ST - 6

117K 8.9K 111
                                    


BAGIAN 6


19.05

Kenan keluar dari walk in closet di dalam kamarnya setelah melapisi kaus putih dengan salah satu koleksi jaket yang ia punya. Memimpin sebuah perusahaan di bidang fashion ternama di Indonesia, dan juga beberapa kali sudah membuka cabang di manca negara seolah membuat Kenan memiliki selera tinggi dalam style berpakaian.

Nenek Kenan lah yang sebenarnya melatarbelakangi berdirinya Perusahaan fashion yang diberi nama Prants Univers Distant yang kini menaungi dua brand yakni Zevea dan Gzone. Nenek atau ibu dari Pras Pranata—Papah Kenan merupakan seorang model majalah pada jamannya.
Hingga perlahan Pras Pranata merintis mendirikan perusahaan fashion di bantu sang ayah. Saat Kenan menginjak dua puluh dua tahun, Pras didiagnosa memiliki gangguan kesehatan. Hal itu mengakibatkan kondisi perusahaan tidak stabil bahkan menurun drastis selama hampir satu tahun.
Tepat ketika dihari ulang tahun Kenan yang ke dua puluh tiga, Pras menyatakan seluruh kegiatan perusahaan akan dipimpin oleh anaknya. Saat itu Kenan tidak terkejut, karena sebelumnya Pras sudah meminta persetujuan darinya dan Kenan menyanggupi.

Kenan melangkah keluar dari rumah mewah berlantai dua miliknya. Sejak memimpin perusahaan Kenan memilih membeli rumah sendiri di kawasan elit setelah mempertimbangan jarak tempuh dengan lokasi kantor perusahaan.

Kenan memasuki mobilnya, kemudian mengemudikannya perlahan keluar dari garasi mobil melaju dengan kecepatan sedang di jalanan setelah melewati pagar hitam otomatis rumahnya.

***

Gagang pintu dihadapan Kenan tertarik bersamaan dengan daun pintu yang perlahan terbuka. Kenan menepati janjinya berkunjung ke unit apartemen Tary, menenteng plastik putih berisikan es krim permintaan Elea dan beberapa cemilan yang dibelinya di minimarket.

“Om!” Elea yang membuka pintu menyambut Kenan langsung berbinar-binar.

Kenan mengikuti arah pandang anak berusia tujuh tahun itu yang teruju pada kantong plastik bawaannya. Segera Kenan mengulurkannya kepada Elea.

“Es krim yang Elea minta tadi kan?” Ujar Kenan mengelus puncak kepala Elea.

Elea melongokan wajahnya mengintip isi di dalam kantong plastik lalu menyeletuk, “Wah kok banyak banget? Nanti Onty marah.”

“Kalau marah Om marahin balik Onty kamu.”

Elea terkikik, “Yey! Makasih Om.”

“Sama-sama.”

Kenan melepas sepatu yang membungkus kakinya kemudian meletakan di rak sepatu. Digandengnya tangan Elea melangkah menuju sofa.

“Onty kamu dimana?” Tanya Kenan mencari keberadaan Tary.

Anak perempuan berumur tujuh tahun itu duduk di sofa lalu mengambil salah satu es krim cokelat dari dalam kantong plastik. “Bukain es krimnya Om,” pinta Elea menjulurkan es krim pada Kenan yang masih berdiri. “Onty ada di kamar.”

Kenan membuka bungkus es krim lalu menyerahkannya kepada Elea.

“Elea di sini dulu sebentar.”
Setelah Elea mengangguk menurut seraya menikmati es krimnya, Kenan segera melangkah kaki menuju kamar Tary. Kenan ragu-ragu saat membuka pintu kamar Tary, karenanya Kenan menyembulkan kepala untuk memastikan sekiranya keadaan di dalam aman. Pasalnya satu tahun lalu Kenan pernah tidak sengaja membuka pintu kamar Tary ketika Tary tengah meloloskan pakaian satu persatu.

Aman. Tary yang tengah duduk di tepi ranjang membelakangi Kenan dengan kepala sedikit tertunduk. Kenan perlahan masuk ke dalam kamar. Tak lupa juga menutup kembali pintunya.

“Lho? Kamu—dari tadi?”
Tary menoleh kaget melihat Kenan yang berjalan mendekat.

Kenan menggeleng. “Baru sampai kok. Kamu lagi apa?” ujar Kenan.

Perempuan itu menyembuyikan ponsel yang berada ditangannya ke dalam lipatan bantal tidur. Hal itu sontak membuat Kenan yang masih berdiri mengerutkan kening, curiga.

“Kamu—”
Tatapan Kenan yang mengintimidasi membuat Tary sedikit memundurkan posisi duduknya. “Ka—mu selingkuh?”

“HAH?” Tary berteriak histeris kemudian menggelengkan kepala berkali-kali. Enak saja Tary itu setia tau!

Reaksi Tary justru membuat tingkat rasa ingin tahu Kenan meningkat. Kenan mulai berjalan mendekat, sementara Tary sendiri sudah gelagapan.
“Aku gak selingkuh.”

“Lalu itu apa?” Kenan menunjuk bantal yang dijadikan tempat Tary menyembunyikan ponsel.

“Stop jangan mendekat,” peringat Tary yang semakin terpojok bahkan kini Tary sudah terbaring diatas kasur.

Kenan mengurung Tary dengan kedua tangan yang menumpu pada sisi kepala Tary. Salah satu tangan Kenan meraba mencari keberadaan ponsel perempuan dibawahnya itu pada lipatan bantal. Dan yash, Kenan mendapatkannya.
Refleks Tary menahan napas. Jatungnya memacu sangat cepat saat ini. Tary menatap Kenan yang berjarak begitu dekat dengannya.

Kenan—laki-laki itu tak berniat menjauhkan diri. Bahkan dengan posisi mereka saat ini, Kenan dengan satu tangannya mulai membuka ponsel Tary.

“Pftt.” Kenan tertawa singkat. Ternyata ini yang coba disembuyikan perempuan itu, grup chat.
Grup chat yang sebelum-sebelumnya pernah disumpah serapahi Tary. Dulu Tary sangat yakin dirinya tidak akan bergabung menjadi salah anggotanya. Nyatanya kini Tary tidak tahan juga ingin mengetahui pembicaraan para member anggota grup chat mengenai berita hangat Kenan yang sudah memiliki kekasih.

Kenan mengangkat wajahnya melihat raut wajah Tary yang begitu tegang diposisi seperti ini.

“Napas dulu, Sayang. Jadi karena ini, ternyata kamu kepo juga ya sama gosip di kantor terlebih tentang aku.”

Tary berusaha bangkit dengan mendorong dada bidang Kenan tapi Kenan malah menahannya. Dan sekarang Tary pasrah saja berada di kungkungan Kenan.

“Itu juga karena kamu sendiri. Kamu tahu? Belum lima menit aku gabung grup itu semua pesan masuk bahas tentang kamu padahal wawancara kamu yang waktu itu sudah semingguan yang lalu.”

“Kamu terganggu sama pembicaraan mereka?”

Pertanyaan Kenan dibaikan Tary. “Malahan Bu Fina menduga kalau cewek kamu itu Bu Raya karena Bu Raya sering juga coba deketin kamu di setiap kesempatan salah satunya pas selesai meeting. Sumpah ya rasanya ingin aku—”

Bibir Kenan tersungging kecil melihat perempuan dalam kungkungannya itu mengomel. “Kamu terganggu sama pembicaraan mereka?” tanya Kenan sekali lagi.

“Ya—eng—kamu dengar suara orang nangis gak?” Tary membuka telinganya lebar-lebar seraya menatap Kenan yang sekarang menatap Tary dengan alis menyatu.

“Iya ada anak kecil yang nangis?”

“Elea?!” ucap mereka bersamaan kemudian segera bangkit keluar dari kamar.

Mata Tary membulat ketika pintu depan yang terbuka menampakan Elea yang terduduk menangis kencang. Terlihat juga seorang ibu-ibu yang membantu Elea menenangkan sambil mengusap-usap kepala belakang Elea.

“Kamu kenapa?” ujar Tary sangat panik berlari menghampiri Elea disusul dengan Kenan.

“Elea mau nutup pintu tapi es krimnya jatuh huaa hhikss terus Elea ikut jatuh hikss hua.”

Otak Kenan langsung teringat saat ia datang ke unit membawa es krim untuk Elea tadi, bisa-bisanya Kenan melupakan menutup pintu apartemen. Sementara Tary melirik noda es krim coklat Elea yang jatuh di lantai koridor. Tary memeluk erat Elea yang masih terduduk di lantai lorong. Tary berusaha menenangkan dengan mengusap punggung Elea berulang kali lalu tersenyum tidak enak pada ibu-ibu yang membantu Elea.

“Iya iya Elea cup jangan nangis hei.”

“Jadi tadi jatuh Mbak anaknya. Kayaknya kepalanya terbentur lantai makanya ada sedikit benjolan di kepala,” tutur Ibu-ibu itu.

“Hiksss hua gendong,” pinta Elea menatap Kenan yang berdiri dengan raut cemas dibelakang Tary.

Kenan dengan sigap mengendong Elea yang masih menangis tersedu-sedu. Tangan Kenan juga terulur mengusap kepala Elea.

Lantas Tary berdiri disusul dengan ibu-ibu itu.
“Waktu saya tanya sendirian ya di dalam, terus dia nunjuk ke arah kamar sambil nangis. Untungnya Mbak sama Masnya cepat datang.”

Rasanya Tary ingin menyembuyikan wajahnya sekarang karena malu mendengar penuturan ibu-ibu itu.

“Nanti diolesin salep aja Mbak anaknya. Saya permisi dulu kalau begitu.”

Tary mengangguk seraya mengulas senyum ramah. “Iya terima kasih banyak Bu.”

***

“Aku perhatikan kamu sedikit aneh hari ini.”
Tary mengurungkan niatnya melangkah menuju meja kerjanya saat mendengar interupsi Kenan yang mungkin diluar pekerjaan.

Tary berbalik badan. “Ha?”
Kenan merasa hari ini ada yang berbeda dengan perempuan yang menyandang sebagai sekertaris sekaligus kekasihnya itu. Gerak-gerik Tary yang seakan menghindar ketika di dalam mobil sampai aksi gugupnya saat beradu tatap dengan mata milik Kenan saat ini.

“Ada apa? Bilang.” Saat ini Kenan mulai menjalankan perannya sebagai kekasih bukan lagi atasannya.

“Gak papa.”

“Kamu—” Kenan berdiri menghampiri Tary.
Tary memundurkan langkahnya bersamaan dengan Kenan yang semakin berjalan mendekat ke arahnya. Baru saja Tary ingin kembali mundur tetapi tubuhnya sudah terhuyung ke depan karena pelukan Kenan.

Mata perempuan itu memejam saat dengkuran nafas milik Kenan terasa jelas di leher jenjangnya. “Kenapa? Tar, aku kira semua akan berjalan beda dengan yang saat ini.” Tatapan Kenan menghunus bola mata Tary.

“Ada cctv.”

“Petugas pemantau cctv gak akan berani buka mulut.”

Tary mendorong dada Kenan, lalu melotot. “Kamu bayar mereka?”

“Ck astaga,” decak Kenan tak habis pikir. Memangnya apalagi selain membayar karyawan yang bertugas memantau cctv untuk menutup mulut apabila melihat semacam ini. 
“Bilang ke aku, kenapa? Karena grup chatting tadi malam itu?” Tanya Kenan.

Tary menunduk bersamaan dengan Kenan yang mengendurkan pelukan.“Iya.”

Clek.

“Ya ampun. Maaf Pak.”

***
TBC

SECRET TARY [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang