"Aku sudah coba untuk menyelidiki mereka. Aku bahkan sudah memancing mereka. Apa lagi yang bisa memancing mereka keluar, tanpa harus bermain bersih?"
"Kita jaga dulu kail yang sudah kita lempar."
"Tapi, apakah kau yakin itu mereka? Ayolah, kita masih belum cukup bukti."
"Jangan bela mereka! Mana mungkin aku berbohong demi hal sebesar ini?!"
"Kau benar, tidak mungkin ia yakin hal ini jika ia tidak melihatnya langsung. Bagaimana pun dalam misi ini kita harus menang. Apapun uang terjadi."
●●●
"Lee Hangyul, bagaimana dengan persiapan acara kita? Kau tidak mungkin lupa kan?" ibu ikut duduk bersama Hangyul di ruang tamu rumah mewah ini.
Hangyu masih setia menunduk. Tapi, sesekali manik matanya mencari pelarian untuk menyusun kata kata sebagai jawaban yang dilontarkan ibu barusan.
"Hangyul," panggil ibu untuk menuntut jawabannya.
Hangyul pun mengangkat kepalanya menatap kening wanita itu. Karena itulah cara agar ia tidak gugup jika harus menjawab pertanyaan ibu, dibanding dengan menatap matanya langsung.
"Aku sudah persiapkan semuanya, mulai dari anak anak sampai rencana pembahasan bisnis ini kedepannya. Ibu tenang saja, aku bisa ambil persiapan ini."
Ibu memiringkan kepalanya perlahan, dan mengerutkan alisnya lamban. Ada perasaan aneh yang kurang dari jawaban sang anak.
"Kau benar benar bisa ambil semua persiapan? Apa yang terjadi jika polisi berhasil mencium keberadaan kita?" ujar Ibu.
Hangyul menggeleng mantang dan membalas, "Polisi tidak akan tahu soal acara ini. Setiap tahun aku dan Mark bukankah selalu berhasil bermain bersih dengan eksekusi yang rapi bukan?"
Ibu dengan refleks mengangguk. Tanpa sadar menyetujui pernyataan dari Hangyul. Dan memang benar, jika putranya ini bisa bermain bersih.
"Oh ya, akhir akhir ini apakah kau sibuk?" tanya ibu.
Wanita ini teringat sesuatu. Sesuatu yang berhasil menguak rasa penasaran pada dirinya. Tentang kegiatan anaknya.
"Tidak juga, seperti biasa. Aku hanya berkuliah dan mengurus bisnis, tidak lebih dari itu," jawab Hangyul yakin.
"Kemarin di dekat kampus, saat aku tidak sengaja lewat. Kau sedang berbincang dengan seorang gadis. Kalian tampak akrab hingga aku tidak ingin menyapamu."
Hangyul mengarahkn bolanya matanya ke arah kiri. Tanda jika ia sedang mengingat ingat kejadian itu.
"Benar, saat itu aku sedang bersama seorang gadis. Ia adalah teman satu kelompokku."
Flashback
"Kenapa lo nggak nganterin Nancy pulang? Trus sekarang tiba tiba lo ngajak pulang bareng?" Minhye membuka pembicaraannya dengan Hangyul di taman dekat parkiran fakuktas.
Manik mata Hangyul melirik ke kanan. Berusaha mencari alasan kenapa ia tidak mengantarkan Nancy pulang dan kini ia dengan bodohnya terlanjur mengajak Minhye pulang, sehingga menjadi tanda tanya bagi gadis itu.
"Gue tadi cuma ga mood saja, sekarang mood gue udah balik aja. Makanya gue ajakin lo pulang. Lagipula Yohan udah nganterin Nancy," jawab Hangyul sesantai mungkin agar tidak terlihat kaku. Akan gawat ia ketahuan berbohong.
"Yaudah gue mau ada urusan dulu, lo ga usah repot repot ngaterin gue. Gue bisa jaga diri," ujar Minhye lalu beranjak dari posisi duduknya menjadi berdiri dan bersiap siap pergi.
"Ga pa pa kok, kalau gue anterin. Lo mau pergi kemana?"
"EH, ADA MINHYE SAMA HANGYUL!" sorak seorang pemuda dengan suara cempreng tidak jauh dari mereka.
Salah satu dari dua orang berjalan mendekati posisi mereka. Salah satunya lah yang baru saja bersorak menyapa Minhye dan Hangyul."Eh, iya Jin, No." Minhye tersenyum tipis menanggapi sapaan dari Hyunjin dan Jeno---dua pemuda yang menghampiri mereka.
"Lagi ngapain nih disini? Sepi lagi tempatnya, lo ga takut Hye?" sambung Jeno sambil melirik Hangyul yang masih terdiam dengan ekor matanya.
"Eum.. Ini tadi abis selesai kelas bareng." Minhye terlihat kikuk menjawabnya.
"Yaudah, kalau ga ada urusan lagi mendingan pulang. Katanya sekarang lagi musim penculikan manusia trus dijual. Apalagi lo cewe, Hye. Bahaya," jelas Hyunjin dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.
Sedangkan darah Hangyul seperti tersirap berhenti mengalir. Ia mulai khawatir. Tapi, dari wajah tampan dengan rahang tegas itu tidak akan terlihat wajah khawatir sedikit pun.
Tapi, dalam hatinya ia mulai khawatir. Jika para anak buahnya tidak teliti sedikit saja dalam berkelit, maka polisi bisa saja mengendus mereka. Perencanaan pertemuan juga akan diadakan dalam waktu dekat. Hangyul harus lebih memutar otak dalam hal ini."Eh, Hye. Lo udah tebengan pulang nih?" tanya Jeno.
"Ga usah deh. Gue ada urusan," jawab Minhye dengan salah satu alisnya ternaik sedikit.
Flashback Off
"Hee, lo mau kemana lagi? Ada urusan? Kalau pulang mah gue lewatin aja," tawar Jaemin pada Heeyon.
Heeyon sontak menggeleng dan menjawab, "Gue udah janji mau ketemu sama Guanlin di kafé depan fakultasnya."
Raut wajah Jaemin berubah seketika. Dari yang awalnya cerah menjadi sedikit mendung.
"Sekarang lo seakrab itu sama Guanlin? Dia aja belum pernah seniat ini sampai ngajak ketemuan duluan ke cewe."
Heeyon menggeleng lagi .
"Itu pertanda baik, Jaem. Harusnya lo dukung gue gitu kalau lagi PDKT. Jangan ngerut mulu itu alis," balas Heeyon dengan wajah bersemi."Yaudah gue anterin sampai kafé nya."
"Ihiy, cemburu nie," goda Heeyon.
"Ga lah, buat jaga jaga aja. Mana tahu lo dijalan di culik om om mesum, kan ga ada yang bisa gue porotin lagi."
●●●
"Mark, gimana di bagian lo? Lo udah pastiin bersih kan?" Hangyul bertanya sambil merebahkan badan lelahnya di kursi sofa markas mereka.
Mark menoleh dan langsung mengangguk.
"Lo udah yakin kan?" ulang Hangyul.
"Emang kapan gue pernah ngabaikan kerjaan gue. Ya, kalau gue yang turun pasti bersih."
Hangyul pun menarik nafas panjang.
Meraih gelas kecil dari atas meja di depannya dan menuangkan Vodka ke dalam gelas itu lalu meneguknya hingga tandas.
"Guanlin mana?" tanya Hangyul.
"Dia lagi ada kelas sekarang, tapi bentar lagi juga siap. Dia lagi nebar kail juga, buat subjek baru," jawab Mark santai dan memencet remot TV mencari siaran yang dirasa bisa menaikkan mood nya setelah bekerja keras sejak malam, hingga lingkaran hitam dibawah mata pemuda itu tidak bisa dibohongi.
"Hmm... Emang mangsanya anak kampus kita? Sampai rajin banget pergi kelas, biasa juga ga pernah." Hangyul meneguk lagi minuman itu setelah bertanya.
"Iya sih, ceritanya. Kalau ga salah temennya si Jaemin."
YOU ARE READING
Ti Nychta
ActionWhen plunder becomes a way of life for a group of men in society, over the course of time they create for themselves a legal system that authorizes it and a moral code that glorifies it