VI

505 72 2
                                    

"Jiminie lolos audisi. Katanya, Jiminie akan menyanyikan lagu yang sudah di buat oleh Agust D-nim."

Suara cempreng Jimin terdengar berujar dengan bahagia dan sangat antusias di sebrang telepon. Seulgi dan Nenek Park yang mendengar kabar gembira itu pun tak kalah bahagianya dengan Jimin.

Saking bahagia dan tidak percayanya, Seulgi bahkan terus berkata 'benarkah?' Atau 'Jiminie tidak bohongkan?'. Jimin yang mendengarkannya dari sebrang telepon saja sampai merasa jengah mendengar pertanyaan Seulgi yang terus berulang-ulang.

"Jiminie sungguhan kan?"

"Iya Seulgi.. Jiminie bersungguh-sungguh. Besok Jiminie akan mulai mendengar lagu yang akan Jiminie nyanyikan."

"Wow.. itu keren sekali. Besok aku juga akan menyebarkan berita ke sekolah tentang lolosnya kau di audisi, Jiminie."

"Tidak perlu. biar jadi kejutan untuk semuanya saja saat wajah Jiminie tiba-tiba muncul di televisi, hehehe.."

Seulgi menggelengkan kepalanya mendengarkan ucapan Jimin, begitu juga dengan Nenek Park.

"Ah iya, Jiminie tutup dulu ya. Jiminie mau membeli bahan makanan dan memasak, lapar sekali rasanya."

"Baiklah, Jiminie baik-baik ya disana."

"Oh.., siap Halmeoni."

PIP!

Sambungan telepon terputus. senyuman Nenek Park sama sekali tidak bisa ia tahan. Rasa bangga langsung menguasai hatinya ketika ia tahu, Jimin melangkah semakin dekat dengan cita-citanya. Sekali pun masih ada sedikit rasa tidak rela yang tersimpan. Karena Nenek Park tau dengan pasti, ketika Jimin sudah menjadi artis, maka pemuda manis berusia tujuh belas tahun itu akan jarang pulang ke Busan dan akan jarang bertemu dengannya.

Disisi lain, Seulgi juga merasakan kebahagiaan yang tak kalah besarnya dengan Nenek Park. Meskipun ia baru mengenal Jimin saat duduk di bangku menengah pertama, tapi ia sudah menganggap Jimin sebagai saudara. Dan sebagai saudara, maka ia harus ikut bahagia jika saudaranya juga bahagia kan.

"Tapi Seulgi-ah, Halmeoni masih tidak bisa melepaskan Jiminie sepenuhnya untuk menjadi artis." Ujar Nenek Park sembari menatap Seulgi dengan pandangan cemas yang sangat ketara.

Seulgi tersenyum. Ia menggeser duduknya sedikit lebih dekat ke arah Nenek Park kemudian memeluk sosok yang jauh lebih tua darinya itu dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.

"Halmeoni tenang saja. Seulgi yakin Jiminie akan baik-baik saja. Jiminie adalah sosok yang tangguh dan kuat. Jadi Halmeoni tidak perlu khawatir dengannya, karena Seulgi juga akan minta pada Appa dan Eomma Seulgi agar menjaga Jiminie di Seoul."

Nenek Park tersenyum penuh kasih sayang ke arah Seulgi. Dalam hati ia berterima kasih, karena cucu kesayangannya itu mempunyai sahabat sebaik dan secantik Seulgi.

XoX

Next Day

Jimin melihat pantulan dirinya di cermin full body yang terpasang di dinding kamarnya. Mencoba melihat apakah penampilannya pantas atau tidak. Atau kah ada sesuatu yang harus ia tambahkan untuk mempermanis penampilannya atau tidak. Ia bahkan memutar tubuhnya beberapa kali untuk lebih memastikan kembali penampilannya.

Dan ketika ia sudah mantap akan penampilannya, Jimin pun mengambil tas punggungnya yang tergeletak di atas ranjang kamarnya dan bersiap untuk pergi menuju tempat yang akan membawanya mendekati mimpi indah yang selalu ia bayangkan.

"Baiklah. Jiminie ayo rileks dan netralkan detak jantungmu. Semangat dan percaya pada diri sendiri, hwaiting!" Dan setelahnya Jimin mengambil langkah pertama untuk mengejar mimpinya yang dulu ia anggap sebagai angan-angan semata.

