Bab 5. Tanda-tanda Cemburu

642 68 9
                                    

Hari ini aku berhasil tidak menyentuh rokok sama sekali. Ucapan Shani tiga hari lalu membuatku terpacu untuk menghentikan aktifitas tak sehat itu. Meski baru tiga hari dan aku tidak yakin seberapa aku bisa bertahan, namun aku ingin, sekali saja dalam hidupku, aku berjuang memperbaiki diri. Dipikir-pikir sejak kehadiran Shani, aku mulai berubah kearah yang lebih positif. Tidak banyak, cuma lebih wangi, mandi dua kali sehari, gosok gigi sebelum tidur, dan berkaca untuk sekedar merapikan rambut.

Setelah insiden pecel lele kemarin kami menjadi lebih intens berkirim pesan. Kadang aku yang memulai obrolan dengan "Pagi", "Siang", "Malam", "Jangan lupa makan ya hehehe". Kadang juga Shani yang selalu mengirim stiker seekor anjing mengintip untuk memulai obrolan kami. Lucu sih, kayak anak abg baru lahir.

Aku merapikan meja kerja ku lalu bergegas keluar ruangan. Kantor sudah sepi karena sudah jam delapan malam, hanya ada aku dan bang Boby saja didalam kantor. Aku berjalan menuju lift namun terlihat seseorang sedang bersandar di dinding sambil memainkan handphone. Rambutnya yang panjang terurai menutupi bahunya yang diselimuti blazer biru muda. Dia menoleh kearahku, senyum manis tersungging dibibirnya membuat jantungku berdegup kencang

"Hai" sapanya

Shani melambaikan tangan pelan. Aku menghampirinya lalu menekan tombol turun, "Kok belum pulang, Ci?"

"Nungguin kamu"

"Ah yang bener" jawabku sok asik padahal hati ikikikik

Shani tertawa pelan. Kami masuk kedalam lift. Shani berdiri tepat disampingku, namun tiba-tiba kepalanya bersandar pada pundakku. Aku hanya bisa diam mematung, berharap suara detak jantungku tidak terdengar oleh Shani.

"Makan yuk, Ge" ajaknya tanpa menyadari betapa kakunya diriku ini.

"Mau makan apa?"

"Hmm.." Shani bergumam pelan tapi terdengar manja ditelingaku, "Sate taichan yuk!"

Dengan senang hati aku mengiyakan, padahal yang penting makan sama CiciCani.

Kami berjalan menuju parkiran, namun Shani menggandeng lenganku. Aku diam membiarkan. Kita tidak sedang berada didalam hubungan yang mesra atau sejenisnya, tapi perlakuan Shani ini.. Ah, tahan Cio! Jangan baper! Mungkin Ci Shani cuma pingin manjah manjah aja

"Mobil cici dimana?" tanyaku bingung karena tidak terlihat mobil Shani di parkiran.

"Aku gak bawa mobil"

"Lah, terus?"

"Boncengin" jawabnya polos. Aku melongo menatap Shani dengan wajah polos dan berucap begitu manja. Shani, apakah kamu.. ketempelan setan? Setan apa yang selucu ini? Pusink

"Ta.. tapi aku gak bawa helm" jawabku gugup alias salting.

"Aku bawa kok! Aku nitip di satpam" Shani mendorongku untuk bergegas menaiki motor, "Yuk!" ajaknya setelah aku menyalakan motor

------------

"Kok udah siap banget bawa helm" tanyaku seraya mengambil satu tusuk sate dan menyuapkan kedalam mulutku.

Shani tersenyum, "Biar pulangnya bisa bareng kamu"

"Cici gak bilang dulu, kan aku bisa pulang lebih cepet" aku menyesal karena tidak tau kalau Shani menungguku, dan mungkin dia sudah menunggu cukup lama. Lagi-lagi Shani hanya tersenyum, "Aku emang sengaja gak bilang biar kamu bisa fokus lembur"

"Ya tapi kan kasian Cici"

"Gak pa-pa, Ge" katanya sambil melahap sate, "Lagian tadi aku nyari beberapa refrensi topik di tabloid lama. Jadi nggak kerasa kalau udah malem"

Menuju Kepala TigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang