"Maksudnya, dalam permainan ini gak ada aturan apapun. Dengan cara apapun itu jika salah satu di antara kita bisa mendekati cowok es itu, dia adalah pemenangnya" untuk kali ini penjelasan Tari dapat dimengerti, dan aku hanya mengangguk tanda mengerti.
"Gimana?... setuju?" Tanya Tari memastikan tawarannya
"Ok" dengan semangat aku menjawabnya.
****
Ku sudahi perdebatan kecil itu dengan pergi ke perpustakaan. Tadi saat bel istirahat dia mengajak ku ke kantin, Namun aku menolaknya dengan beralasan mencari buku Biologi untuk persiapan olimpiade Biologi nanti. Sebenarnya aku lelah dengan sikap ambisinya. Ambisinya yang buat kami berdua selalu berdebat bahkan karena hal sepele. Unfaedah. Aku saja masih ingat dengan perjanjian yang dibuatnya sendiri lalu kenapa dia sekarang seolah amnesia dengan apa yang sudah dijanjikannya.
Sekarang aku sudah berada di perpustakaan sekolah. Namun enggan cepat cepat mencari buku yang ku cari. Aku lebih memilih untuk berjalan jalan dahulu di perpustakaan. Seperti orang gila. Terserah. Lebih baik aku disini menenangkan diri karena jujur saja, aku masih kesal dengan Tari. Dia benar benar buat aku muak. Kalau bukan atas dasar pertemanan, aku tidak ingin terus begini. Terus memahami ambisinya. Itu sungguh melelahkan.
"Hai Lintang" tiba tiba saja seorang pria jangkung sudah berada disampingku dan menyapa dengan senyumnya yang mempesona
"Langit?" Seperti orang bodoh aku memandangi pria jangkung itu dengan lekat.
Apakah ini halusinasi ataukah aku kelelahan kemudian tertidur hingga bermimpi seperti ini?. Ayolah lintang, jangan kaya orang bego yang baru keluar dari rumah sakit jiwa. Benar. Mana mungkin mimpi. Kalau mimpi kapan tidurnya coba. Dasar bego.
"Hai lang" jawab ku kikuk
"Lagi cari buku apa?"
"Nyari buku Biologi lang" akhirnya aku bisa mengkondisikan diri ku.
"Bukan di sini tempatnya lintang" ujarnya dengan nada bercanda dan di iringi dengan senyumnya yang begitu menawan
Namanya Langit. Dia kelas 12 Ipa 1. Kapten tim basket sekolah, Tampan, keren, pinter. Bahkan paling pinter satu sekolah, sering ikut olimpiade matematika pula. Dan karena kelebihannya itu banyak perempuan yang mengaguminya. Ya salah satunya aku. Namun satu hal yang aku sukai dari langit dan tidak di sukai perempuan lain. Aku suka saat dia tertawa lepas dan tingkah usilnya yang membuat orang orang terdekatnya jengkel. Dia berbeda bagi ku. Di saat pria tampan lain kesana kemari menebar pesonanya, Langit lebih memilih untuk merendah diri. Di saat pria pintar yang lain berkutat dengan buku, catatan, dan kacamata, Langit lebih memilih untuk bersama dengan orang orang yang selalu menyapanya ramah. Dia benar benar berbeda dengan kebanyakan pria tampan yang seperti kebanyakan di negeri orange.
Kami berdua sedang berjalan berdampingan mencari buku yang ku cari. Sedikit aneh rasanya berjalan berdampingan dengan Langit. Namun ku lihat Langit begitu tenang dan biasa saja, terkadang Langit juga mengajak ku mengobrol dan bercanda. Hal ini juga yang ku suka dari Langit. Dia tahu bagaimana caranya mencairkan suasana saat lawan bicaranya bego mengobrol kaya aku.
"Nah, ini buku yang kamu cari" ujar langit menghentikan langkahnya dan mengambil satu buku dianatar banyak buku yang bertengger rapih di rak buku.
Aku menerima buku yang di berikan langit. Membuka lembar demi lembar buku itu meski aku tak membacanya. Aku ingin berada lama di sini. Menikmati kesunyian yang hangat ini bersama seseorang seperti langit.
"Makasih lang" Ku tampilkan senyum terbaik ku untuk berterima kasih pada langit, dan langit membalasnya dengan tersenyum dan menganggukan kepalanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Introvert Boy
Teen Fiction#MyStory 10 Oktober 2019 . . . . Kenapa aku harus terjebak dalam situasi rumit seperti ini? Apakah ini salah ku yang telah menerima tantangan itu? Ataukah salah dia yang membawa ku kedalam permainan rumit ini? Atau mungkin karena ambisi dan keegoisa...