SECANGKIR COKLAT HANGAT

7 0 0
                                        

Gadis rambut setengkuk ini kembali masuk lift menuju lantai 19 gedung apartement barunya bersama dua kardus besar setelah sebelumnya ia telah kerepotan sekali membopong satu tas baju di tangan kirinya dan koper mengisi genggaman kanannya.
Sembari menunggu elevator membawanya tiba di lantai tujuan, Adora mengucir sembarang rambut pendeknya itu menghilangkan gerah kelelahan mengangkut barang pindahannya sendirian. Begitu pintu terbuka, seseorang sudah menunggu di depan pintu elevator sementara ia kembali bergulat dengan barang-barang pindahannya itu. Anak ini sedikit terburu-buru mengeluarkan barangnya dari lift karena tak ingin membuat gadis di hadapannya itu menunggu lebih lama lagi.
"Permisi" Ujar Adora meminta sedikit ruang untuk melewatinya, tanpa bersuara gadis itu menggeserkan sedikit.
Mata coklat itu membuat tatapannya tajam, aura tegas itu menimbulkan kesan dingin yang sepertinya nyaman untuk ditempati, rambut panjangnya yang setengah tertutup topi terjuntai indah bersama warna coklat gelap membekaskan keanggunan tersendiri meski ia sedang balutan hoodie dan jeans. Cukup sesederhana dan semudah itu gadis itu mampu memperlihatkan kecantikannya.
Adora menghempaskan diri ke ranjangnya, menatap langit-langit masih dengan benak bergetar mengingat wanita yang barusan ia temui di lift, dia adalah pantas disebut definisi keindahan yang selama ini  belum pernah ditangkap oleh mata Adora.
"Kurasa aku bisa menang kalau saja dia mau menjadi model fotografiku." Ucap Adora berangan-angan tepat sebelum dering ponsel membuyarkan lamunannya.
Sebuah nomor tak diketahui bertengger lama di layar telpon genggamnya dalam dering panggilan nyaris tak berujung karena Adora tidak lansung menjawab panggilan itu.
"Halo?"
"Iya, ini aku." Suara tak asing seberang sana menjawab dengan santainya, "bagaimana tempat barumu? Bagus sekali, bukan?"
"Siapa ini?"
"Kim. Tae. Hyung."
Dora mendengus napas beratnya, kehabisan kata-kata. Tidak percaya dengan siapa dia sedang berbicara. Adora lansung mematikan panggilan itu.
"Sial. Berengsek gila itu benar-benar. Bagaimana bisa dia mengikutiku sampai kemari~" Gerutu Adora gusar sendiri sampai ia uring-uringan kesal.
****
Seharian kelelahan, Adora butuh secangkir coklat hangat untuk melepas penat. Dan mungkin akan jadi porsi lengkap penyembuhan ketika seteguk coklat hangat dipertemukan dengan pemandangan kota di malam hari. Pikirnya. Oleh karena itu selepas ia kembali dari cafe terdekat, Adora menghentikan langkahnya dalam lift menuju atap gedung.
Selain gemerlap malam, lampu-lampu gedung pencakar langit juga tidak mau kalah indahnya. Hujan musim gugur meninggalkan semerbak bau kenyamanan. Ya, kali pertama Adora menginjakkan kakinya ke atap sini disambut ramah ketenangan.
Tapaknya terhenti tatkala hendak menghampiri bangku kayu yang sudah ditempati oleh seseorang. Adora mencoba mengurungkan niatnya untuk duduk disana begitu melirik di sebelah kanan orang tersebut ada satu cup minuman. Tampaknya dia sedang bersama seseorang, tidak, mungkin saja dia sedang menunggu seseorang. Adora mundur beberapa langkah ingin meninggalkan atap gedung ini tanpa sengaja punggungnya membentur dinding, ia tersentak bersamaan cangkir coklat jatuh ke lantai, secangkir coklat hangat terbuang sia-sia.
"Sial~" Gumamnya.
"Sayang sekali."
Adora menengadahkan wajahnya mengikuti sumber suara barusan. Gadis yang duduk di bangku itu menatap ke arah Adora yang ada di belakangnya dengan sedikit badan memutar. Adora terperanjat. Gadis itu, gadis di elevator tadi.

-TBC-

ANOTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang