"Kenapa kau menyukai dunia seni? Bukankah itu terlalu klasik?" seorang wanita mengaduk secangkir kopi menghampiri lelaki di ruang lain rumah itu.
"Klasik? Tidak juga." Lelaki membantah.
"Aku rasa iya. Orang seni sangat tidak disiplin dan rapih!"
"Kata siapa?"
"Bukan kata siapa-siapa. Nyatanya sudah ada, seperti kau ini. Rambut gondrong, gaya urakkan. Bagaimana ada yang mau denganmu kalau begini?" Gadis itu terus teguh pada
pendapatnya.
"Hah! Ada kok yang menyukaiku." Sahut pemuda itu sambil melukis sesuatu di kertasnya.
"Kau? Tidak mungkin. Emangnya siapa?"Gadis itu menaikkan alisnya. Ia tidak yakin tapi juga penasaran. Gadis mana yang mau dengan seniman yang kehidupannya tidak berseni ini.
"Nih! Kau lihat saja." pemuda itu menyedorkan hasil lukisannya.
"Ini? Inikan diriku? Kau sedari tadi melukisnya?" Gadis itu mengerucutkan bibirnya sembari menatap dirinya di lukisan yang hampir jadi. Pemuda itu bangkit dari posisinya,
"Kenapa aku menyukai seni? Seni itu berbicara rasa dan rasa berhubungan dengan hati. Aku menyukai seni karena hati. Dan seni membuatku merasa bebas. Bebas melukis sesukanya, menulis sesuka, bahkan mewujudkan hal konyol yang ada di dalam fikiranku," ujar pemuda itu sedikit serius.
"Tapi..."
"Tapi, seni tidak seindah biologi gitu? Seperti hal yang kau sukai? Tidak! Seni juga mempelajari biologi, fisika, matematika. Tapi seni menerepkannya dengan seimbang. Dengan seni kau akan tau bagaimana warna kehidupan. Dan kau akan menjadi manusia yang abadi. Setelah kau mati, masih ada karya yang melekat di ingatan mereka yang kau tinggalkan."
Pemuda itu mencoba membantah pernyataan gadis yang ia kenal beberapa waktu lalu. Gadis itu tertegun, tampaknya ia terkagum-kagum dengan hasil lukisan karya pemuda yang diangggapnya klasik karena terlalu menyukai seni.
"Dan seni akan membuat orang bahagia terpanah dan terkagum-kagum seperti kau ini. Jangan terlalu memandang, kalau sudah jatuh cinta susah urusannya. Aku sudah ada yang punya." Ledek pemuda itu.
"Ah.. siapa yang terkagum-kagum. Kau kegeeran. Aku tidak mungkin jatuh cinta pada kau seniman yang hidupnya tidak punya seni." Tambah gadisnya.
"Hidupku mungkin tidak ada seninya. Tapi dengan adanya aku setidaknya dunia dan orang kaku sepertimu bisa mengerti tentang seni. Sudah ah, aku ingin melukis banyak hal lagi," Pemuda itu meninggalkan sang gadis.
"Seni? Hidup? Rasa? Warna? Ah kau bisa saja membuatku memikirkannya!" Dumel gadis itu dan beranjak dari posisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ART (Aku Rindu Tawa)
Short StoryCerita pendek antara si cewek logika penikmat kopi dengan cowok seni gemar memggambar, memperdebatkan rambut gondrong yang tak berseni.