4 | Snatch

246 32 1
                                    

Pertemuan mereka bisa dikatakan klise seperti sebagaimana tokoh utama menemukan pasangannya–hanya saja tidak ada keinginan untuk bunuh diri dan keduanya bukanlah seorang pasangan di lihat dari segi manapun. Hanya dua orang yang tidak sengaja di pertemukan bukan untuk hero gets a girl tapi lebih ke tujuan yang lebih mulia–Wonwoo ingin membuat Mingyu mengurungkan niatnya untuk bunuh diri tapi tentunya Mingyu tidak pernah tahu soal itu. Pria berkulit eksotis itu masih memikirkan bagaimana caranya untuk bunuh diri lebih dari apapun hanya saja ia selalu mengurungkan niatnya setiap kali Wonwoo pulang ke apartemen hanya dengan membawa tugas, beban dan kelelahan lainnya di samping mendengar suara false dari dinding sebelah. Ini gila ia pikir begitu tapi tidak ada yang bisa ia hentikan semudah mengatakan ;

“Wonwoo terima kasih telah menerimaku dan akan akan menjalankan niatku.”

Seperti sore itu Wonwoo kembali menemukan Mingyu berbaring di sofa apartemennya dengan keadaan shirtless–pria itu meneguk ludah dan berjalan menuju dapur tanpa diperdulikan sang tamu yang sudah berada di dalam apartemennya satu jam sebelumnya. Wonwoo enggan beramah-tamah dengan tamunya karena setelah ia memberikan sedikit tempat untuk Mingyu di apartemennya ia sudah berpikir tidak seharusnya seperti ini–Mingyu seharusnya tidak ada di sini dan Wonwoo sendiri tidak perlu repot-repot memikirkan pria itu jika ia berhasil bunuh diri. Lagi–pemikiran tentang bunuh diri itu selalu menghinggapinya setiap malam dan juga selalu pergi entah kemana saat Mingyu ada di jarak pandangnya. Wonwoo tidak tahu apa yang salah–pria itu atau dirinya sendiri.

Yang pasti Mingyu masih menunda keinginan bunuh diri sampai menemukan waktu yang tepat. Entah kapan—

Wonwoo menghembuskan nafas kasar dan berjalan menuju Mingyu yang tengah memejamkan matanya. Ia penasaran apa tujuan pria itu meminta untuk tinggal di apartemennya yang kecil ini–setiap kali ia bertanya jawaban yang ia dapatkan selalu asam jadi ia enggan bertanya pada akhirnya dan membiarkan Mingyu melakukan apa yang ia mau selama tidak melanggar privasi Wonwoo. Toh setelah Mingyu berhasil bunuh diri Wonwoo akan bisa melakukan pekerjaannya sesuka hati–tidak ada lagi pria yang menumpang tinggal sehingga alih-alih Mingyu yang membukakan pintu Wonwoo malah menemukan orang lain yang tidak berharap kehadiran tamu seperti dirinya saat ini. Mungkin kekasihnya atau istrinya kelak—

Tapi apa gunanya mengusir Mingyu saat pria itu mendadak tuli seperti sapi yang akan menemui ajalnya saat berdiri setengah meter dari jurang–Wonwoo hanya menunggu pria itu pulang sendiri.

“Kau sudah pulang?” tanya Mingyu tanpa membuka mata begitu Wonwoo duduk di samping kakinya. Tanpa ia sadari mata rubah itu menjelajahi setiap sisi tubuh Mingyu–oh lebih tepatnya garis-garis samar yang membentuk otot-otot pada tubuh pria itu. Wonwoo tidak habis pikir bagaimana pria seperti Mingyu ingin bunuh diri saat ia memiliki badan yang lumayan bagus dan juga jangan lupakan wajah tampan dan tubuh setinggi tiang–benar-benar mahakarya.

Mingyu membuka sedikit matanya. “Kau kelihatan lelah? Mau aku buatkan secangkir teh atau kopi? Mungkin juga kau lebih suka langsung mendapatkan makan malam?”

“Tidak usah repot-repot,” tolak Wonwoo yang telah mengambil tempat di kursi kosong lainnya. “Lagipula aku tidak lapar.”

“Ada sesuatu yang terjadi?” tanya Mingyu yang sebenarnya tidak akan peduli sekalipun ada kebakaran di fakultas psikologi yang menyebabkan banyak korban berjatuhan sekalipun atau hal-hal kecil seperti mendapatkan nilai D atau melihat gadis yang kau incar tengah menikmati makan siang berduaan dengan pria lain. Apapun itu Mingyu tidak peduli. Ia hanya ingin terlihat seperti orang yang memiliki sedikit perhatian kepada orang lain–ia hanya mencoba membuat Wonwoo merasa kehadirannya bukanlah sebuah parasit yang harus di singkirkan seperti debu di bahunya. Bagiamanapun Mingyu tidak tahu sampai kapan ia akan menginap di tempat Wonwoo dan merepotkan pria itu lebih jauh. Terhitung sudah satu pekan penuh Mingyu menjadi parasit bagi Wonwoo yang sepertinya tidak begitu memperdulikan apakah Mingyu membuat tagihan listrik dan airnya naik ataupun stock ramen instannya habis jadi dua kali lebih cepat.

