5. Two words

14K 1.4K 40
                                    

Bahkan setelah bertahun-tahun berlalu, Rafisqi masih saja merasa kesulitan menyuarakan perasaannya sendiri. Menurutnya action still speak louder than words. Turun tangan secara langsung jauh lebih gampang, dibandingkan berusaha menyusun kata-kata yang layak untuk diucapkan.

Namun, entah kenapa belakangan ini dia mulai berpikir ulang mengenai prinsipnya yang satu itu.

Sepertinya terkadang kata-kata memang lebih mudah dimengerti.

Seandainya waktu itu Rafisqi terus terang bilang 'tidak suka' ketika melihat Naura menerima telepon dari pria lain, dia tidak perlu sampai mengambil tindakan ekstrim seperti melempar ponsel malang itu ke laut. Itu tindakan yang 100% impulsif. Dia sempat mendengar gadis itu menyebut-nyebut nama 'Dit' dan tentu saja pikirannya langsung melayang ke salah satu dari dua laki-laki yang sering ditemui Naura.

Apa salahnya langsung bilang tidak suka?

Dia jadi tidak perlu nekat menerjang laut, nyaris tenggelam terseret ombak dan menerima napas buatan yang sialnya terus menghantui pikirannya selama berhari-hari kemudian.

Malamnya juga. Jika saja Rafisqi bisa jujur mengatakan 'maaf' dan 'terima kasih' sambil menyerahkan minuman jahe secara baik-baik, insiden penamparan juga tidak akan terjadi. Lalu apa susahnya bilang 'selamat ulang tahun' secara terang-terangan? Rasanya menggelikan kalau teringat waktu yang dihabiskannya di toko aksesoris hanya untuk memilihkan gantungan ponsel yang mungkin disukai Naura.

Dan kebodohan Rafisqi tidak cukup sampai disitu. Kebenaran tentang cincin tunangan yang dikenakan Naura, alasannya memaksa gadis itu mengantarkan bekal ke kantor, dan arti terselubung dari keinginannya untuk mengantar-jemput. Semuanya dimaksudkan untuk menunjukkan betapa dia peduli pada gadis itu dan berharap bisa ada di dekatnya lebih lama.

Tapi apa?

Setelah semua "action" tersebut, Naura malah tetap memperlakukannya seperti biasa. Entah karena tunangannya itu memang punya penyakit tidak peka stadium akut atau karena kebenciannya pada Rafisqi jauh lebih besar dari perkiraan.

Hingga akhirnya Rafisqi memutuskan untuk melakukan sebuah lompatan besar. Dirinya di masa lalu pasti tidak akan menyangka pada akhirnya dia mengatakan dua kata tersebut secara sukarela.

Aku mencintaimu.

Dua kata yang bahkan tidak pernah sanggup dia ungkapkan pada cinta pertamanya.

Namun Rafisqi tidak mengerti.

Kenapa Naura malah menatapnya dengan sorot mata takut dan juga was-was? Seakan dua kata itu terlalu mengerikan untuk didengar dan terlalu menakutkan untuk diterima.

"... kau tahu kan, aku tidak punya perasaan seperti itu untukmu?"

Sedikit-banyak, Rafisqi sudah menduga akan mendapatkan tanggapan seperti itu. Terakhir dia ingat, Naura masih bilang membencinya. Akan sangat tidak masuk akal kalau gadis itu bisa berubah mencintainya begitu cepat. Bohong kalau dia bilang penolakan tersebut tidak menyakitinya, tapi bukankah ini baru permulaan? Naura salah besar kalau mengira Rafisqi akan mundur dan menyerah semudah itu.

Dengan status pertunangan yang masih mengikat mereka, bukankah tidak ada yang perlu dikhawatirkan? Gadis itu pasti akan balas mencintainya, cepat atau lambat.

Leah berkhianat karena Rafisqi tidak cukup gigih menunjukkan perasaannya sendiri. Dia tidak bisa memberikan waktu dan perhatian yang cukup, dan bahkan sampai akhir pun dia tetap tidak pernah mengatakan 'aku mencintaimu' secara langsung.

Kali ini Rafisqi tidak keberatan kalau harus mengatakan dua kata itu terang-terangan, sebanyak apa pun yang dibutuhkan. Naura tidak boleh menjadi Leah kedua. Akan dia pastikan tragedi delapan tahun lalu tidak terulang untuk yang kedua kalinya.

[End] Perfectly ImperfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang