Cabut lah, biar tak kusut
____Aku tersenyum samar, telapak lebarnya mengusap rambut ku lembut.
Aku memeluknya, tak ingin melihatnya pergi lagi.
“Kamu kemana? Kamu kenapa? Kamu baik-baik aja kan?”
“Aku nggak kemana-mana, aku nggak kenapa-kenapa, aku baik-baik aja.”
“Tapi kamu buat aku nggak baik-baik aja, Na”
Dia melepaskan pelukan ku perlahan, menampung wajah ku di kesepuluh jari tangan panjangnya.
“Ambil baik nya saja. Tidak ada aku kamu jadi lebih fokus belajar, 'kan?”
Aku membantah, melepas paksa tangannya.
“Mana ada! Aku nggak fokus belajar, aku khawatir sama kamu! Aku jadi nggak semangat!”
Mata elangnya menatap ku lurus, membuat ku ciut seketika.
Auranya masih hangat, namun terlewat sedikit mengintimidasi.
“Ya Tuhan, kenapa begitu? Aku nggak pernah mengajari seperti itu, kamu nggak boleh malas belajar. Kamu khawatir kenapa? Pasti gara-gara Jeno.”
“Jeno bilang kamu nggak sekolah. Jeno bilang kamu nggak ada surat izin. Jeno bilang kamu nggak ada kabar.”
Jaemin mengetukkan jari telunjuknya di dagu, pose berpikir..
“Kamu ngapain sih!?”
“Pasti kamu kangen aku. Kasihan. Sini, peluk dulu.”
“Nggak mau peluk, ngambek!”
Laki-laki itu, mencium kening ku kilat.
Memerah.
“Susah. Tidak mau dipeluk berarti kamu minta dicium, ya? Jangan banyak memberi kode. Aku lambat paham, minta saja langsung. Seperti ini, Na, cium dong begitu, hehe.”
“Kok kamu genit sih?!”
“Ke kamu doang”
Cup.
“Naaa!!!?”
Mengangkat ku seperti karung beras, membawa ku ke dalam mobil. Mendudukkan ku, lantas menutup pintu, memutari kap depan lantas duduk di samping ku.
Melajukan mobil, singkat, mengantarku pulang, tidak menetap sekedar pamit, sibuk, katanya.
Baiklah, mungkin lelah.
____
“Percuma punya cewek banyak di rumah kalo nggak guna semua!”
Papa marah, si gadis tak menahu, berdiam.
“Dek, kamu kenapa sih nggak bisa kayak mbak mu? Nggak ada kuatnya sama sekali. Kalo nggak ikhlas nggak usah! Daripada dilakuin tapi nggak niat! Bisa-bisa kaki ini melayang di muka mu. Tch, nggak guna.”
Panas, panas, perih.
Gadis itu tetap memijat kaki papanya, mengusahakan sekuat tangannya. Tapi memang susah, memang gadis lemah.
“Anjing. Nggak guna, panggil bunda!”
Si gadis bergegas pergi, memanggil bunda.
Lantas keluar rumah, membawa telepon genggam. Ntah, kemana.
Gadis itu butuh Jaemin, Jaemin, Jaemin.
Tak tahan, meluncur tak tentu arah air mata bendungnya.
“Kamu susah dihubungi kenapa lagi..? Ntah aku yang berlebihan, atau memang kamu yang naik-turunin perasaan ku. T-tadi sore aku pikir kamu bakal selalu ada terus buat aku, Na. .”
Jaeeeeeeee Jeleeeeek calling
“. . .”
“H-hiks, udah diangkat bego cepet ngomong kek!?”
“Lo kenapa?”
“Ga”
“Lo nangis goblok”
“Ya terus kenapa kalo gue nangis?!”
“Cerita sama gue”
“Aahh, Jae. .”
“Lo dimana?”
“Di rumah”
“Pake babydoll warna abu-abu, rambut lo gerai kayak bocah ilang, sama sendal kebalik, am I right?”
“Iya”
“. . .”
“Lah anjing! Kok tau?!”
Dirasa ada yang memutar kepalanya seratus delapan puluh derajat. Hanya tampak dada bidang sempurna di depan pandangannya kini.
Sependek itu jika dibandingkan dengan pemuda Jung.
Jaehyun menarik si gadis, dibawanya ke dalam pelukan coklat panas.
Manis, dan, hangat.
“Andai jarak kita deket, gue bakal bawa lo ke tempat yang bisa bikin lo tenang.”
“Di. . mana. .?”
“TPU sounds good”
“Mata lo dua!”
“Tiga, kan gue temennya dajjal”
“Jae!”
“Ya canda sayang:(”
“Lo sekarang di sini, sama gue, bawa gue ke rooftop kek”
“Nggak, masalahnya kita jauh jarak, secara hati”
Si gadis terdiam dalam pelukan.
_________________________________________Buat Carrolinnie, Galenka, Kardelen, dan, ah, intinya kamu yang berharga di hidup saya selamat dua tahun ini. Terima kasih, ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
1 2 3, 4 u
Fanfictionteruntuk: Nona Legit Yang Membaca Aku mencintai mu. Tidak ada bantahan. penuh kasih, Jaehyun Jung __________...