“Hanya Dosen yang menyebalkan seperti biasanya,” sahut Wonwoo. “Bagaimana denganmu–ada sesuatu yang terjadi selama aku pergi?”

Mingyu mengangkat bahunya. “Hanya seorang pesan suara dari seorang gadis bernama Kim Sejeong. Kau mungkin bisa mengeceknya sendiri.”

Wonwoo tidak memperdulikan jika Mingyu membuka pesan suara pribadinya–toh itu bukan laporan dari anak buahnya yang mengatakan bahwa paket pengiriman mereka sudah tiba dan mereka akan bisa memasarkan. Yang walaupun pada kenyataannya Wonwoo tidak bergabung dengan pasar gelap dan tidak tahu menahu apa yang sebenarnya mereka lakukan, ia hanya teringat ulang novel yang baru selesai ia bacanya. Buku itu baru saja ia kembalian pada penjaga perpustakaan yang ketus dan tak ramah yang biasanya hanya Wonwoo pedulikan keberadaannya saat ia akan meminjam atau mengembalikan buku. Wonwoo masih sedikit tidak menyukai wanita paruh baya itu setelah menolak mentah-mentah keinginan Wonwoo untuk bekerja di perpustakaan padahal kenyataannya wanita itu sering kali kerepotan dan kewalahan dengan tugasnya yang dikerjakan seorang diri–Wonwoo terkadang mengikuti kebiasaan anak-anak lain yang meletakkan buku pada rak yang jauh dari rak aslinya membuat si penjaga perpustakaan seringkali mengertak dan menanyakan apakah Wonwoo masih mau bekerja di perpustakaan.

Tapi sayangnya pekerjaan freelance-nya untuk majalah yang membahas tentang olahraga, kecantikan dan tren terbaru bulan ini sudah cukup bagi Wonwoo dan sebagai tambahan Wonwoo bekerja pada kedai mie paman Oh pada hari Selasa, Kamis, Sabtu dan juga Minggu. Itu semua sudah cukup untuk membiayai kehidupan sehari-harinya dan ia tidak pelru repot-repot memikirkan tentang biaya kuliah berkat beasiswa yang diberikan oleh keluarga yang sudah ia anggap sebagai keluarga keduanya–keluarga Kim terlalu baik untuk menjadi kenyataan tapi mereka nyata dan buktinya ada pada kepala administrasi yang tidak pernah menanyakan uang kuliah Wonwoo yang tidak pernah ia bayar selama terdaftar menjadi mahasiswa. Kim Sejeong tampaknya menjadi salah satu media Wonwoo untuk membalas budi tapi sayangnya tidak semudah itu.

“Wonwoo aku tahu kau masih ada kelas tapi aku tidak bisa menghentikan diriku untuk tidak menelponmu sekarang. Temui aku di kedai mie paman Oh besok siang. Aku benar-benar merindukanmu.”

Itulah pesan suara yang Wonwoo dengar dan ia yakin bahwa Mingyu sudah mendengarnya–terhitung dua kali mungkin lebih.

“Pacarmu?” tanya Mingyu dan cukup menimbulkan kekecewaan pada Wonwoo tentang tubuh panas yang sudah di selimuti oleh kaus putih itu.

“Bukan,” Wonwoo menggeleng. “Dia–apa ya–adikku dari keluarga yang berbeda.”

“Tahu tidak?” Mingyu bergumam. “Sejeong itu sepupuku. Ayahnya adalah adik dari ayahku. Dan aku cukup mengenalnya untuk bisa mengatakan bahwa ia tergila-gila padamu.”

“Tahu dari mana?”

“Pernah satu waktu itu mengatakan bahwa ia ingin masuk ke universitas yang sama dengan seorang pria yang memiliki nilai yang memenuhi kualifikasi untuk masuk ke perguruan tinggi terbaik tapi sayangnya nilai yang ia dapatkan tidak begitu memuaskan hingga akhirnya ia akhirnya memilih mendirikan sebuah butik pakaian daripada melanjutkan kuliah,” jelas Mingyu. “Tampaknya Samchon begitu menyukaimu hingga dia membiayai pendidikanmu.”

Wonwoo mengangkat bahunya. “Hanya sebuah balas budi karena jika bukan karena nyawa Appa-ku pria itu tidak akan bisa bernafas saat ini dan mengantikam posisi Appa.”

Sedikit kemudian Mingyu menyadari bahwa ia tidak akan tahu apapun tentang Wonwoo meskipun Mingyu memutuskan untuk tinggal di apartemen Wonwoo hingga pria itu sendiri yang memintanya untuk pergi. Bagaimanapun mereka hanya dua orang asing yang di pertemukan oleh garis tipis takdir.
.
.
.
.
.
To be continued..

Let's Not Be Stranger | MeanieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang