Bab Duapuluh Tiga

1.5K 85 15
                                    

Kakang Kawah dan Adi Ari-Ari adalah pelindung gaib untuk jabang bayi yang baru dilahirkan. Seandainya mereka kalah, siapa lagi yang akan melindungi Alit? Wibi semakin khawatir. Dia pun tidak bisa berbuat banyak untuk menolong mereka. Wibi teringat mimpinya tentang kendil yang berisi ari-ari Alit yang akan dibawa pergi.

"Apakah itu firasat bahwa mereka akan pergi dan tidak bisa menolong Alit? Duh Gusti Alloh tolonglah keluargaku dari gangguan makhluk jahat itu," pinta Wibi dalam hati.

Bara api itu pun akhirnya pecah dan kembali ke bentuk semula menjadi bayangan kembar putih dan kuning. Sementara Mbok Sum semakin ganas. Makhluk itu menatap tajam dan berjalan mendekati Ratri yang sedang menggendong Alit. Mulutnya terbuka memperlihatkan gigi-gigi taringnya. Kedua tangannya terentang dengan kuku-kuku runcing siap mencabik-cabik tubuh Ratri dan anaknya. Perlahan jarak mereka semakin dekat.

Tidak ada pilihan lain bagi Wibi untuk menghadapi Mbok Sum secara langsung. Dengan seblak sapu lidi yang masih digenggamnya kuat-kuat, Wibi bersiap menghadang langkah Mbok Sum. Sementara dua bayangan kembar berada di depannya. Ratri semakin khawatir dengan situasi itu. Mungkinkah mereka bertiga dapat menghentikan sepak terjang makhluk setengah lelembut itu?

Kedua bayangan kembar kembali menerjang Mbok Sum. Mereka bergerak sangat cepat mengitarinya dengan arah yang saling berlawanan. Terjadi pusaran angin dan hawa panas menyelimuti tubuh Mbok Sum. Mereka mencoba untuk menguraikan tubuh makhluk setengah lelembut tersebut. Mereka mencoba memisahkan secara paksa baurekso Wewe Gombel yang bersemayam dalam tubuh Mbok Sum. Terlihat serpihan-serpihan kulit makhluk setengah lelembut itu terlepas dari tubuhnya dan beterbangan. Sepertinya baurekso itu terikat kuat pada tubuh Mbok Sum.

"Bayangan kembar itu akan menyeret paksa baurekso Wewe Gombel agar keluar dari tubuh Simbok," kata Wibi dalam hati. Dia merasa ngeri menyaksikan pergulatan itu.

Mbok Sum menggeliat. Kedua lengannya merapat ke tubuh. Tubuhnya menegang menahan arus pusaran angin agar tidak melepas ikatan selendang yang mengikat baurekso Wewe Gombel pada tubuhnya. Perlahan-lahan kedua tangannya bergerak menyilang di depan dada dan telapak tangannya membuka menghadap ke dalam. Kuku-kuku runcing pada kedua tangannya terlihat semakin memanjang hingga menyentuh dan menembus dinding pusaran angin.

"Sepertinya usaha mereka belum bisa melumpuhkan Simbok. Makhluk itu terlalu tangguh bagi kedua saudara Alit," kata Wibi ketika melihat dinding pusaran angin itu mulai robek.

Akhirnya dinding pusaran angin itu benar-benar robek dan terdengar jeritan menyayat hati. Terlihat percikan api dan asap putih keluar dari robekan tersebut. Pusaran angin itu semakin mereda kemudian berhenti. Dan kedua bayangan kembar hilang lenyap bagai ditelan bumi. Tercium bau busuk gosong memenuhi kamar tidur Wibi. Dan Mbok Sum masih berdiri tegak dengan kuku-kuku runcingnya. Dia bersiap menerjang ke arah Ratri untuk merebut Alit yang berada dalam gendongannya.

Wibi segera melangkah mundur mendekati Ratri. Seblak sapu lidi kembali diayun-ayunkan untuk menghalangi langkah Mbok Sum yang semakin mendekati Ratri. Tetapi makhluk itu semakin kuat. Mbok Sum kemudian mengibaskan tangan kanannya. Wuuss ...! Tercipta hembusan angin sangat kuat menerjang tubuh Wibi. Dia terlempar ke samping dan jatuh bergulung-gulung di lantai.

"Mas Wibi!" teriak Ratri. Dia mencemaskan keselamatan suaminya. Tetapi Wibi segera bangkit dan mendekati Ratri kembali.

"Awas, Ratri! Simbok semakin ganas! Lebih baik kita menghindar saja!" Mereka melangkah mundur mencari jalan keluar.

Perjanjian KetigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang