Merkurius, Venus, Bumi dan Mars adalah tempat yang sudah kamu jelajahi. Sekarang kamu sedang di Jupiter, menggunakan kereta super cepat untuk sampai di toko roti yang kamu suka. Hanya di Jupiter, roti-roti itu punya banyak keju sampai meleleh diatasnya. Aku mau kesana, tapi dengan kamu, kan?
"Bia mau berangkat lebih awal ya, Ayah. Semakin pagi, semakin belum ada siapa-siapa."
"Lah, emang lagi ngehidar lagi, Bi. Dari siapa?" Tanya ayah, tapi Bia hanya senyum dan memeluk ayahnya lalu pamit.
Sabia Eruisah, adalah perempuan yang bekerja sebagai asisten data divisi ekspor di salah satu perusahaan swasta yang lumayan terkenal di daerahnya. Usia Bia baru sembilan belas tahun, tepat setelah lulus sekolah menengan akhir, Bia memutuskan untuk bekerja sebagai karyawan biasa. Sejak Mamanya pergi untuk menciptakan hidup yang baru dengan alamat baru juga, Bia menjadi perempuan kuat yang harus bisa membantu Ayah juga adiknya yang masih sekolah di sekolah menengah akhir.
Bia perempuan biasa yang punya jutaan mimpi, menurutnya hidup adalah sebenar-benarnya pelajaran, sebaik-baiknya petualangan dan seburuk-buruknya tempat untuk menyimpan dendam. Sabia juga tercatat sebagai mahasiswi aktif di jurusan Komputerisasi akuntansi semester tiga menuju empat.
Anisa adalah teman terdekat Bia untuk saat ini, untuk hari-hari yang Bia habiskan di tempat kerja. Anisa tahu sedikitnya tentang Bia dan ada satu lagi yang juga dekat dengan perempuan kuat ini, Ika, perempuan dewasa namun hatinya masih sama-sama remaja.
Sesampainya di tempat kerja, meninggalkan banyak hal-hal rumit di rumit. Ia berjalan menuju Anisa yang sudah menunggu di tempat duduk depan gerbang, sambil tersenyum Anisa menyapa.
"Sudah sarapan, Bi?"tanya Anisa.
"Sudah, bu jen!"
Setiap hari mereka selalu bersama, di jam datang, istirahat, atau pun juga pulang. Lima bulan berteman dengan Anisa begitu terasa sudah sangat lama bagi Bia, bagaimana ia bisa leluasa bercerita, mengeluh atau saling bertengkar masalah pekerjaan sampai hal-hal sederhana.
"Eh Bi, aku mau kenalin kamu sama seseorang, mau gak?"
"Apa nih maksudnya, kenalan apa sih?"
"Temen aku, dia kayaknya cocok deh buat aku kenalin sama kamu, Bi." Ucap Anisa sembari membuka ponselnya mau memperlihatkan sesuatu.
"Kenalan ya tinggal kenalan aja lah, kenalin aja nama aku tuh Sabia, dipanggil Bia. Anaknya sok asik, sok bisa juga dan songong banget sih yang pasti... Hahaha.."
Tiba-tiba Anisa memperlihatkan satu foto lelaki sedang duduk dengan buku-buku di belakangnya, seperti lelaki itu sengaja sedang berfoto di perpustakaan.
"Gimana? Jangan dulu bercanda lah,"
Bia diam, mengamati beberapa hal yang aneh dari lelaki itu,
"Kakakmu bukan sih, mirip banget. Pasti bawelnya mirip nih."
"Ih serius, ini bukan kakak aku. Teman dari Bandung, gimana?"
"Apanya yang gimana sih? Biasa aja ah. Lelaki yang foto di perpustakaan tuh biar apa sih? Biar keliatan kalo dia suka buku gitu, hah?"
"Yee.. ini cewek, bukan lah. Dia emang suka nulis, sangat suka malah. Dia juga punya perpustakaan mini di rumahnya dan itu perpusnya."
"Ih keren banget dong, cita-cita aku tuh!"
Anisa mulai geram, tidak pernah ada respon yang benar-benar baik kalau dirinya mengenalkan banyak temannya untuk perempuan satu ini, Bia kelewat cuek, malas dan lebih mementingkan harapannya ingin punya banyak uang untuk membeli buku dan membangun taman baca.
YOU ARE READING
A t m a
Short StoryUntuk yang membuka pintu lalu kemudian menjamu. Ini tentang pertemuan yang seharusnya tidak terjadi.