[3] Peduli

95 5 0
                                    


Retta menggenggam erat tali sling bag yang tersampir. Sorot matanya tak lepas dari sang Papah yang sedang dibukakan pintu mobil oleh Gio—asisten pribadi Papah yang sudah seperti kakak baginya. Kedua sudut bibirnya tertarik pelan, senang rasanya melihat Papah meski terpaut jarak beberapa meter. Dan satu hal yang melegakan baginya, melihat Papah sehat di tengah kesibukannya dalam pekerjaan.

Sebelum mobil Papah melaju, Retta bergegas menghampiri Papah. Kesempatan emas ada di hadapannya, dan dia enggan melewatkannya begitu saja.

"Papah!" seru Retta, berharap Papah dan Gio menyadari keberadaannya.

Langkah Retta tiba-tiba terhenti. Helaan napas kasar lolos dari bibirnya. Kedua bola matanya memancarkan sorot kekecewaan. Bisa-bisanya Papah malah menghambur masuk ke mobil, dan Gio beralih ke kursi pengemudi. Melajukan mobil, seolah tak mendengar seruannya.

"Mas Gio sialan!" umpat Retta spontan.

Gio nampak sengaja tidak memberinya kesempatan untuk bertemu Papah. Padahal suaranya memanggil sang Papah tadi cukup lantang, harusnya Gio mendengar.

Retta tidak berusaha mengejar, dia hanya menatap nyalang mobil yang Gio kendarai tersebut melaju sampai keluar dari pelataran kantor. Kenapa? Karena dia tidak ingin menciptakan drama dan menarik perhatian orang-orang di kantor Papah. Kerenggangan yang terjadi antara dirinya dengan Papah, cukup diketahui oleh orang-orang terdekatnya saja.

Sekalipun Retta sempat mengumpat.

"Are you okay?"

Retta beralih menatap ke sang empunya suara. Ternyata Kevin belum pergi, itu artinya laki-laki itu melihat kemalangannya tadi. Padahal dia sudah meminta Kevin untuk langsung pulang begitu mengantarnya, karena Kevin harus ikut futsal nanti malam.

Deheman singkat dari Retta keluar sebagai jawaban.

Retta berbohong, itu yang Kevin simpulkan begitu Retta merespons. Rasa penasaran akan Retta tiba-tiba menyelimuti benak Kevin. Setaunya keluarga Retta adalah keluarga yang harmonis. Selama menjalin hubungan, Retta hampir tidak pernah menyinggung tentang keluarganya sendiri. Gadis itu justru lebih antusias bertanya tentang keluarganya.

Setiapkali menjemput atau mengantar Retta pun, Kevin tidak pernah bertemu orang tua Retta.

Sebenarnya seperti apa hubungan Retta dengan kedua orang tuanya, terutama sang Ayah. Kenapa pria paruh baya yang Retta panggil Papah itu, bergegas masuk ke mobil begitu Retta melangkah untuk menghampiri. Seorang laki-laki yang sepertinya orang kepercayaan pria tersebut juga tiba-tiba melajukan mobil.

Aturan kalau hubungan Retta dan Ayahnya baik, harusnya mereka senang bukan untuk saling bertemu.

Kevin merasa ada sesuatu yang aneh dalam dirinya. Mengapa baru sekarang dia mempertanyakan hal tersebut? Sekalipun rasa penasarannya terjawab, apa dia akan tetap berada di sisi Retta? Melindungi gadis itu setelah dia menyakiti perasaannya.

"Nggak perlu merasa kasihan ke gue. l'm okay, Vin."

Jujur Retta tidak suka merasa dikasihani oleh orang lain. Kevin bukan lagi termasuk orang-orang terdekatnya, namun justru laki-laki itu malah menyaksikannya secara langsung. Entah apa yang Kevin pikirkan, tapi pasti ada beberapa hal yang menjadi pertanyaan laki-laki itu terhadapnya.

ClarettaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang