Love, Cheat & Steal

2.1K 164 6
                                    

Moment 1

.

.

.

Japanese territory, Korea

"Kita harus menguasai istana mereka."

Tiap pasang mata langsung menoleh terkejut. Ucapan itu layaknya pedang hendak menghunus tiap telinga yang mendengar, seolah pengumuman perang yang akan terjadi dalam waktu tiga detik setelahnya dan tanpa persentajaan apapun. Seperti pesan bunuh diri beramai-ramai.

"Namun anda tahu jika kekuatan militer Silla begitu kuat dan sangat rapi dengan pasukan khusus yang tidak tertandingi. Terlebih kita belum sekali pun menerapkan kebijakan diplomasi ataupun menjalin persahabatan dengan Silla. Rasanya sulit untuk mengangankan keberhasilannya."

Bibir hati itu mengukir senyum sinis dengan tatapan yang menghunus penuh tekad "Mereka hanya sekelompok pria berwajah indah yang senang merias diri, meski kuakui jika Silla mendidik para bunga mereka dengan sangat baik." manik musang itu menatap tiap pasang mata "Dan aku berencana untuk melakukan penyerangan dari pihak dalam. Kita sudah dikalahkan satu kali, namun tidak untuk kedua kalinya."

Tubuh tingginya bangkit dan mendekati sebuah peta yang membentang lebar dengan beberapa titik yang telah ditandai. Ditunjuknya sebuah titik dengan wilayah yang cukup luas "Di sini! Silla di kelilingi beberapa negeri, Silla terletak di tengah-tengah mereka. Jika kita ingin menguasainya, maka kita harus mengendalikan mereka dengan menawarkan hal yang paling mereka inginkan, tentunya ada sebuah jaminan besar di sana!"

"Kita berikan sebuah jalur (jalan keluar) bagi Silla. Namun tetap dalam pantauan yang sangat ketat."

.

Silla Dynasty

"Abeonim, untuk apa kita repot-repot menjamu perwakilan Negeri Wa? Mereka telah menyerang kita sepuluh purnama lalu dan masih di beri kehormatan seperti ini? Menggelikan!"

Wajah tuanya menatap sang putra jengah, pemuda cantik itu terus saja melayangkan hal sama ketika seluruh penghuni pavilionnya mempersiapkan sebuah jamuan penting.

"Kau harus belajar lebih banyak lagi setelah ini, anak muda. Bukankah kau masih memiliki kelas siang ini? Bagaimana seorang cendekiawan sepertimu masih berkeliaran di tempatku?"

Jaejoong mencebil malas "Aku baru saja hendak berangkat, lagipula hanya tinggal satu tahap lagi diriku akan menjadi pasukan khusus yang kau impikan."

Manik bulat itu kembali menatap sang ayah "Hanya saja... haruskah kita yang melakukan hal ini? Raja sudah menyetujuinya? Perjanjian? Perjanjian macam apa yang dilakukan dengan pihak musuh? Itu benar-benar tidak masuk akal!"

"Sudah waktunya Silla memiliki sekutu, Jaejoong. Kita tidak mungkin terus menerus menghunuskan pedang ketika wilayah yang dimiliki Silla begitu terbatas. Ada kalanya musuh akan menjadi teman, begitupun sebaliknya. Kau masih terlalu muda untuk memahami kejadian yang sebenarnya. Belajarlah dengan baik! Dan jadilah pemuda Hwarang yang membanggakan Silla."

Bibir merah itu mengulaskan senyum kecil "Tentu saja, abeonim. Aku akan perlihatkan betapa hebatnya diriku."

Kaki jenjangnya mulai melangkah meninggalkan pavilion diikuti dua orang pelayan. Sepasang mata tua itu terus mengiringi langkah Jaejoong hingga mengilang di balik gerbang besar yang dipenuhi tumbuhan merambat.

Sama sekali tidak berubah, perasaannya kian memberat kala Jaejoong meninggalkan pavilion. Seolah akan ada suatu hal yang terjadi pada Jaejoong, sesuatu yang besar dan akan merampas sang putra darinya.

MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang