Hai, namaku Leo. Aku adalah orang yang belum pernah pacaran dalam 19 tahun lebih hidupku. Namun, aku pernah merasakan yang namanya jatuh cinta, dan juga musuhnya sendiri—patah hati. Tulisan ini aku tulis 5 bulan yang lalu untuk diriku sendiri, masih tersimpan dalam laptop yang kupakai untuk menulis ini sekarang dan belum pernah kutunjukkan, apalagi kuceritakan kepada siapapun. Tulisan ini bukanlah sebuah cerita, melainkan apa yang ada dalam benak dan hatiku setelah hampir setahun lamanya patah hati. Tulisan ini adalah sebuah doa tulus dari lubuk hatiku yang terdalam.
Singkat saja, aku kenal dengannya sewaktu pertama kali duduk di bangku SMA. Kami sekelas waktu itu. Setahun kemudian, awal masuk kelas 11, entah mengapa aku mulai jatuh hati padanya. Entah berapa lama setelah itu, kami sering makan bersama di sekolah, dan selalu chatting-an setiap saat di luar sekolah. Mungkin, bisa dibilang, kami saling suka, tapi belum sampai ke tingkat berstatus, hanya sebatas lebih dari sekedar teman.
Waktu berjalan begitu cepat hingga beberapa tahun kemudian, pada tahun pertama kuliahku, Tuhan berkehendak lain. Hari itu dia bilang padaku, "Kita sahabatan aja ya. Kalau kita memang jodoh, pasti akan diketemukan Tuhan lagi kok suatu hari." Aku, yang saat itu telah terlanjur jatuh sangat dalam untuknya, mau tidak mau harus menerima perkataannya karena aku juga tahu itulah jalan yang terbaik. Aku yakin, saat itu dia juga tidak ingin mengakhiri, tapi apa daya, ada rintangan yang menghadang. Aku hancur sehancur-hancurnya. Belum pernah kulewati dan kurasakan patah hati sedahsyat itu. Jujur saja, aku sering menangis dalam kesendirianku, melamun dan mengeluh kepada Tuhan tentang itu.
Suatu hari, saat keadaan mulai membaik, saat aku mulai menerima kenyataan, aku memutuskan untuk menulis sebuah surat. Surat ini kusimpan untuk diriku sendiri dan tak akan pernah kusampaikan untuknya karena sungkan dan tak ingin mengganggu. Sebenarnya, file aslinya aku tulis dalam bahasa Inggris, tapi untuk memudahkan saja, kutulis ulang ke dalam bahasa Indonesia. Surat ini memakan waktu berminggu-minggu lamanya untuk ditulis. Entah berapa banyak tetesan air mata yang jatuh tanpa ada orang yang tahu.
Baiklah, kurasa kalian sudah cukup penasaran dengan isinya. Isinya tidak terlalu panjang, sangat pendek bahkan. Selamat membaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Puisi Hati
Non-FictionSebuah ungkapan hati, dari yang pernah merasakan apa itu patah hati.