Disebuah kota kecil di Indonesia. Kota yang terkenal memiliki benteng terbesar dunia yaitu baubau. Mungkin terdengar asing ditelinga tapi itulah nama kota kecil ini. Kota kelahiranku, disinilah kehidupanku dimulai. Masa kecil, bersekolah, kuliah sampai menikah lalu Pisah.
Namaku Liana sekarang berusia 24 tahun dengan kulit putih bersih dari ayah dan rambut panjang hitam bergelombang dari ibu. Aku jauh dari kata cantik dengan kepribadian membosankan.
Aku orangnya pendiam, sering gugup saat bertemu orang baru ataupun lama, tidak pandai memulai pembicaraan. Intinya aku membosankan. Saat sekolah aku hanya memiliki teman maksimal tiga orang, tidak perna lebih dari itu. Tapi, bukan berarti aku cupu. Tidak kok, tidak ada kaca mata dan tidak ada pakaian kebesaran. Big no.
Aku perna mencoba merubah kepribadian ini saat kuliah, namun lagi-lagi gagal. Jadi, aku hanya berfikir positif.
"Tak apa memiliki sedikit teman jika itu sudah cukup mengerti kamu. Sebaliknya untuk apa memiliki banyak teman jika hanya ada saat kalian happy"
Aku menyelesaikan kuliah S1-ku saat berumur 21 tahun tak lama kemudian keluarga besar menjodohkanku dengan seorang pria matang dengan pekerjaan mulia yaitu seorang guru SMA.
Awalnya aku senang melihat keluargaku begitu sangat bersyukur mendapat calon menantu dari keluarga baik-baik. Namun, tak dapat kumengerti bagian sudut hatiku meragu sesaat akan melangsungkan pernikahan ini.
"Apa aku melakukan hal yang benar?" Batinku bertanya. Aku ingin memberitahu ibu namun kulihat ia sedang tersenyum senang menyapa tamu yang hadir.
Sesaat kemudian, pernikahanpun dilangsungkan dengan senyum bahagia dibibir kedua keluarga mempelai. Mau tak mau akupun tersenyum syukur berfikir jika aku sudah berhasil menjadi anak yang baik, anak yang membanggakan. Namun, terjawab sudah semua keraguan dan keresahanku awalku.
Suamiku orang yang tidak memiliki syahwat pada wanita ditambah ia juga pemabuk. Aku menangis, meratap. Bertanya, salah siapa semua ini?.
Pernikahan kami hanya bertahan 9 bulan lamanya. Aku sudah mencoba bertahan dengan sikap buruknya. Namun ia melepaskanku dengan alasan aku terlalu egois dengan tidak menerima kekurangannya.
Aku sedih dengan pemikiran sempitnya, ia seorang pendidik namun kelakuannya tidak mencerminkan contoh yang baik.
Setelah perpisahan itu aku bertekad memulai semua dari awal lagi, menyimpan cerita lama menjadi sebuah kenangan. Membuka lembaran baru dengan merantau dikota besar Surabaya mengikuti sepupuku yang berkuliah disana.
Akankah aku berhasil menemukan kebahagian lagi? Semoga.
*******
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
LIANA
Adventure18 ++ Semuanya hanya tinggal kenangan, ia pergi setelah memberiku harapan tapi ia juga yang menghempas keras harapan itu. kenapa? kenapa aku menggenggam tangannya dengan erat saat aku tau pijakan kita sangatlah rapuh seperti cermin es yang membeku...