2. Akad

857 38 0
                                    

Happy Reading, Bebs 💜✨

***

Entah mengapa, tiba-tiba saja seperti ada sebuah batu tak kasat mata dengan ukuran yang besar yang tiba-tiba menghantam sudut hatinya setelah mendengar penuturan Adit barusan.

"Pe-perjodohan gimana, maksud Om Adit?"

"Jadi begini, Nak, niat Om Adit dan Tante Rania kesini selain untuk menyambung tali silaturahmi dengan orang tua Alifa, Om Adit dan Tante Rani juga berniat untuk melamar Nak Alifa, untuk anak laki-laki Om Adit," ujar Adit yang pada akhirnya menyampaikan niat sesungguhnya ia dan Rania kembali berkunjung di rumah ini.

Lagi-lagi ulu hati Alifa seperti di hantam oleh bongkahan batu yang ukurannya lebih besar dari batu sebelumnya.

Dan penuturan Adit barusan sukses membuat mata gadis itu membulat sempurna. Bagaimana tidak, saat ini Alifa baru berusia 16 tahun, tetapi kenapa sudah ada yang mau melamarnya?

Ini sudah zaman modern, 'kan? Jadi tidak mungkin ada lagi yang namanya pernikahan di usia yang masih muda.

Dua detik setelahnya, netra Alifa beralih menatap kedua orangtuanya secara bergantian.

Gadis itu mencari celah ketidakseriusan dari penuturan Adit barusan, melalui ekspresi wajah yang akan di tampilkan oleh Zaidan dan juga Andin. Namun kenyataannya gadis iti hanya mendapati wajah keseriusan kedua orangtuanya. Wajah Zaidan dan Andin terlihat tenang, tanpa menunjukkan jika ucapan Adit barusan hanyalah sebuah lelucon belaka. Bahkan setelah gadis itu memperlihatkan wajah Adit dan juga Rania, ternyata dua orang dewasa itu juga menampilkan ekspresi yang tak jauh beda dari ekspresi wajah kedua orangtuanya.

Gadis itu hanya terdiam mendapati ekspresi wajah kedua orangtuanya. Dalam hatinya bergejolak, mengapa kedua orangtuanya itu terlihat tenang-tenang saja saat mengetahui anak perempuannya yang baru berusia 16 tahun sudah di lamar? Mengapa mereka tidak menolak lamaran ini? Bukankah ini terlalu cepat untuk gadis berusia 16 tahun? Bahkan ia pun belum menyelesaikan pendidikannya di jenjang SMA.

Tuhan! Takdir apa lagi ini?

"Om Adit mau mengkitbah Alifa untuk anak sulung Om Adit," kata Zaidan memperjelas ucapan Adit yang membuat Alifa menatapnya dengan tatapan kosong.

Sampai pada detik dua puluh, Alifa masih terdiam, rasa syok karena lamaran dadakan ini masih menguasai gadis itu.

Ia terus membatin, bukankah pernikahan dini hanya ada di zaman dahulu dan hanya sebuah cerita fiksi dari beberapa novel yang sudah di bacanya? Ini tidak mungkin ada di kehidupan nyata, 'kan? Ck. Konyol sekali jika pernikahan dini masih terjadi di zaman yang serba modern ini.

"Ifa?" ujar Andin dengan suara lembutnya sembari mengusap punggung tangan putrinya.

Alifa yang sedikit terkejut dengan sentuhan Andin di punggung tangannya membuat tubuhnya bergetar pelan, hingga membuyarkan ia dari lamunannya.

"Gimana, sayang?" tanya Andin.

"Gimana apanya, Bunda?" alih-alih menjawab, gadis itu malah balik bertanya kepada Andin.

"Gimana jawaban Ifa tentang lamaran Om Adit barusan?"

"Lamaran? Lamaran apa Nda? Orang ini Ifa lagi mimpi, 'kan? Mana ada pernikahan dini di zaman yang udah serba modern ini," kata Alifa yang di akhiri dengan menepuk-nepuk kedua pipinya, memastikan jika ini hanyalah sebuah mimpi.

"Tapi kok sakit, ya, Nda? Padahal kan cuma mimpi," tanya Alifa yang masih terus menepuk-nepuk kedua pipinya lebih keras dari sebelumnya.

Andin yang melihat Alifa terus-terusan menepuki kedua pipinya, dadanya langsung terasa nyeri, bahkan kini matanya sudah berkaca-kaca, ia sendiri pun bingung, mengapa harus putrinya yang berada di posisi ini? Mengapa harus putrinya yang harus melalui ini semua?

Imam Pilihan AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang