Whatever is done, to survive.
"Angkat dengan pelan dan hati-hati" Joan menyeru kepada ketiga temannya.
"Rachel, perhatikan langkahmu!" Perintah kecil Max kepada Rachel.
"Ini terlalu mudah bagiku" Jawab Rachel, dengan pedenya.
"Mungkin tidak bagiku yang lemah ini" Tambah Selena.
Keempat pemuda-pemudi itu membawa barang hasil galiannya ke tempat yang mereka sebut rumah. Sebuah kuil tua yang masih cukup kokoh untuk melindungi mereka dari panas dan hujan. Seiring mereka berjalan menuju kuil, seiring itu pula matahari mulai terbenam. Angin yang berhembus, rumput yang bergoyang, serta suasana alam yang tenang dan damai melunturkan rasa lelah mereka. Di tengah perjalanan pulang mereka berpapasan dengan seorang pria berjalan bungkuk. Dia adalah Jason, pria yang dekat dengan mereka.
"Apa perlu ku bantu? Tawaran seorang pria itu.
"Terima kasih sebelumnya, Jason. Tapi kami berempat sudah cukup untuk mengangkat peti ini ke kuil" Jawab Joan.
"Baiklah, hati-hati dijalan, ya" Balas Jason.
"Ya, kau juga, Jason" Joan membalas Jason.
Setibanya di gereja mereka disambut seorang yang cebol dengan spatula yang tergenggam di tangan yang mereka sebut ibu.
"Selamat datang anak-anak. Wahh, seperti biasa kalian selalu mendapatkan temuan bagus. Simpan dulu temuan kalian, karena makanan sudah siap".
"Baik, bu!" Jawab mereka berempat dengan penuh rasa lapar.
Setelah menyimpan barang temuannya, mereka berempat pun makan bersama duduk di lantai.
"Mari makan" Kata Rachel dengan tidak sabarnya.
"Rachel, biasakan berdoa sebelum menyantap makanan. Agar dewa selalu memberkati kita yang telah memberikan hidangan ini. Joan, pimpin doa".
Joan pun memimpin doa yang diajarkan Ibu kepadanya. Akhir kata suci yang keluar dari mulut Joan menjadi awal dimulainya mereka menyantap makanan.
"Mmm, seperti biasa masakan Ibu memang paling lezat di seluruh dunia" puji Rachel kepada Ibu.
"Kau benar Rachel, masakan Ibu memang selalu lezat" Tambah Max.
"Kalian terlalu berlebihan, makanlah dengan tenang" balas Ibu.
"Aku jadi ingin belajar masak dari Ibu" Kata Selena.
"Masakanmu sudah cukup enak, Selena" Ujar Joan.
"Bu.. Bukan seperti. Aku.. Jadi malu mendengarnya" Balas Selena.
"Sejak kapan kau memasak diam-diam, Selena? Tanya Max.
" Disaat Ibu dan kalian sedang berkebun, disaat itu pula aku belajar sedikit memasak. Dan Joan mengagetkanku, yah.. Dia pun memakan masakanku karena sudah lapar dari kebun" Balas Selena.
"Belajar lah dengan sungguh-sungguh Selena, supaya aku bisa merasakan masakan enakmu" Kata Rachel.
"Sudah berapa kali kau gagal dalam memasak, Rachel. Selalu saja kegagalan yang kau alami" Ujar Ibu.
"Ibuuu.." Jawab Rachel dengan muka memerah menahan malunya.
Mereka berempat tertawa. Kuil itu selalu saja dihiasi suasana gembira malam harinya.
Setelah makan, mereka melakukan aktivitas mereka seperti biasa. Ibu mencuci piring, Selena membersihkan alat menambang, Max mengemaskan barang temuan mereka, Joan dan Rachel bermain catur."Ahh, aku salah dalam mengambil keputusan" Kata Joan.
"Hahaha, mungkin ini akan menjadi kemenangan pertamaku melawanmu Joan" Kata Rachel sambil memindahkan bidak catur menyerang pertahanan Joan.
"Ha.. Ha.. Hahahaha" Tawa jahat seperti mafia dari seorang Joan.
"Kau baru saja masuk dalam perangkapku Rachel, aku mengatakan bahwa aku salah langkah itu hanya dukungan agar kau percaya. Dan 3 langkah, permainan ini selesai.
"Cih, sial. Kau memang hebat dalam hal ini, Joan" Kata Rachel sambil memindahkan bidak catur dengan pasrah.
"Tidak, ini sudah menjadi kebiasaanku" Jawab Joan sambil memindahkan bidak catur.
Langkah demi langkah dari bidak catur mereka pun berakhir skakmat, dan tentu saja permainan dimenangkan oleh Joan.
"Rachel kemarilah, dan Joan panggilkan Selena" Kata Max.
"Ada apa Max?" Tanya Joan.
"Ada hal penting, ini mengenai barang yang kita temukan di penambangan" Jawab Max.
Keempat orang itu pun berkumpul dalam sebuah gudang. Tempat mereka menyimpan barang temuan dan peralatan menambang.
"Kemana bola mata dari patung ini?" Tanya selena.
"Aku juga tidak tahu, aku mulai berpikir untuk membukanya. Kalimat yang tertulis di tengah-tengah antara kedua pintu peti itu aku tidak mengerti. Huruf yang digunakan juga berbeda" Jelas Max.
"Aneh, terdapat cekungan di area mata. Barangkali bola matanya diambil? Bahas Rachel.
" Bagaimana mungkin orang bisa mencopot bola mata dari sebuah patung? Lagian Max mengatakan petinya masih terkunci" Ujar Joan.
"Apa sebaiknya kita kembalikan ke penambangan?" Saran Selena.
"Tidak, lebih baik kita lelang ke pelelangan, dan kita bisa mendapatkan uang." Saran dari Joan.
"Aaaaaa...!!!"
Suara teriakan dari arah dapur.
"Itu suara Ibu. Dari arah dapur!" Kata Selena.
Keempat orang itu bergegas menuju arah dapur. Pemandangan yang tak seharusnya mereka lihat. Tubuh tak bernyawa dengan anak panah yang menancap di kepala. Suasana gembira di kuil tersebut seketika down menjadi sedih.
"Ibuuuuuu..!!" Teriak Rachel.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Heran Joan
"Disana! Itu Pasti pembunuhnya!" Sambil berlari mengejar orang yang mencurigakan dari jendela.
"Max! Jangan pergi sendirian" Memanggil Max.
"Aku akan menangkap musuhnya, Rachel ayo!" Sambil berlari mengejar musuh.
"Sialan kau pembunuh!" Rachel yang panas sambil menyusul Max.
"Dasar mereka berdua. Bu.. Mengapa kau seperti ini? Jangan tinggalkan kami" Joan sambil tersedu-sedu.
Joan yang menangis dan berbicara pada sebuah mayat. Tidak jauh dari mayat tersebut, tubuh seorang wanita bangkit dari tungkupannya. Selena yang tidak bisa melihat hal-hal demikian pasti akan pingsan. Namun kali ini berbeda. Dia bukan Selena yang mereka kenal. Dia memasang wajah bengis, dan tertawa dengan jahatnya. Sambil mengeluarkan sebilah pisau dari dalam bajunya.
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
Meeting Light
Misteri / ThrillerRachel, Joan, Max dan Selena merupakan anak yatim piatu yang bertahan hidup tanpa orang tua sebagai penambang pada sebuah tempat bekas penambangan emas yang sudah lama ditutup. Namun semua berubah setelah mereka menemukan barang aneh dari penggalian.