Bab 4. Tipe Cowokmu

605 75 9
                                    

Sejak aku menyimpan kontak Shani, hubungan kami menjadi lebih dekat. Bukan hubungan yang muluk-muluk, kami akhirnya berteman dan bukan sekedar hubungan bos-karyawan saja. Kadang Shani meminta ku untuk menemaninya makan siang diluar. Katanya seru mengobrol denganku. Selain membicarakan pekerjaan kami juga mengobrol tentang pribadi masing-masing. Kami juga sering bertukar pesan singkat, tak jarang Shani menggunakan namaku sebagai alasan untuk menghindari Mario. Aku sih oke-oke saja, tapi Mario mulai berulah dan hobi menceramahiku didepan karyawan lain seperti apa yang dulu dia lakukan pada bang Boby.

Hari ini hari libur. Aku sebagai kaum rebahan twatter memutuskan untuk tiduran sampai puas. Tapi rupanya tidak bisa.

Ci Shani: Nanti sibuk nggak?

Aku melihat pesan singkat yang dikirim oleh Shani. Dengan segera aku membalas

Sam Gracio: Engga kok ci. Kenapa?

Ci Shani: Aku lagi pingin cari referensi. Mau temenin aku jalan?

MAU DONG, BEB!


Kami janjian untuk pergi jam empat sore. Shani akan menjemputku ke rumah dan aku sudah sangat siap untuk jalan. Walaupun cuma untuk mencari referensi tak apa, asal yang bahagia lebih banyak. Ngomong-ngomong sering banget ya aku menggunakan kata itu.. tak apa deh, asal yang bahagia lebih banyak. WKWK

Tak lama terlihat mobil putih Shani berhenti didepan rumah. Aku keluar lalu mengunci pintu. Shani membuka kaca jendela, senyum menghiasi wajahnya yang cantik. Hari ini dia menggunakan kaos dan rambut yang biasa tergerai bebas itu dibalut dengan topi baseball hitam. Kesan tomboy sedikit tampak padanya hari ini.

"Nyasar gak tadi?" tanyaku berbasa-basi

"Enggak kok. Tapi aku bingung nih," jawabnya "Aku lupa kalau hari ini genap, mobilku genap soalnya. Nanti bakalan lewat bundaran HI"

Aku berpikir sejenak, "Naik motor mau gak?" ragu-ragu aku bertanya

"Boleh" sahut Shani antusias

Kami memutuskan untuk mengendarai motorku. Untungnya aku punya dua helm. Shani mengambil jaket biru navy serta tas punggung kecil dari dalam mobilnya. Dia agak kesusahan memakai helm karena tidak bisa memasangkan kaitannya. Aku mendekati Shani dan membantunya. Shani tersenyum canggung berterimakasih. Modus dikit deh dede Cio. Hehe

"Sesuai aplikasi ya, Mbak" kataku sambil menirukan abang gojek. Shani tertawa seraya mencubit perut kanan ku. Untung agak buncit jadi bisa dicubit-cubit.

Kami berkendara melewati jalan raya dan selama perjalanan Shani mengajakku ngobrol soal referensi-referensi tempat hits dan lain-lain. Sesekali Shani menggenggam jaketku saat akan berbelok atau berhenti. Pinginnya sih ngerem mendadak, tapi nanti kebablasan. Kami berhenti disalah satu cafe tengah kota yang tidak terlalu ramai. Cafe ini dikelilingi banyak tanaman, terlihat teduh dan nyaman.

Shani bilang dia hanya ingin melihat lokasinya dan kalau memang bagus untuk diulas, maka dia akan meminta tim untuk mencari informasi dan menulisnya didalam majalah. Kami duduk dibangku samping jendela. Shani suka duduk dipinggir ruangan, katanya dia bisa menikmati suasana cafe seperti sekarang

"Kamu mau pesen apa?" tanyanya

"Ice tea aja"

Shani berdiri dan berjalan menuju kasir untuk memesan. Dia kembali setelahnya lalu duduk sambil melihat interior Cafe dengan seksama.

"Kamu suka banget ice tea ya?" kata Shani tanpa melihat kearahku

"Es teh jumbo yang bener"

Shani tertawa lalu menaruh topi yang tadi dipakainya saat masuk kedalam Cafe.

Menuju Kepala TigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang