Sore ini langit Bandung sedang tidak bersahabat, tampaknya sebentar lagi air hujan akan turun. Hal itu membuat Gilang kesal, pasalnya ia harus segera pulang karena bundanya yang sedang sakit.
Gilang memutuskan untuk menepikan motor ninja hitamnya di dekat halte, kalau kejadiannya begini lebih baik ia pulang lebih awal, pikirnya.
"Ck, pake hujan segala lagi" gerutunya
"Jangan kesel gitu dek, hujan itu berkah dari Tuhan" Gilang yang merasa disindir langsung menolehkan kepalanya ke sumber suara. "Gue gak ngomong sama lo" timpalnya acuh.
Dilihatnya pemuda berbalut kemeja rapih dengan masker hitam bertenger di hidungnya tetap diam. Masa bodo pikirnya kalau pemuda yang menyindirnya tadi tersingung kembali. Tampaknya hujan semakin deras, membuat Gilang semakin kesal.
Bunyi suara pemantik rokok itu serta asap yang semakin lama mengepul menemani Gilang di kala menunggu hujan reda. Gilang pikir merokok jadi pilihannya untuk meredakan kekesalannya sekaligus kegabutannya, Gilang juga masih tau diri untuk bergeser hingga ujung, lagi pula tidak terlalu banyak orang yang berteduh di sini.
"Zaman sekarang anak SMA udah bisa ngerokok ya" Untuk kesekian kali Gilang mengerutu kesal. "Sebenernya masalah lo sama gue apasih, ganggu banget" ucapnya sarkas yang hanya di balas gelengan oleh pemuda itu.
"Ga punya etika juga ternyata ngomong sama yang lebih tua kok kasar" rupanya Gilang sudah benar benar naik pitam pada orang yang mengusiknya.
Ia mulai mematikan rokoknya lalu menegakan badannya seraya menatap tajam kepada pemuda tadi. "Lo siapa sih, urusan banget lo sama hidup gue?" . Pemuda itu justru mengulurkan tangannya ke hadapan Gilang seperti ingin berjabat tangan dan seraya menurunkan maskernya hingga dagu. "Kenalin saya Ranaka Biru, dosen dari Universitas Padjajaran".
Mampus
Gilang kalah telak
Bukan, bukan karena pemuda itu dosen. Melainkan paras pemuda yang kelewat indah itu.
"Demi Tuhan, bidadari dari mana anjing" batinnya
Pemuda yang ternyata bernama Biru masih heran kenapa anak bocah di depannya ini diam saja.
Biru melambaikan tangan di depan wajah Gilang "Dek?"
"Dek?"
"Kamu denger saya kan?"
Sampai akhirnya
"COPET!" Teriak seorang wanita paruh baya yang langsung memecahkan lamunan Gilang dan menarik atensi orang orang di sekitar. "Mana bu copetnya?" Kata Gilang tak sabar.
"Udah jalan kesana mas. Dia naik motor, aduh gimana dong dompet saya" gerutu cemas ibu itu.
Lantas tak banyak buang waktu Gilang langsung menumpangi motornya, persetan dengan hujan. Ia harus menolong orang terlebih dahulu. Motornya membelah jalan Kota yang masih terguyur dengan hujan.
Gotcha
Tepat sekali, motor pencopet itu tepat ada di depannya. Gilang langsung menyalip motor keparat itu hingga terhenti dan hampir jatuh. Gilang turun dari motornya sambil melepas helm full facenya.
" Mau ngapain lo bocah? Mau jadi jagoan?" Ucap salah satu pencopet yang berbadan lebih besar darinya, tapi namanya juga Gilang tak ada gentarnya.
"Balikin dompetnya" ujarnya tenang
"Eh bocah, tau apa sih lo? Mending minggir deh" ucap yang satunya. "Banyak bacot lo berdua, balikin gak?!" Rupanya emosinya sudah mulai meluap.
"Boleh juga ni bocah nyalinya" ujar sang pencopet sambil tersenyum miring.
"BUGH!"
"BUGH!"
Dua bogem mentah dari Gilang yang membuat keduanya terkejut.
"Banyak bacot lo bangsat!" Emosi Gilang benar benar sudah meluap tak segan dia memberikan bogem bertubi tubi kepada si pencopet. Begitupun sebaliknya, setidaknya luka di wajahnya tidak membuat ketampananannya luntur.
Baku hantam mereka terhenti karena permohonan ampun dari sang pencopet dan warga warga yang sudah menghentikan aksinya, lagi pula Gilang sudah puas melihat dua keparat tersebut terbaring kesakitan.
-----
Gilang menepikan motornya kembali ke halte tadi, "Ini bu dompetnya, lain kali hati hati" ujarnya sambil memberikan dompet kepada si ibu tadi.
Wanita paruhbaya itu berucap senang "Haduh, aturnuhun kasep. Makasih banget ya" yang hanya di balas anggukan oleh Gilang.
Tanpa disadari, pemuda yang katanya bernama Biru itu memperhatikan Gilang dengan intens, dan tanpa disadari juga hujan sudah reda dari beberapa menit yang lalu. Gilang yang merasa hujan sudah reda langsung berjalan menuju motornya, sampai sebuah tangan kecil menahan lengannya. Gilang terkejut, ia langsung menolehkan kepalanya kebelakang dan
Sial
Itu Biru, si pria cantik tadi. Gilang menarik alisnya dan masih memasang cool face andalannya. "Apa?"
"Sebentar, duduk dulu" cicit Biru sambil melepaskan gengamannya pada lengan bocah SMA yang belum ia ketahui namanya.
"Ngapain? Gue buru buru" ujar Gilang. Biru menarik tangan Gilang agar mengikutinya untuk duduk di bangku halte yang sedari tadi kosong "Sebentar aja"
Gilang sedari tadi memperhatikan pergerakan pria manis di sampingnya. Biru mengeluarkan plester, tissue, dan air mineral yang biasa ia bawa.
"Maaf ya, ini sedikit perih" ucap Biru dengan ekspresi meringis sambil membersihkan luka di batang hidung Gilang.
Sial Gilang ambyar
Ia menekan lidahnya ke pipi sehingga membuat gembungan di pipi kirinya, entah menahan rasa sakit atau menetralkan rasa degub jantungnya yang terlampau cepat.