Chapter 1

17 0 0
                                    

"Jae, biar aku yang memegangnya," Haru memiringkan kepalanya sembari tersenyum ke arah Jae. Jae membalas senyumannya dengan manis, dia berikan kitabnya dengan hati-hati ke pangkuan kekasihnya. Mengacak rambut Haru dengan lembut dan berjalan cepat ke arah ibunya yang sudah menunggunya dari kejauhan.

Haru melihat punggung belakang kekasihnya yang semakin menjauh dengan perasaan yang berat. Haru tidak pernah suka jika Jae bertemu dengan orang tuanya, bukan karena Haru membenci mereka hanya saja setiap kali Jae kembali setelah bertemu dengan keluarganya mereke selalu bertengkar.

Lama Haru menunggu Jae dan orang tuanya berbicara, sesekali mata Haru dan mata ibu Jae saling bertemu namun keduanya langsung melihat ke-arah lain. Ayah Jae mengajak mereka untuk pergi ke area yang lebih private meninggalkan Haru yang duduk sendirian di tangga masuk gereja Bersama kitab yang ditinggalkan Jae.

Haru tidak bisa berhenti menghela nafas panjang, percakapan mereka lebih lama dari yang Haru duga. Ini sudah lewat dari satu jam sejak mereka pergi ke tempat yang lebih private. Haru masih bimbang haruskah dia mencari mereka, atau tetap menunggu saja. Akhirnya Haru memutuskan untuk menunggu dan bermain dengan handphonenya, melihat-lihat berita lewat internet.

"Haru," suara lembut Jae terdengar dari kejauhan. Haru melihat ke arah depan dan tidak menemukan Jae lalu dia menoleh ke belakang. Jae tersenyum saat Haru menoleh, menggunakan kaki panjangnya untuk mengambil langkah besar. Jae tidak banyak bicara dan hanya mengambil kitabnya dan menggenggam tangan kanan Haru, mereka berjalan kembali ke tempat parkik.

Selama perjalanan ke tempat parkir Jae hanya diam, tidak berkata sepatah katapun. Walaupun muka Jae terlihat ceria dan biasa saja, Haru masih takut untuk bertanya apa yang sebenarnya jae dan orang tuanya bicarakan tadi. Mereka naik ke mobil dalam diam, dan sepanjang perjalanan pun mereka terdiam. Haru merasa awkward sendiri dengan situasi ini, dia merasa tidak nyaman. Sedangkan Jae, bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa dan focus menyetir.

Kesunyian ini membunuh Haru, dia tidak sabar untuk bertanya. Dia menoleh ke arah Jae beberapa kali, namun tak ada kata yang keluar dari mulutnya. Pada akhirnya Haru hanya menghela nafas panjang, dan memandang jauh keluar dengan pandangan kosong melalui jendela. Jae sesekali melirik Haru, untuk memastikan ekspresi wajahnya. Dia ingin mengatakan sesuatu namun dia maerasa saatnya masih belum tepat.

Mobil terhenti tepat di depan Gedung apartemen Haru, "Haru kita sudah sampai," ujar Jae. Haru terbangun dari lamunannya, dia menoleh ke kanan kiri memastikan itu adalah Gedung apartemennya, Haru dengan nada sedikit kesal bertanya pada Jae, "Kau tidak mau masuk dulu ke dalam?". Jae menggeleng pelan, "besok saja, aku lelah." Jae membantu Haru melepas sabuk pengamannya, dengan perasaan sedikit tidak rela Haru memutuskan untuk tidak marah dan turun dari mobil. Jae hendak mengusap rambut Haru namun Haru keburu turun dari mobil.

Jae melihat Haru berjalan dengan lemas ke arah apartemen dari mobilnya. Dia menghela nafas panjang dan menghentakkan kepalanya dengan keras ke jendela mobilnya, hatinya begitu sakit melihat Haru dari belakang. Jae tidak tahu Harus memulai dari mana. Dia tak tahu Harus berkata apa.

Haru melempar tasnya ke arah sofa, dan menghempaskan dirinya di kasur yang empuk. Haru memejamkan matanya dan mulai berfikir apa saja yang mungkin dibicarakan Jae dan orang tuanya, pertama mereka harus putus. Kedua, Jae di jodohkan dengan orang lain. Ketiga, mereka ingin Haru dan Jae putus. "AAAARRRGHHH!" Haru berteriak dan melemparkan bantalnya ke lantai, dia hampir saja menangis karena pikiran bodohnya itu.

Haru cepat-cepat mengambil ponselnya dan mulai mengirimkan banyak pesan kepada Jae. Namun sudah hampir 30 menit Jae belum juga membalas chatnya, padahal rumah Jae tidak jauh lebih dari 10 menit kalau naik mobil dari rumah Haru. Pikiran Haru mulai merambat kemana-mana, dia mencoba menelpon Jae namun tidak ada jawaban. Kali ini air mata Haru benar-benar sudah mau keluar, satu kedipan saja air mata itu akan terjun ke pipi Haru. Haru berusaha tenang dan terus menelpon Jae, namun tetap masih tidak ada jawaban. Sudah lewat dua jam lebih dan Jae masih belum mengangkat teleponnya atau membalas pesan Haru. Haru sudah lelah menangis, akhirnya dia tertidur karena kelelahan menangis.

CHOOSE MEWhere stories live. Discover now