Tling
"Thanks, Kalian!"
"Gue sendirian."
"Hehe."
Setelah kopi pesanannya selesai dibuat, Rika kembali memantau laptopnya tanpa gerak. Hari ini kedai kopi langganannya yang dekat kampus agak sepi, yang biasanya dihuni ramai oleh teman-teman satu kelasnya Rika, mahasiswa-mahasiswa, sampai para Bad Mom yang menunggu anak-anak SD elit di seberang itu pulang, tapi kali ini hanya ada Rika di satu meja dan satu meja lainnya yang dihuni empat orang siswa berseragam SMP.
"Ngapain, Rik?" Barista kopi yang baru saja menyelesaikan pesanan Rika menghampiri, duduk di sebrang kursi Rika sembari mengambil korek yang tergeletak dan menyalakannya. Iseng membakar kertas note pesanan.
"Bau bakaran Kal, iseng amat dah." Ujar Rika tanpa melirik, yang diajak bicara membalas dengan kekehan. "Ini pada ke mana deh, sepi banget."
"Ya, temen-temen lu pada ke mana?"
Rika mengangkat sebelah alisnya berpikir, lalu melirik ke arah Lian. "Di rumah masing-masing, kali," seraya mengedikkan bahu.
Rika mencoba melepaskan fokusnya dari laptop, menerawang ke sekitar hingga terpaku pada 2 siswi dan 2 siswa di meja ujung, sedang merokok dan saling sender. "Duh, perasaan dulu SMP gua cupu abis. Berasa lagi liat video-video di Instagram."
"Jakarta keras," sahut Lian cepat.
Rika terkekeh geli, "Taunya sini juga keras." Lalu beralih menyulut rokok. "Bang Gerry mana, Kak? Gak keliatan." Setelah berkeliling pandang dan menyadari tak ada tanda-tanda kehadiran pemilik kedai kopi ini, Rika baru sadar bahwa kedai ini memang sedang benar-benar sepi. Apa karena masih terlalu pagi? "Perasaan udah jam 9."
"Karena hari Jumat kali, orang-orang jadi pada masih di rumah. Lu aja yang kerajinan jam segini tumben udah ada di sekitar kampus." Jawab Lian lancar.
Rika menatap datar Lian, cewek itu sebenarnya tidak begitu dekat dengan Lian, malah justru ini kali pertama mereka bicara berdua. Tapi tidak disangka, barista yang kena cap pendiam itu bisa bicara banyak yang memang tetap tanpa ekspresi mencolok.
"Ya ampun, ya ampun.. Lihatlah pria ini, betapa tidak perhatiannya padahal tiap hari gue dateng ke kampus pagi."
"Kalian, kopi susu yang biasa ya 2. Satu dingin satu panas." Belum sempat Lian menyahuti Rika, seorang perempuan yang tampaknya adalah mahasiswa langganan kedai itu datang memesan yang membuat Lian harus menahan sahutannya terlebih dahulu.
Lian hanya menyahut "Oke" sembari nyengir lebar yang tertuju pada Rika, sedang Rika masih dengan raut datarnya dan kepala menggeleng pelan. "Cih, gegara Rika tuh, orang-orang jadi manggil 'Kalian, Kalian' padahal kan Lian sendirian."
"Ooooo... Masa?" Jawab Rika dengan raut tak percaya yang dibuat-buat.
Lian tertawa sebentar, "Serius, lupaan lu ah."
"Eh, gue inget kok pas pertama kali manggil lu Kalian. Tapi gue kira banyak yang udah manggil lu kayak gitu duluan." Rika menghampiri meja bar, memain-mainkan toples biji kopi yang kemudian diambil alih oleh Lian untuk dipergunakan isinya.
"Itu elu yang pertama kali, hingga menyebar." Tukas Lian.
Rika mencoba mengingat-ingat, meski sudah ingat, namun ia hanya tersenyum menyepelekan yang seolah baru menyadarinya.
"Ey, Kal?"
"Hnn?"
"Lo SMA lulus tahun berapa, dah?"
"Kenapa?"
Lian mengembalikan toples biji kopi ke tempatnya, yang langsung kembali dimain-mainkan oleh Rika. "Nanya aja, kayaknya umur kita gak beda jauh soalnya."