Aku hanya harus terlihat baik-baik saja sekalipun gagal, hancur, dan kehilangan harapan.
Bukan masalah besar, aku melakukannya setiap hari. Toh tanda seseorang yang masih hidup hanya bernapas dan memiliki detak jantung. Bahagia, berperasaan, dan memiliki harapan bukan tolak ukur seseorang masih memiliki kehidupan. Nyatanya, kehilangan semua yang aku miliki dalam hidup membawaku pada kesadaran bahwa aku telah mati sejak lama.
Kebanyakan justru mendorong, bukan mengamankan. Mengarahkan, bukan menyelamatkan. Padahal, lebih baik sedikit bicara dibanding mengeluarkan kata-kata menyudutkan yang membuat seseorang lebih cepat menemui kematian.
Berjalan melintasi cermin, lalu ditertawakan. "Kamu hanya mayat hidup dengan banyak kegagalan. Apakah tidak tertarik menjadi mayat sungguhan?"
Hai, aku baik-baik saja. Jiwaku saja yang tidak.