sekali pun. Memangnya dia siapa berani mencari masalah dengan seorang Anna?!

“Oi.” Tiba-tiba ada seseorang berseru 'oi' kepadaku. Aku melirik sekilas, seorang cowok jangkung asing tengah berdiri di depan mejaku.   Lalu melanjutkan menyantap bakso milikku seperti orang tidak makan tiga hari.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 18, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hello Anna! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang