Sayup-sayup terdengar suara kereta kuda mendekat.
“Itu pasti Papa,” kata Jisoo gembira. Ia berlari menuju jendela dan memperhatikan kereta keluarga mereka berhenti di depan pintu masuk Mangstone dari jendela di tingkat dua itu.
“Aku akan menyambut Papa,” Jisoo meninggalkan jendela.
“Tidak perlu,” Seokjin memberi saran, “Aku yakin Papa akan segera menuju tempat ini.”
Jisoo memperhatikan adiknya lekat-lekat. “Bagaimana kau tahu?”
“Paduka Raja memanggil Papa pagi-pagi itu sudah cukup menjelaskan ada sesuatu yang penting dan mendesak yang harus segera diselesaikan Papa,” jawab Seokjin, “Dan melihat ia pulang lebih awal dari biasanya, aku bisa menebak pasti terjadi sesuatu yang membuat Papa gelisah.”
“Kau benar,” Jisoo sependapat, “Tidak biasanya Papa pulang sepagi ini. Apakah ia tidak mampir ke Schewicvic seperti biasanya?”
“Aku yakin ia telah berkeluh kesah pada Earl Suho. Aku juga percaya Jane sudah mengetahui semuanya sebelum seorang dari kita mengetahuinya.”
“Ya,” Jisoo mendesah sedih, “Setiap kali Papa mempunyai masalah, orang pertama yang diajaknya berunding adalah Earl.”
“Apa yang bisa dilakukan oleh kita?” tanya Seokjin, “Kita tidaklah berpengalaman seperti Earl. Wawasan kita juga masih kalah dari Earl. Selain itu, mereka berdua adalah sahabat baik.”
“Menurutmu apakah Papa akan membicarakan panggilan Paduka pada kita?”
“Bukan kita,” Seokjin meralat, “Tetapi kau. Papa selalu dan selalu mempercayaimu.”
“Papa tidak seperti itu,” Jisoo membela ayahnya, “Ia tidak pernah berpikiran seperti itu.”
“Kenyataannya, ia lebih suka membicarakan masalahnya denganmu. Ia lebih mempercayai pendapatmu daripada aku.”
“Kau berpikir terlalu banyak,” ujar Jisoo.
“Tidak, aku mengatakan kenyataan,” sergah Seokjin.
Grand Duke muncul dengan wajah suramnya.
Seketika keduanya berdiam diri – menghentikan pertengkaran mereka yang baru saja dimulai.
“Aku perlu bicara.”
Seokjin berdiri, “Denganmu, Jisoo,” ia memotong.
“Tidak,” Grand Duke Sejin membenarkan dan ia menegaskan, “Aku perlu bicara denganmu, Seokjin.”
“Aku?” Seokjin tidak percaya.
“Sudah kukatakan, Papa juga mempercayaimu,” Jisoo tersenyum penuh arti. Ia pun berdiri, “Kurasa aku tidak diperlukan di tempat ini. Aku akan melihat bila makan malam sudah siap.”
“Terima kasih, Jisoo,” Grand Duke melihat putrinya yang tahu diri itu mengundurkan diri.
“Apa yang Papa ingin bicarakan denganku?” tanya Seokjin ingin tahu. Peristiwa apakah yang membuat Grand Duke lebih suka mencari pendapatnya daripada Jisoo, sang putri kesayangan yang dipercayainya itu.
Grand Duke menarik kursi ke depan Seokjin.
Seokjin memperhatikan kerutan-kerutan di dahi pria tua itu. Ia tahu sesuatu telah terjadi pagi ini di Istana. Sesuatu yang sangat penting telah membuat ayahnya terlihat kian tua.
“Apa pandanganmu tentang Taehyung?”
Seokjin tidak mengerti tujuan dari pertanyaan ini. Belum sempat ia menjawab pertanyaan itu ketika Grand Duke kembali berkata,

KAMU SEDANG MEMBACA
RATU PILIHAN REMAKE (TAENNIE)
FanfictionIni cuman remake ya kawan kawann... Original story by Sherls Astrella