"Kamu gimana , sih ? Nggak kreatif banget !" Sungut dissa melihat tingkah shaka yang sibuk menggambar bangunan bangun berwarna .
"Apaan , sih dis ? Lo bisa ngggak , sih , nggak mgomel ?" Balas shaka . Ia malas meladeni dissa yang yang tidak berhenti mengoceh .
"Kalau kamu bisa membuat sesuatu yang nggak aneh kayak ini , aku nggak akan ngomel !" Bentak dissa mengacungkan beberapa gambar shaka . Bibirnya di buat manyun suaranya sengaja di buat meninggi .dissa hanya senang mengerjai shaka bila cowok itu sedang serius mengerjakan tugas .
Shaka menghtentikan aktivitasnya . Bulu matanya yang lentik nyaris menyentuh alis saking berusaha membuat matanya melotot . "Dasar cewek ! Nggak bisa , ya kalo ngomel ? Ato lagi PMS ? .
Mendengar ucapan shaka , dissa hanya membisu tidak keluar suara dan malu sendiri dengan tingkahnya yang kadang tidak menggunakan otak , sesuka hati dan semaunya sendiri . Akhirnya dissa malu sendiri .
Sebulan sudah shaka dan dissa bersama sama mengerjakan tugas OSIS. Di bantu Nina , dissa sangat bersemangat mengisi Mading sekolah dengan berbagai artikel seputar kehidupan wanita . Puisi romantis yang membuat shaka menahan nafas karna saking kagetnya .
Yang tidak terlupakan oleh dissa yaitu ramalan zodiak . Dissa juga harus berjuang mempertahankan opininya dari shaka.
"Ramalan ini penting, Shaka! Kamu harus tahu bagaimana kondisi keuangan, asmara, dan kesehatanmu setiap hari" dengus Dissa, sebal.
Shaka menggeleng, tak percaya dan tak berdaya "Ya ampun, Dissa! Ap semua cewek kayak lo?"
"Setidaknya 99% kayak aku" balas Dissa tak mau kalah. Untuk kesekian kalinya, Shaka menarik napas. Bingung.
"Kenapa cewek selalu suka dengan hal hal absurd kayak gini sih?" Shaka mengacungkan selebaran berwarna warni dengan berbagai lambang, khas zodiak. "Yang ada disini itu nggak bener, Dis. Lo mau maunya di bohongi ramalan," lanjut Shaka dengan nada rendah. Terkadang, ia berpikir untuk tidak ikut campur dengan urusan Dissa, urusan cewek, daripada harus terjebak dalam tingkah anehnya.
Dissa ikut menarik napas. Sebulan bekerja sama dengan cowok berkulit cokelat itu membuat Dissa mengeluarkan tenaga lebih banyak dari biasanya. Tenaga untuk mempertahankan pendapat dan pengeluaran kalimat kalimat ampuh yang akhirnya membuat shaka mengalah.
Sebenarnya, ada rasa lain yang bercampur dengan lelah dan kesalnya. Sebuah rasa yang membuatnya betah berdebat dengan cowok itu. Sebenarnya, Dissa tidak menyukai debat, tetapi dengan Shaka, Dissa menyukainya. Bukan karena Shaka akhirnya mengalah padanya, hanya saja dissa senang mendengar suara berat Shaka. Yang paling disukai Dissa adalah wajah Shaka yang terlihat frustasi bila berdebat dengannya.
"Ramalan-ramalan itu ada benarnya, Shaka. Menurut zodiakku, hari ini aku akan berdebat dengan cowok aneh yang hobinya menggambar bangunan-bangunan tanpa warna" celetuk Dissa sambil membaca kertasnya.
"Maksud lo?" Shaka mengerutkan kening. Shaka benar benar tidak bisa menebak jalan pikir seorang wanita, terutama Dissa. Cewek bertubuh kecil yang selalu menghiasi kepalnya dengan benda-benda kecil berwarna terang.
"Kamu mau jadi arsitek, kan? Gambar buatanmu bagus, tapi sayang nya kamu galak. Makanya, aku nggak mau memujinya!" Dissa menjulurkan lidah, kemudian meninggalkan Shaka.
Shaka diam-diam ikut tersenyum, samar.
Dasar cewek aneh! Udah manja, kekanak-kanakan, bawel pula. Tapi, kalo gk ada dia, apa yang harus gue lakukan dengan mading itu? Shaka terus mengambangkan senyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
something
Teen Fiction" ketemu dengan pacar itu hanya satu dari banyak cara untuk mencintai . lo belajar deh ama yang LDR-an , mereka bertahan karena saling percaya . kunci suatu hubungan bukan seberapa sering mereka bertemu , tapi seberapa banyak kepercayaan yang mereka...