Part 5 - Kekasih Pria Tua

2.8K 220 29
                                    

Happy reading ❤️
Komen kalo ada typo ya, biar segera diperbaiki ^_^

Reihan meletakkan Dania pelan di atas ranjang. Kemudian ia meraih sebuah bantal untuk menyangga kaki gadis itu.

"Aku bisa sendiri,"

"Jangan membantah. Hanya dengan mengucapkan kata 'tolong' dan orang lain membantu kamu, tidak akan membuat kamu terlihat lemah." Jawab Reihan membungkam Dania.

"Kalau kamu merasa tidak kuat kamu bisa berbagi dengan orang lain. Jangan menyimpan kesedihan kamu seorang diri. Saya siap mendengarkan semua." Sambung Reihan.

Dania menatap Reihan dengan tatapan tak terbaca. Rasanya seperti ada beban berat yang menghimpit dadanya. Setiap kalimat yang dilontarkan pria itu seperti pukulan yang menembus jantungnya.

Semua yang dikatakan Reihan benar. Selama ini ia terlalu menyimpan semua lukanya sendiri. Ia tidak ingin orang lain menganggap dirinya lemah, meskipun sebenarnya ia sangat rapuh.

Matanya sudah terlapisi dengan lapisan bening yang siap jatuh saat itu juga tapi berusaha ditahan oleh Dania. Biar bagaimanapun ia tidak ingin menangis di depan Reihan yang bahkan sampai detik ini masih ia anggap sebagai musuhnya. Tidak untuk kedua kalinya. Cukup sekian waktu itu ia menangis di depan pria itu, ia tidak akan mengulangi lagi.

Ia menganggap Reihan musuh karena sedikit banyak pria itu sudah memasuki hidupnya. Memasuki zona terlarang yang selama ini ia simpan sendiri. Bahkan dengan mudahnya pria itu mengambil kendali atas dirinya. Dan ia benci itu.

Pasti akan sangat memalukan jika ia terlihat cengeng di depan pria tua itu.
Memang bukan Dania jika egonya tidak setinggi langit. Bukan Dania jika keras kepalanya tidak sekeras ubin lantai.

"Ck, siapa yang menyimpan luka? Sotoy banget sih!"

"Bisa tidak sekali saja jangan keras kepala?"

"Aku nggak keras kepala. Om aja yang sotoy banget sok-sok an tau isi hati orang. Berasa jadi Limbad ya? Atau udah ganti profesi jadi mbah dukun?" Cibir Dania.

"Saya berusaha memahami kamu. Saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang sudah kamu beri."

"Kapan aku kasih om kesempatan?"

"Kamu lupa? Apa benturan di kepala kamu sangat parah? Bukannya kamu tadi mengangguk saat saya meminta kesempatan?"

"Kapan? Om ngaco deh!"

Wajah Reihan merah padam. Rasanya kepalanya mau pecah menghadapi remaja labil seperti Dania. Bagaimana bisa ia jatuh cinta pada bocah seperti Dania? Ingin sekali ia protes dengan hatinya sendiri. Apa mungkin saat itu hatinya sedang khilaf?
Kemana Reihan yang dulu selalu mengencani wanita cantik dan dewasa? Kemana Reihan yang dulu hanya berkedip mampu membuat wanita berlutut di depannya? Kemana Reihan yang dulu selalu dipuja oleh para wanita? Kemana Reihan yang dulu tidak pernah ditolak oleh wanita? Mungkin Reihan yang itu sudah lenyap ditelan bunyi menyisakan Reihan yang kini menatap Dania dengan tatapan putus asa.

Tidak. Tentu saja ia belum menyerah mendapatkan hati gadis itu. Lebih tepatnya ia tidak akan menyerah. Hanya saja kepalanya saat ini sangat panas. Ia tidak tahu lagi bagaimana menghadapi gadis itu. Dengan cara apalagi agar Dania mau menerima dirinya?

Reihan menghembuskan nafas kasar.
"Saya pusing-"

"Minum obat dong." Sahut Dania memotong ucapan pria itu.

"Ck." Reihan berdecak kesal.

"Kenapa? Saya salah?" Tanya Dania dengan wajah yang menurut Reihan sangat menyebalkan.

"Iya. Kamu salah menganggap saya akan menyerah karena sikap ajaib kamu ini. Kamu salah jika mengira saya akan menyerah karena kamu menolak saya." Jawab Reihan mendekatkan wajahnya pada Dania.

DARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang