Biarkan aku mencintaimu atas nama Tuhan, yang tak sempat diucapkan lisan tatkala berjumpa. Yang tetap membisik namamu dalam doa-doa, hingga candra sampai enggan tuk sekedar mendengar, namun bumi tetap melangitkan harap. Agar kelak kita distaukan tuk bersimpuh dibawah nabastala malam yang sama..
-NagitaAisyah-
Biar ku tanyakan pada awan yang menggiring pergi mentari senja atas alasan mengapa senyumku mengembang meski tak ada sapa, dan jantungku berdegup lebih kencang saat tatap matanya tak sengaja menghujam, namun disana tak kunjung ku temukan jawabnya. Semuanya terasa sangat indah mengingat kita begitu dekat meski hanya dalam lingkungan yang sama. Hatiku bahagia meski hanya sekilas memandangmu diujung bangunan sana yang tak kan pernah menyadari atas kehadiranku yang diam-diam menaruh rasa padamu meski kita tak pernah sepatah katapun saling mengungkapkan bertegur sapa.
Saat ku berlari menghampiri awan kelabu yang perlahan menangis sendu, aku tanyakan rindu yang menggulum dalam dadaku dan juga harap agar segera bertemu di lain waktu, namun ternyata semuanya hanya angan semu. Karena aku dan kau tak ditakdirkan lahir dalam jaman yang sama, mencintaimu ku yakin bukanlah suatu kesalahan. Karena bagaimanapun bukankah cinta tak memandang usia, status, pangkat dan golongan? Meski kutahu, ini adalah hal terbodoh yang aku lakukan, karena mencintaimu berarti dengan gamblang aku mempercepat luka yang sengaja kuciptakan.
Dengan jujur kukatakan bahwa aku mencintaimu, namun tidak dengan logikaku. Hatiku menerimamu, namun tidak dengan keadaan. Perasaan ini salah, perasaan ini tak seharusnya ada. Aku dengan hidupku, dan kau dengan hidupmu. Aku berhak bahagia tanpa lagi membayang senyummu, dan aku juga berhak untuk tak merasakan rindu yang semakin menjerat kalbu. Tak seharusnya aku larut pada keadaan dimana aku menjadi bingung atas semuanya dan dengan lancang menyalahkan takdir yang ternyata tak mengijinkan aku untuk memberitahu seisi dunia bahwa aku berhak memiliki rasa yang tak bersalah ini kepadamu.
Hari itu, pada akhir bulan desember aku sengaja berdiri dibelakang gedung fakultas untuk menikmati hujan yang masih saja dengan deras menjatuhkan dirinya keras-keras. Beberapa mahasiswa masih sepertiku yang dengan setia menunggu reda yang entah kapan kan kunjung bersahabat dengan waktu yang kian bergulir memalam. Beberapa pintupun terlihat telah ditutup, suasana lenggang sepi dengan beberapa staf kebersihan mulai berkemas untuk pulang. Beberapa diantara mereka dengan berani melawan hujan dan membiarkan dirinya diguyur keagungan Tuhan yang satu ini. Tak ada yang sabar untuk segera pulang dan disambut malam dengan teh yang telah mengepul dirumah. Sepertinya hanya aku yang dengan santai menatap menengadahnya rerumputan diterpa segarnya hujan dan gemericik air yang mengalir berlomba berebut tempat. Aku menepi sejenak, menjulur dan merasakan tetesan hujan yang membasahi tanganku dengan ceria. Semilir anginpun tak ketinggalan, kerap kali ia menerpa kerudungku hingga beberapa kali aku harus membetulkannya. Tiba-tiba aku ingin menutup mataku dan menghirup aroma khas tanah dalam-dalam. Menikmati alunan melodi yang sangat menenangkan. Dimana tak semua orang paham dan tau bahkan tak menyadari bahwa ada pesan yang ingin disampaikan Tuhan didalam setiap tetesnya.
"Ekhem" dehaman seseorang membuatku terkejut dan lekas membuka mata
"Eh, bapak," sapaku salah tingkah
"Belum pulang? Hujan ya."
"I.. Iya pak. Takut sakit. Bapak kenapa belum pulang?"
"Tadi ada janji dengan mahasiswa, dia minta bimbingan"
Aku hanya mengangguk, menatap kembali hujan yang semakin saja deras tak memberi ampun meski keadaan telah berubah menjadi gelap gulita. Jelas tak ada bulan ataupun bintang-bintang yang menghias malam, yang ada hanya kabut tipis dingin dan sayup-sayup suara adzan menggema.
"Emh.. Kamu yang ada jadwal kelas bersama saya, bukan?"
"Iya pak. Benar" Aku tersenyum mengangguk
YOU ARE READING
Biarkan Aku Mencintaimu atas Nama Tuhan (End)
Storie d'amoreBiarkan aku mencintamu atas nama Tuhan, yang tak sempat diucapkan lisan tatkala berjumpa. Yang tetap membisik namamu dalam doa doa, hingga candra sampai enggan tuk sekedar mendengar, namun bumi tetap melangitkan harap. Agar kelak kita disatukan tuk...