Bagian 2

16 2 0
                                    

Pagi hari seperti biasa, sebelum berangkat sekolah, aku sarapan di ruang makan.
Kulihat ayah disana sudah duduk duluan di meja makan. Mengingat pertengkaran kemarin, aku sedikit canggung untuk menyapanya. Maka aku pun hanya diam saja. Membayangkan suasana meja makan yang sepi,membuatku kehilangan nafsu makan. Namun, ucapan ayah yang terucap setelah melihatku membuatku tertegun.

“selamat pagi,Luna!” sapa ayah, dengan senyumannya yang lebar. Keningku berkerut,heran. Sejak kapan ayah menyapaku duluan? Senyum itu, kapan terakhir kali aku melihatnya,ya?
Melihat diriku yang diam saja, membuat ayah menaikkan sebelah alisnya. Bingung
“Eh,pa-pagi juga,Yah” jawabku gugup
Acara sarapan yang biasanya diisi dengan segudang pertanyaanku yang hanya dijawab singkat oleh ayah,kini terisi dengan pertanyaan ayah padaku tentang hari-hariku di sekolah. Aku hanya menjawabnya singkat, terlalu heran dengan perubahan kelakuan ayah pagi ini.

Setelah makan, ayah pun berdiri dari kursi. Aku melanjutkan makanku seperti biasa, aku yakin ayah akan pergi begitu saja, seperti hari-hari sebelumnya. Namun, perkiraanku itu ternyata salah, ayah datang menhampiriku lalu memelukku dan menciumku keningku dengan penuh kasih sayang. Ia tersenyum, “ayah pergi duluan ya! Luna semangat ya sekolahnya”.ucapnya lalu memeluk dan mencium kening ibu juga yang baru datang di ruang makan ini. Tunggu. Tunggu sebentar! Sejak kapan ibu ada disana?

***

“Luna” panggil ibu sebelum aku keluar dari rumah. “Bagaimana kalau sepulang sekolah kita pergi belanja? Ada banyak yang mau ibu beli di toko . Bagaimana? Mau tidak?”
Sebenarnya aku masih bingung dan heran dengan kelakuan mereka pagi ini. Mereka berubah total.
Melihatku yang diam, membuat ibu salah paham bahwa aku tidak mau. Itu tampak dari raut wajah ibu yang terlihat cemberut.
“Eh, baiklah bu. Kita pergi nanti setelah Luna pulang dari sekolah, ya” ucapku

***

“kenapa tuyul botak?” tanya ibu saat kami sudah kembali dari toko ke rumah. Kami duduk di ruang tamu. “kenapa tuh, Bu?” tanyaku kembali

Ibu menjawab, “biar kalau guru BP razia, rambutnya ngga kena potong” tawa kami pun pecah. Aku memegangi perutku yang sakit karena sedari tadi ibu terus melawak.
Suasana rumah ini yang biasanya selalu sunyi kini terisi dengan gelak tawa kami.
Sudah berapa lama aku tidak tertawa selepas ini,ya?

“sudah,Bu. Sudah” ucapku, “aku mandi dulu”

***

Di kamar mandi,aku merenung. Apa yang sebenarnya terjadi? Ayah dan ibu berubah total. Hubungan mereka seolah-olah baik-baik saja. Seolah pertengkaran mereka selama beberapa lama ini tak pernah terjadi. Mereka kembali seperti dulu. Aku masih bingung, atau ini hanya mimpi? Refleks kutepuk pipiku keras-keras, ‘Aw’ pekikku,namun aku tidak juga terbangun.

***

Pintu kamarku berderit terbuka, aku berbalik. “ayah?”

Ayah masuk ke kamar. Membawa 2 buku di tangannya, diletakkannya buku itu di atas meja. “bisnis lagikah?” batinku, dengan takut-takut kulirik sampul buku itu.
Namun, di sampul buku itu tidak tertera kata bisnis.

“musik?” tanpa sadar aku berseru
“iya,bukankah kau suka musik? Ayah dengar akan ada kontes  musik bergengsi di luar kota. Bagaimana kalau kamu ikut?” ucapnya, tak ada nada perintah disana
Aku tertegun, bukannya ayah ingin aku masuk bisnis? Bukannya ayah ingin aku meninggalkan dunia musik? Pertanyaan itu berkecamuk di benakku, belum lagi mengingat alasan pertengkaranku dengan ayah kemarin.

“Luna?” panggilan ayah membuatku kembali sadar dari lamunanku

“kontes musiknya bagaimana? mau?”

“iya,Yah”

“baiklah,ayah akan daftarkan kamu di kontes itu”,ucapnya lalu berbalik hendak keluar dari kamar. Namun, sebelum keluar, ayah berhenti dan berbalik, “kontesnya dimulai 3 hari lagi. Berlatihlah, ayah yakin kamu akan jadi yang terhebat di kontes itu” ucapnya dengan penuh semangat, kemudian pergi meninggalkanku yang terdiam mematung.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 03, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Short Story (Cerpen) : Titipan Rindu Untuk Kalian di Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang