kinda 18+
"GAK MAU, PAPI! POKOKNYA NGGAK MAU! APA-APAAN? NIC BARU MASUK KULIAH, YA! NGAPAIN PAPI JODOH-JODOHIN?"
Teriakan seorang remaja menggema di ruang tengah sebuah keluarga yang sebelumnya sangat amat tentram. Sampai, berita perjodohan yang dibawa oleh sang kepala keluarga membuat anak semata wayangnya mengamuk.
"Nic, jangan teriak-teriak, Nak. Biarin papi ngomong dulu."
Wanita paruh baya yang sebelumnya diam itu mengusap bahu putranya agar lebih tenang.
"Nggak mau, Mami. Nic gak mau dijodohin. Mami, tolong..." rengek Nicholas dengan mata yang berkaca-kaca.
"Nic, boleh Papi bicara lagi? Papi ngelakuin ini bukan atas dasar kemauan Papi sendiri."
Sang ayah kemudian menyerahkan secarik kertas kepada Nicholas yang sebelumnya merajuk. Remaja itu membacanya perlahan dengan kerutan di dahinya yang semakin terlihat jelas.
"Papi... Tapi ini nggak harus, kan?" tanya Nicholas lirih.
"Harus, Nic. Eyangmu menulis surat itu dahulu sekali. Bisa kamu lihat tanggal di atas surat itu. Pada saat itu, eyang dan sahabatnya baru bertemu kembali setelah berpuluh-puluh tahun. Karena mereka tidak bisa menjodohkan mami karena sudah menikah dengan Papi, jadi mereka sepakat untuk menjodohkan cucu mereka kelak."
Nicholas hanya membuang napasnya kasar. Kenapa permintaan mendingan eyangnya berat sekali?
"Kamu ingat, kan kalau semasa hidup, eyang tidak pernah menolak apapun yang kamu mau? Hanya ini yang bisa kamu lakukan agar eyang bahagia di sana."
Ucapan sang ayah selanjutnya membuat Nicholas menoleh. Apa yang ayahnya katakan itu benar adanya. Mendiang eyangnya itu sangat menyayanginya.
"Tapi, Pi..."
"Pernikahan akan dilaksanakan bulan depan. Sekalian, kalau kamu mau urus surat pindah kuliah."
Perkataan sang ayah membuat Nicholas terkejut. Apa ayahnya memang berniat mengusirnya?
"Maksud Papi? Pindah ke mana? Papi ngusir Nic, ya?"
"Bukan gitu, Nic. Calon kamu kan memang stay di Swiss. Pulang karena kakeknya sakit keras dan keluarganya mendapat surat wasiat itu lalu menghubungi Papi untuk mencari surat yang sama yang eyang simpan."
Nicholas masih mencerna segala ucapan sang ayah tentang surat wasiat yang terdengar membingungkan itu.
"Nic, Papi juga sebenarnya berat sekali mengatakan ini. Apalagi, kamu anak Papi satu-satunya. Papi juga sempat bernegosiasi dengan keluarga mereka, tapi tidak bisa. Lagipula, Papi yakin kalau calon kamu baik."
"Papi tau dari mana? Memangnya, Papi kenal?" tanya Nicholas.
"Papi kenal. Kamu jangan khawatir tentang apapun."
Nicholas tak menjawab perkataan sang ayah dan memilih pergi kek kamarnya karena ia tak bisa menahan air matanya.
"Aku nggak mau dijodohin," lirih Nicholas sambil memegang sebuah foto yang selalu dirinya simpan di bawah bantalnya selama bertahun-tahun.
Hari-hari setelah perkataan sang ayah membuat Nicholas murung. Ia tak banyak bicara meski melakukan banyak aktivitas. Ia juga sering pulang malam setelah kuliah dengan alasan mengikuti organisasi.
"Nic, kok pulangnya malam banget? Tadi, calonmu ke sini, lho. Katanya mau ketemu kamu dulu sebelum pergi ke Swiss dulu buat menyelesaikan beberapa pekerjaannya."
Nicholas yang baru pulang itu membuang napasnya kasar. Sebenarnya, ia penasaran siapa orang yang dijodohkan dengannya. Tetapi, di sisi lain ia juga tidak siap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boys Love Stories [BxB]
FanficWarning 21+ Kumpulan short story bxb yang bermuatan dewasa. Kalau kamu belum cukup umur, sebaiknya mundur. Pokoknya ini lapak yang homo-homo aja. Resiko ditanggung pribadi, yaaa!