Jarak antara gedung apartemen dan gedung BigHit Entertainment tidak terlalu jauh. Jimin hanya perlu berjalan 5 menit menuju halte bus, kemudian naik bus selama 10 menit menuju kantor BigHit. Dan selama 15 menit perjalanannya itu, Jimin hanya mendengarkan musik dari earphone yang ia sambungkan ke ponsel sembari bergumam pelan mengikuti nada yang ia dengar. Hal itu Jimin lakukan untuk mengurangi rasa gugupnya yang semakin menjadi-jadi setiap detiknya.

Ketika bus yang ia naiki berhenti di halte yang berada tidak jauh dari gedung agensi BigHit, Jimin rasanya ingin lari kembali ke apartementnya. Mengunci pintu kemudian menggulung dirinya dengan selimut tebal agar tidak ada satu orang pun yang bisa menemukannya.

Karena demi Tuhan, rasa gugupnya kembali menyerang ketika pandangan matanya menangkap bagian atas gedung agensi BigHit yang hanya berjarak seratus meter dari halte bus.

Jimin menarik nafas dalam melalui hidung, kemudian menghembuskannya secara perlahan melalui mulut. Terus begitu hingga akhirnya ia mampu menetralkan kembali detak jantungnya, meskipun masih sedikit lebih cepat dari detak jantung normal. Setidaknya sekarang ia mampu untuk berdiri dari kursi yang ia duduki dan berjalan turun dari bus.

Ketika bus yang ia tumpangi sudah pergi, Jimin kembali melirik ke arah gedung agensi BigHit. Kakinya mulai melangkah dengan bibir yang terus bergumam kecil melontarkan kata-kata penyemangat untuk dirinya sendiri.

Saat Jimin sudah berada di dalam gedung, ia kembali melihat ke arah meja resepsionis. Atau lebih tepatnya ke arah perempuan yang tengah menatapnya dengan senyuman aneh. Jimin ingat betul jika perempuan itu adalah orang yang sama dengan yang kemarin, perempuan aneh yang kemarin lebih tepatnya.

Jimin sebenarnya tidak mau untuk berdialog lagi dengan perempuan di balik meja resepsionis itu. Tapi mengingat ia yang tidak tau apapun tentang gedung agensi yang penuh artis terkenal itu, maka mau tidak mau Jimin harus bertanya pada perempuan itu.

"Halo..-"

"Ah.., kau si imut yang kemarin ikut audisi kan? Selamat ya karena kau berhasil memenangkan hati sedingin es milik Yoongi. Aku ikut senang ketika mendengar bahwa kau lah yang berhasil menjadi trainee baru agensi kami."

"A-ah, terimakasih."

"Namaku Bae Joohyun, tapi kau bisa memanggilku Irene Noona saja karena aku yakin kau lebih muda dariku. Dan namamu Park Jimin kan?" Jimin lalu mengangguk sebagai jawaban akan pertanyaan perempuan bernama Irene itu.

"Jadi, apa yang ingin kau tanyakan?"

"Itu, ruangan milik Agust D-nim."

"Oh, pergilah ke lantai empat dan cari ruang yang di pintunya bertuliskan Genius Lab. Itulah tempat dimana Yoongi selalu menghabiskan waktunya setiap hari."

Setelah mendengar ucapan Irene, Jimin langsung membungkukan tubuhnya sembilan puluh derajat sembari mengucapkan kata terimakasih. Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, Jimin pun segera pergi menuju ruangan yang Irene tunjukan dengan detak jantungnya yang kembali menggila setiap langkah yang ia ambil.

Dan bertepatan saat itu pintu lift terbuka, menampilkan dua sosok pemuda yang bersiap untuk berjalan keluar lift. Dimana wajah dari salah satu pemuda itu sering ia lihat muncul di televisi.

Jimin terpana melihat betapa keren dan tampannya si pemuda yang sudah mendulang kepopuleran di usinya yang sama dengan dirinya itu. Dalam hati ia bertekat untuk menjadikan sosok pemuda itu sebagai role modelnya.

Jimin menggelengkan kepalanya beberapa kali. Ia pun kembali menjutkan langkahnya yang sempat tertunda beberapa saat lalu.

To be Continue

Hallo...

Saia kembali dong...

See you next chap~

So Far AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang