Refleksi

460 34 7
                                    

"Selamat, kamu tidak depresi sendirian. Kamu membuat orang lain sama depresinya."

Sosok di depan sana tak bersuara sekalipun netra kami saling bertemu dan mulut ini lancang melempar makian. Kurasa itu sebanding dengan kesakitan yang dia tularkan. Membabi buta menyalahkan, enggan mendengar kendati yang coba disampaikan adalah sebuah penjelasan bukan pembenaran.

Apa dia tahu betapa melelahkannya berkejaran dengan rasa bersalah? Menerima penghakiman, tertikam ragam kalimat sampah. Membuat banyak kegaduhan di kepala hingga rasanya ingin menyerah.

Aku juga harus menghukumnya, sebab dia dengan tak tahu diri hanya menyalahkah mereka yang pergi. Padahal, seharusnya dia bertanya, apa yang salah sampai semua orang terang-terangan melenggang pergi? Atau mundur perlahan hingga dia tertinggal dalam kekosongan.

"Aku akan menghukummu. Jangan melakukan apa pun yang membuatku semakin marah!" Aku mengancam. Namun, dia tak mendengar. Begitu aku bergerak, dia melakukan hal yang sama. Kepalaku mendidih. Geram, kulempar kursi kayu kecil sebatas lutut yang tak jauh dari jangkauan.

Prang!

Tubuhku gemetar saat sosoknya tiba-tiba menghilang tak terjamah netra. Yang tampak hanya kepingan benda dengan kilap menyilaukan. Apakah dia lenyap bersamaan dengan hancurnya media tempat kami beradu tatap? Dia memang selalu bersikap seperti seorang pecundang. Datang untuk mengisi seluruh ruang di kepala, dan hilang sesaat sebelum dia benar-benar kuhancurkan.

Tiba-tiba sebuah bola lampu menyala di atas kepala, membuat sudut bibirku terangkat ringan membentuk senyum sempurna. Bukankah kami memiliki rupa yang sama? Jika aku melukai diri sendiri, dia pasti akan merasakan kesakitan yang sama. Jadi, aku harus melakukannya.

Kuambil serpihan kaca dengan sudut runcing. Kugores perlahan di tangan, berusaha untuk tak memedulikan cairan merah yang merembes dari jejaknya. Pun perih yang mulai kurang ajar karena ingin lebih dominan. Namun, aku bahagia karena dia sekarang menerima hukumannya.

"Aku tahu, kamu sedang kesakitan sekarang. Kalau kamu tidak berisik dengan terus berteriak memenuhi kepalaku, aku tidak akan memberikan hukuman."

-TAMAT-

RefleksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang