10. Jangan Paksa Aku

321 9 0
                                    

Nara membuka matanya. Hal yang pertama kali dia lihat adalah wajah cemas Chanyeol. Nara mencoba bangun dari tempat tidurnya, namun kepalanya terus berdenyut.

"Kau sudah bangun?" tanya Chanyeol.

Nara merubah posisinya menjadi duduk. Dia memegangi kepalanya yang berdenyut.

"Oppa, mengapa aku tak bisa mengingat kejadian itu? Oppa tidak melihatku dipemakaman?" tanya Nara.

Jika benar Sulli itu adalah sepupunya, mengapa Nara tak bisa mengingat apapun tentangnya?

"Tidak." jawab Chanyeol.

Nara memghembuskan nafasnya kasar, "ini aneh, Oppa. Jika benar dia sepupuku, mengapa aku tak hadir di pemakamannya?"

"Mungkin saja kau memang sedang berhalangan hadir." balas Chanyeol. "Ah, aku ingin bertanya."

"Apa itu?"

"Kau ingat dimana pertama kali kau bertemu denganku?" tanya Chanyeol.

Nara terdiam sejenak, matanya berbinar ketika mendapat jawabannya. "Ah saat Oppa menabrakku di kampus. Saat itu Oppa sedang melakukan kunjungan dan aku sedang membawa banyak sekali buku sehingga tidak melihatmu. Oppa membantuku membawakan buku itu." Nara tersenyum manis mengingat kenangan itu. "Aku benar, 'kan, Oppa?"

Chanyeol terdiam. Tatapannya beralih pada Nara yang sedang tersenyum. Detik selanjutnya dia menganggukkan kepalanya, lalu tersenyum. "Benar, Nara."

---

Jongin memegang tangannya. Diinterogasi oleh Chanyeol membuatnya sedikit gugup. Dia takut salah menjawab.

"Kau temannya, bukan?" tanya Chanyeol. "Apa yang terjadi pada Nara?"

Jongin terdiam, kakinya dia gerakkan agar tidak terlihat gugup. Dia sudah berjanji pada keluarga Choi untuk menutupi hal ini rapat-rapat. Namun dia tak bisa sama sekali berbohong pada Chanyeol.

"Jongin?"

"Aku akan ceritakan. Namun jangan pernah ceritakan pada Nara. Kumohon, aku sudah berjanji pada keluarga Choi untuk melupakan hal ini." jawab Jongin.

"Baiklah, aku akan menutup rapat-rapat semuanya."

"Kecelakaan tiga tahun lalu yang merebut nyawa Sulli, penumpangnya bukan hanya Sulli. Namun ada Nara di sana." jelas Jongin.

"Nara?" tanya Chanyeol memastikan. Jongin menganggukkan kepalanya.

---

Malam ini tak ada suara di antara ketiga orang yang sedang makan di meja makan keluarga Park. Baik dari Chanyeol, Nara maupun Sehun diam membungkam dirinya. Hanya ada dentingan sendok dan garpu memecah keheningan.

"Nara aku ingin bicara."

"Ya, silahkan, Oppa." balas Nara.

Chanyeol menghembuskan nafasnya, matanya menatap Sehun yang sedang mengunyah nasinya.

"Aku selesai." Sehun meletakkan garpu dan sendoknya di atas pirinya. Dia berdiri lalu pergi meninggalkan Chanyeol dan Nara.

Duduk bersama dua orang tersebut membuatnya sesak.

"Kau ingat Sehun?" tanya Chanyeol.

"Tentu saja aku ingat, dia teman kampusku."

"Kau tak ingat dia pernah satu sekolah denganmu sebelum masuk kuliah?" tanya Chanyeol lagi.

"Benarkah? Aku tak mengingatnya." jawab Nara seraya meminun air putih.

"Kau punya buku tahunan bukan?"

"Buku tahunan? Tidak. Aku tidak ikut buat."

"Nara, kau---"

"Oppa hentikan!" Nara memejamkan matanya. "Kepalaku pusing sekali. Jangan paksa aku, Oppa. Sesulit apapun aku mencoba mengingatnya, tak ada ingatan di kepalaku sedikitpun. Aku lelah, Oppa."

Chanyeol memegang tangan Nara, "maaf, Nara. Aku tak bermaksud seperti ini."

Nara berdiri, berjalan meninggalkan Chanyeol sendiri. Dia berjalan menuju kamarnya, meninggalkan Chanyeol sendiri. Chanyeol terdiam, matanya memejam, kepalanya berdenyut hebat. Mengapa semua berhubungan satu sama lain?

Nara masuk ke dalam kamarnya. Kakinya berjalan menuju balkon kamar. Tangannya menyentuh besi dingin. Matanya menatap langit gelap tanpa bintang. Bulir kristal tumpah tanpa bisa Nara tahan lagi. Dia sudah mencoba mengingatnya, namun mengapa tak ada sedikitpun memori yang hinggap di kepalanya?

Nara memegang dadanya. Apa yang terjadi padanya tiga tahun yang lalu? Mengapa senua orang menutupi kebenaran darinya? Apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya? Siapa itu Sulli? Mengapa Sulli bisa meninggal?

Banyak sekali pertanyaan di otak Nara. Dia terdiam tanpa tahu kebenarannya. Tuhan, Nara hanya ingin kebenaran.

Nara terkejut ketika ada seseorang yang memeluknya dari belakang. Kedua tangan lelaki itu melingkar di pinggang Nara.

"Nara, maafkan aku. Aku janji tidak akan membahas ini lagi." Chanyeol menyembunyikan kepalanya di ceruk leher Nara.

"Oppa."

Nara membalikkan badannya, memeluk erat badan Chanyeol.

"Jangan paksa aku, Oppa." Nara menangis, "aku ingin sekali ingat. Namun sepertinya Tuhan menarik semua ingatanku, Oppa."

Chanyeol mengelus surai Nara, menciumi puncak kepala Nara beberapa kali.

"Maafkan aku, Sayang. Aku tak akan membahas ini lagi. Maafkan aku,"

"Oppa," panggil Nara. Nara menatap Chanyeol lekat, kedua tangannya masih setia melingkar di tubuh Chanyeol.

"Waeyo?"

Cup.

"Ayo buat lagi,"

"Buat anak?"

Nara menggeleng, "buat kue."

"Bagaimana jika kita membuat bayi dulu, baru membuat kue?" tanya Chanyeol. Sebelum Nara menjawab, Chanyeol lebih dulu mengecup bibir Nara. Melumatnya lembut penuh kasih sayang. Chanyeol mengangkat Nara. Tangan Nara  melingkar di leher Chanyeol, sedangkan kakinya melingkar di pinggang Chanyeol.

Chanyeol meletakkan Nara dengan sangat hati-hati, lalu mulai membuka bajunya. Nara sendiri tak menyiakan waktu. Dia membuka bajunya hingga tak tersisa sehelai benangpun.

Mereka kembali berciuman. Nara melenguh nikmat ketika jari-jari Chanyeol menyentuh vaginanya. Dua jari Chanyeol masuk ke dalam.

Nara memejamkan matanya, menikmati sentuhan suaminya.

Ini nikmatnya jika tidak dipaksa.

[...]

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 18, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

YOU JERK MR. OHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang