ST - 13

71.6K 6K 86
                                    

HAPPY READING !
Typo bertebaran⚠⚠⚠

BAGIAN 13


“Ibu mau minum apa? Biar saya pesankan,” Tanya Tary sesopan mungkin pada wanita paruh baya yang beberapa menit lalu meletakan tas balenciaga dan duduk tepat pada kursi di hadapan Tary.

Kedatangan wanita paruh baya ini sempat mengejutkan Kenan, Tary sekaligus Leo. Mereka bertanya-tanya sebenarnya apa yang membuat wanita paruh baya itu repot-repot menghampiri mereka ke dalam kafe.

Faraya Ratih—Ibu kandung dari seorang laki-laki yang tengah menyesap minuman yang dibawakan pelayan tadi itu. Siapa lagi kalau bukan Kenan.

“Ah nggak usah, terima kasih. Ini saya sudah beli tadi.”

Tary melirik cup gelas berisi jus sayuran lalu mengangguk mengerti, lihatlah betapa ramahnya seorang Faraya Ratih. Sepertinya benar kata Kenan, wanita paruh baya ituc memilih menjadi seorang penikmat vegetarian.

“Mamah kok bisa sampai sini?” Kenan membuka suara.

Sepulang kerja Kenan mengajak Leo untuk bersantai ria bersama Tary.  Ya, bisa dikatakan memang hanyalah alibi saja menempatkan Leo diantara dirinya dan Tary. Letak kafe ini memang tidak jauh dari area perusahaannya, jaga-jaga saja bila ada salah satu pegawainya yang mempergoki dirinya dengan Tary. Mengajak Leo adalah pilihan yang tepat bukan?

“Nggak sengaja tadi liat kalian dari luar. Saya gak ganggu kalian bertigakan?”

“Tidak sama sekali kok, Bu.” Tary menggeleng.

Fara mengangguk, “Syukur lah. Lagian sudah jam pulang kerja bukannya capek pengin cepat pulang, tapi kalian mampir dulu,” ucap Faraya persis seorang ibu yang mengomeli anaknya yang masih remaja.

Leo menyengir, “Anak tante yang ngajak kita, katanya mumpung besok sabtu.” Leo sudah mengenal sosok ibu Kenan dari beberapa tahun silam—sejak menepuh bangku sekolah menengah atas.

Kenan yang duduk tepat di samping Tary masih setia mengenggam serta sesekali memainkan jari-jari Tary di bawah meja. Keberadaan blazer kotak-kotak berwarna khaki yang sengaja disampirkan di pinggir tepi kepala kursi Tary menjadi hal yang mendukung, setidaknya tidak ada pengunjung yang melihat interaksi Kenan dan Tary.
Lama kelamaan Tary mulai bisa beradaptasi dengan hadirnya Faraya.

“Raya mungkin berhenti dari kantor minggu depan, Mah,” ucap Kenan menyahut pembicaraan Faraya yang menanyakan pasal Raya.

“Lalu setelahnya kamu akan buka lowongan pekerjaan?”

“Enggak. Dari awal kan Raya kerja di kantor ku untuk latihan dia sebelum ke singapore, Mah. Jadi ya memang gak perlu membuka lowongan kerja, karena posisi Raya sudah ada yang lain dari dulu.”

“Oh ya Mamah baru ingat, kemarin Papah Raya bilang—”

Namun, ditengah mereka berbincang suara benda jatuh dari meja terdengar membuat mereka gum menunduk mengambil ponselnya dengan tenang. Ketika hendak bangkit duduk seperti semula, matanya tak sengaja menangkap tangan putra semata wayangnya di balik meja.

Faraya terdeham kecil lalu kembali seperti semula.

“Pemisi sebentar. Mau angkat telepon dulu,” pamit Leo mendegar ponselnya berdering. Beberapa detik kemudian Leo kembali, mengucapkan maaf karena Leo berniat pulang terlebih dulu.

Setelah tak lagi nampak di dalam cafe, Faraya menatap ke dua orang di hadapannya dengan menyelidik. Bahkan, Faraya lupa melanjutkan pembicaraannya tentang Raya karena ada yang lebih penting sekarang.

“Tary tinggal dimana?” Ujar Faraya lembut sambil mengukir senyuman.

“Bagaimana Bu?” Tary tergugu mengerjapkan matanya berkali-kali sebelum tersadar, “Ehm iya—saya tinggal di apartemen—”

“Sudah berapa lama kalian pacaran?” sela wanita paruh baya itu.

Kenan dan Tary langsung menunjukan raut wajah keterkejutan. Tary menelan ludah susah payah, rasanya ingin menghilang dalam sekejap sekarang.

Lain dengan Kenan yang santai dan bersikap seolah yang diucapkan Faraya hanya lelucon, tak jauh beda dengan gosip di kantor. “Apa sih Mah. Kenan gak—”

“Jangan kira Mamah gak tahu tangan siapa yang kamu pegang sekarang Kenan!” tutur Faraya menatap putra semata wayangnya dengan sorot tajam.

Spontan tautan tangan mereka di bawah meja terlepas. Wajah Tary memerah. Dan Kenan yang semula santai kini terdiam.
Faraya menghela nafas, menatap dua orang dihadapannya bergantian. Melihat mimik wajah Tary yang menegang, Faraya mengulas senyum.
Tary menggigiti bibir bawahnya seraya menutup mata sejenak. Dadanya mendadak sesak membanyangkan apabila Faraya menentang hubungannya dengan Kenan.

“Jadi benar yang selama ini mamah dengar dari beberapa orang di kantor?”
Kalimat yang keluar dari mulut Faraya langsung mendapatkan anggukan singkat dari Kenan sebagai jawaban.

Tary menatap wanita paruh baya itu yang sepertinya sudah kembali terlihat kembali mengeluarkan ekspresi hangat. Tary sendiri bingung, sikap apa yang harus diambilnya saat ini selain berharap semuanya baik-baik saja.
“Siapa yang memulai ide pacaran diam-diam begini?” Faraya melipat kedua tangannya diatas meja, melirik dua orang dihadapannya bergantian.
Tary menjawab dengan menatap ke arah Kenan yang menunduk. Jadi bisa Faraya simpulkan putranya lah jawaban orang dari pertanyaannya tadi.

Kenan yang ditatap seperti itu merasa dirinya terpojokan, “Gak lucu Mah kalau tiba-tiba Tary aku bilang kalau Tary pacar ku padahal baru beberapa bulan dia masuk ke kantor sebagai sekretaris. Sewaktu Tary ku jadikan sekretaris pribadi saja pasti banyak yang membicarakan itu di belakang.”

Faraya memijit pelipis. Dan itu sukses menimbulkan kesalahan pahaman, Tary justru siap siaga jika nantinya Faraya melemparkan kata yang menyakiti hatinya. Atau jangan-jangan yang lebih parah wanita paruh baya itu berencana menjodohkan Kenan dengan perempuan lain?

“Bu, Tary benar-benar—”

“Panggil aja Mamah,” ujar Faraya membuat Tary terperangah. “Kenan, jelaskan!”

“Tary adik kelas aku sewaktu sekolah menengah atas.”

Tary hanya diam—bingung harus bagaimana sekarang.

“Jadi kamu suka Tary sejak dulu begitu?”

“Bukan begitu juga, tapi ada lah acara sekolah waktu itu.” Kenan menyugar rambutnya.

“Lalu?”

“Yaa tapi selepas acara sekolah itu Tary blokir akun instagram ku jadi yaah—”

Tary meringis. Tak mematahkan fakta dirinya memblokir akun instagram Kenan setelah laki-laki itu lancang mengecup bibirnya di lantai dansa. Itu bukan seberapa jika dibandingkan Kenan mendapatkan tamparan refleks dari Tary. Sayangnya, bagi Kenan mendapatkan tamparan lebih baik ketimbang Tary memutuskan akses komunikasi di media sosial saat itu.

Setelah itu, Tary lama tidak bertemu Kenan. Dan bertemu kembali pada saat melamar kerja, Tary tidak mengira dipertemukan dengan Kenan di kantor yang mana Kenan adalahg atasannya.

Dan kecangungan mereka lama-lama menimbulkan perasaan aneh yang pada akhirnya.

“Terus sampai kapan kalian akan pacaran diam-diam gini?” ujar Faraya.

Yang ditanya sama-sama memilih bungkam.

Faraya mengedikan bahu, “Ya sudah yang penting Mamah pengin punya menantu secepatnya.”

Diam-diam Tary mengulum senyum, bersamaan dengan Kenan yang kembali meraih telapak tangan Tary untuk digenggam.

“Kalian nginap dirumah Mamah ya? Besok juga libur kan,” Ucap Faraya tersenyum lembut pada Tary.

“Apa sih Mah, enggak ah. Ayo Tar aku antar pulang,”
tukas Kenan langsung menarik tangan Tary.

Tary dirundung kegelisahan. Karena merasa tidak enak menolak ajakan Faraya yang telah memberi lampu hijau pada hubungannya dengan Kenan, Tary lantas menahan Kenan, “Aku mau nginap di rumah Mamah kamu.”

“Kamu serius?”

Tary mengangguk.
Kenan berdecak malas, melirik sebal Faraya yang tersenyum senyum penuh kemenangan.

“Lagian kamu jarang pulang ke rumah Mamah kan? Sekalian juga sama Tary kali ini. Tary,” panggil Faraya.

“Iya Mah?” Tary menoleh pada Faraya yang sudah berdiri menenteng tas.

“Ayo sayang kamu ikut mobil Mamah aja.”

“Kenapa Mah?” Tary terpogoh-gopoh seraya membenarkan letak tasnya untuk menyeimbangkan langkah Faraya yang asal menariknya.

“Mah!” Teriak Kenan mengacak rambutnya, kemudian menyambar blazer milik Tary yang tertinggal untuk dibawanya sebelum berlari menyusul ke dua orang itu.

***
TBC

SECRET TARY [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang