2. Scenery

406 21 1
                                    

"Bagaimana jika kita makan siang bersama setelah ini ?" Tanya Fahira sambilmerapikan buku di gendongannya. Mereka baru saja keluar dari kelas. Dua jam mata kuliah benar-benar menguras tenaga dan semangatnya.

Jinan mengalihkan perhatiannya dari ponselnya pada sahabatnya itu. Ia tampak berpikir sebentar.

"Makan apa ? Dimana ?" Jinan sedikit pemilih dengan makanan dan tempat dimana mereka akan makan. Maklum saja mengingat dirumahnya dia selalu disediakan makanan oleh chef yang sudah bersertifikat chef hotel berbintang.

"Hey, apa kau tahu ibu Ha Na membuka sebuah restoran makanan khas Korea ?"

Jinan mengerenyitkan dahinya, dari ditu Fahira sudah tahu jika temannya ini baru saja mendengar tentang ini.

"Ayo kita datang ke sana dan memberi kejutan padanya" ajak Fahira dengan wajah sumringah.

"Dan minta makanan gratisan" Jinan menaik-turunkan alisnya.

Ayolah, siapa yang tidak suka makanan gratis, walaupun Jinan termasuk salah satu Putri di kota maju ini, ia juga sangat menyukainya.

Di tengah candaan mereka, Jinan melihat Zlev yang baru saja keluar dari lift dan berjalan ke arah mereka.

Saat berpapasan dengannya, Zlev hanya tersenyum padanya tanpa menyapanya seeprti biasanya, Jinan pun membalasnya dan melambaikan tangan padanya. Zlev pun melewatinya tanpa sepatah katapun.

Jinan sadar, setelah sebulan kepergian ayahnya, Zlev menjadi lebih pendiam dari dirinya yang dulu gadis ceria.

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

"Bagaimana ? Kau menyukainya ?"

"Aku yakin tidak ada rasa makanan sefantantis ini, dan aku bersyukur aku memiliki kokinya" Hamdan tersenyum sangat pada istri kecintaannya.

"Dan ku rasa tidak ada gula yang bisa mengalahkan manisnya kata-katamu" Humaira membalas tak kalah sengit dari rayuan Hamdan.

"Benar. Jadi sekarang aku sangat mengerti kenapa Baba sangat lengket dengan mama. Makanan buatan mama ter da best" Ayyas mengacungkan jempolnya setuju dengan perkataan ayahnya.

Humaira menopangkan dagunya pada punggung tangannya dan melihat mereka berdua bergantian.

"Kalian benar-benar ayah dan anak"

"Tentu saja, kau pikir dari mana dia mendapat wajah tampan itu" jawab Hamdan bangga.

"Iya ma, dari mana aku mendapat pelajaran kata-kata manis ini kalau bukan dari baba" jawah Ayyas santai sambil tersenyum polos.

"Nah itu yang ku maksud" kata Humaira.

Hamdan menjitak kepala puteranya sampai Ayyas meringis kesakitan. Ia menatap anaknya itu dengan tatapan tajam.

"Kalau kau bosan menjadi Putera Mahkota bilang saja. Adik-adikmu pasti siap menggantikanmu" ancam Hamdan.

Ayyas langsung lupa dengan rasa sakitnya dan langsung meminta maaf pada ayahnya itu.

"Maaf, baba. Tapi aku sudah sangat cocok dengan gelar ini" katanya dengan percaya diri.

Hamdan hanya memutar matanya malas. Bagaimana bisa dia mempunyai anak jahil dan dengan tingkat kepercayaan diri diatas rata-rata ini. Walaupun dia akui Ayyas cukup kompeten dan terus berkembang lebih baik setiap saatnya.

Hanya satu mungkin kekurangan puteranya ini, mungkin satu, dia tidak setia.

Bagaimana dia tahu ? Entah sudah berapa pejabat dan kerabat yang datang padanya mengeluhkan Ayyas yang melukai hati puteri mereka. 

HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang