Empat

12 2 1
                                    


Happy reading 🎉

Jessy terbangun saat ponsel nya berdering. Tangannya meraba nakas dan mengangkat telfon tanpa melihat nama si penelepon.

"Hallo..!" Sapanya dengan suara serak khas bangun tidur

"Hallo jes! Lo baru bangun?"

"Iya! Ini siapa?" Tanya nya dengan terkantuk-kantuk

"Ini gue, calon pacar lo!" Terdengar kekehan di ujung sana

Jessy melihat nama penelpon, spontan saja terduduk kaget.

"Calon pacar ndasmu!"

"Becanda kali Jes! Jangan sensi mulu!"

"Kenapa lo telpon gue?"

"Gapapa gue cuma mau bilang selamat pagi. Calon pacar" tut..

Julian mematikan sambungan secara sepihak.

Aneh!?

Satu kata dari Jessy untuknya.

Tapi Jessy tak bisa berbohong dengan apa yang di rasakan nya sekarang. Jessy menaruh sedikit harapan dengan panggilan Julian tadi.

Seperti ada aliran listrik di dalam tubuhnya dan pipinya terasa panas. Gadis itu menggeleng untuk menghilangkan perasaan aneh pada dirinya.

"Lama-lama deket sama tu orang jantung gue bisa copot"

••••

Jessy berjalan menuju meja makan dan tidak menemukan makanan disana, hanya ada sebuah post it di atas pemanggang roti.

Tidak ada makanan apa-apa sayang! Maafkan papa, kamu beli saja di warung depan komplek tadi papa buru-buru ke kantor karna ada masalah yang harus di selesaikan.

"Ya, ya ya tidak apa-apa tuan super sibuk"

Jessy akhirnya pergi dengan berjalan kaki ke warung jaraknya tidak terlalu jauh.

Jessy hanya tinggal berdua dengan papa nya, ibunya sudah lama meninggal sejak dia berumur 10 tahun.

Mereka hanya punya waktu berdua di saat hari-hari libur tapi sang papa akhir-akhir ini lebih sering sibuk.

Alhasil Jessy tinggal dengan supir dan pembantunya tapi mereka sudah pulang kampung karna anaknya sakit.

Tanpa sadar dirinya sudah sampai tujuan.

"Mau beli apa neng?" Tanya ibu-ibu warung tersebut

"Gado-gado nya aja deh Bu satu!"

"Tunggu sebentar ya neng!" Jessy hanya mengangguk sebagai jawaban.

Gadis itu duduk di salah satu kursi kosong, selang beberapa menit ada orang yang baru saja datang, sebenarnya Jessy tidak ambil peduli tapi tatapan salah satu karyawan mengganggu nya.

"Maaf mbak ibu ini mau duduk" titahnya

Jessy mengangguk mengerti dan memberikan ibu-ibu itu bangku, dia kira ibu itu ingin makan disini ternyata sama saja di bungkus.

Akhirnya gadis itu memilih menunggu di samping ibu-ibu penjual.

"Tinggal di daerah ini juga neng?" Tanyanya

"Iya Bu!"

"Di rumah siapa?"

"Pak Chandra tau?" Ibu-ibu itu mengangguk lalu menatap ke arah Jessy.

"Udah berapa lama kerja disitu neng?" Jessy mengerutkan keningnya dalam "maksudnya?"

"Eneng pembantu baru kan disitu?" Oh jadi seperti itu. Jessy menahan tawanya tanpa tersinggung sedikitpun lalu menggeleng.

"Saya anaknya pak Chandra bu, bukan pembantunya!" Akunya dengan senyum lebar. "Mungkin karna saya ga pernah keluar jadi ibu gatau!"

Merasa malu, penjual tersebut mengambil sebuah kursi di belakang dan memberikan kepadanya.

Apa karena Jessy masih memakai piyama dan rambutnya yang diikat asal tanpa polesan bedak dan muka khas bangun tidur?

•••

Ditempat lain ada Julian yang sedang memikirkan banyak cara untuk mengajak Jessy jalan-jalan hari ini.

"Kalau dia gamau gimana?"

"Ah bodo amat! Yang penting usaha"

Tanpa pikir panjang Julian langsung menelpon Jessy berulangkali dan tak ada jawaban dari sana.

"Kenapa ga di angkat si? Apa dia pingsan terus ga ada orang di rumah, terus kejadian apa-apa sama dia?"

Julian keluar dengan terburu-buru melewati ruang keluarga, membawa motor dengan kecepatan tinggi, hanya butuh waktu kursng 10 menit untuk Julian sampai di rumah Jessy.

Menekan bel berulang kali, memanggil nama Jessy, Julian kini duduk di teras rumah Jessy. 

"Lo lagi ngapain sih?" Julian tersentak dan berbalik menatap Jessy yang berdiri di depannya, dengan piyama,rambut di ikat asal, tanpa polesan bedak dan dengan sendal jepit. 

"Gue lagi nanya, kenapa malah liatin gue sambil senyum-senyum? Lo lagi ngeledekin gue?"

"Gapapa, lo cantik. jalan yuk." Jessy menatap Julian dari atas sampai bawah.

"Lo udah sarapan?." Julian menggeleng.

"Yaudah lo duduk disini dulu, gue ambil piring bentar." Jessy masuk dan keluar dengan dua piring.

"Nih ambil." Jessy menyodorkan piring dan membagi gado-gado yang tadi dibeli.

"Kita makan disini?." Jessy mengangguk. "Bokap ga ada, kalau lo masuk bisa jadi fitnah,"

"Yaudah, tamat SMA kita nikah, biar terhindar dari fitnah." Jessy memukul kepala Julian dengan sendok.

"MIMPI LO KETINGGIAN, SELERA GE BUKAN LO!."

👽👽👽

Thank you. stay tone to next chapter

Sedikit pesan moral, kalau keluar rumah jangan lupa bedakan sama liptint ya reader.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 22, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Another DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang