Semua persiapan pindah telah selesai. Tidak banyak barang bawaan dari rumah Jaemin yang dulu. Bukan. Rumah milik-yang orang lain lihat sebagai-orang tua Jaemin. Tidak perlu Jaemin jelaskan, mengingat saja sudah terasa ia diusir secara halus dari rumah. Sekali lagi, bukan. Jaemin mana punya rumah. Bisa makan dan menumpang tidur disana saja selama 17 tahun hidupnya ia sudah sangat bersyukur.
"Udah kaya anak kuliahan aja akutuh." Jaemin menepuk pahanya setelah bangkit dari berjongkok menata barang-barangnya. Sebagai sebagian siswa, hidup disebuah kos-kosan mungkin sudah biasa. Tapi, ini baru pertama bagi Jaemin. Tanpa ia sadari, matanya memancarkan raut sedih. Namun, untuk apa ia bersedih? Karena ternyata rumah besar yang dulu ditempatinya menjadi sebuah kotak kecil berukuran 10x10 m dengan kamar mandi dalam? Atau ia harus memikirkan bagaimana mengisi perutnya? Jangan bertanya, Jaemin juga tidak tahu.
Jaemin pun tiduran diranjang kecilnya dan menonton tv. Saat tangan Jaemin tanpa sengaja menekan tombol remote tv mengganti saluran yang menampilkan salah satu stasiun tv dengan siaran berita terkini. Disana Jaemin mendengar dengan seksama kemudian tertawa.
"Wah, kehidupan baruku udah kaya dinovel aja, ada cerita tentang vampirnya. Zaman modern kaya giniloh, percaya kalo vampir ada? Ck, berita udah gak bisa dipercaya kebenarannya." Jaemin mematikan tv dan melempar remote keatas kasur dengan asal. Jaemin memegang perutnya yang tiba-tiba berbunyi. "Laper-, tapi belum beli bahan makanan. Ke Bank darah aja, deh. Donor. Kan dapat makan gratis. Hehe."
Jaemin pun segera bergegas untuk pergi ke bank darah. Yah, Jaemin sudah terbiasa untuk menumpang makan disana jika lapar karena baginya disana ataupun disini sama saja. Ia hanya menumpang makan.
Setelah selesai mendonor, Jaemin keluar dari bank darah dan tanpa sengaja menoleh kearah orang asing yang berdiri tepat disamping pintu masuk. Dalam hati Jaemin merasa aneh, tapi ia baru dilingkungan ini, ia juga tidak bisa tiba-tiba menyapa dan bertanya kepada orang asing yang mencurigakan. Jaemin pun melanjutkan perjalanan sambil memakan roti yang diberikan oleh pihak bank darah.
Jaemin ingat betul ia tadi lewat sebuah gang yang lumayan gelap, tapi kenapa bisa ia sekarang sedang digigit vampir? Beneran? Ia digigit vampir? Leher Jaemin rasanya terbakar. Semua tenaganya seperti ikut meninggalkan tubuh bersama darahnya. Ia lemah. Jaemin terengah, ia setengah sadar dapat mendengar makhluk itu meminta maaf. Lalu semua kembali gelap.
"Akh!" Jaemin berteriak kaget dan mendapati dirinya dikasur. Alarm handphone-nya berteriak nyaring. Ia memastikan alarm itu kemudian meraba leher yang terasa panas. Ada luka. Segera ia berdiri untuk bercermin. "Jadi, itu bukan mimpi?"
Jaemin dalam keterkejutannya dikagetkan oleh suara alarm yang kembali menyala. Mengesampingkan kejadian tadi malam, Jaemin bergegas membuat makanan untuk bekal dan sarapan pagi, kemudian berangkat sekolah. Ia harus menggunakan kerah tinggi untuk menutupi luka gigitan yang cukup menganggu.
"Ayo, aku antar ke kelasmu." Wali kelas Jaemin memberi arahan untuk mengikutinya. "Oh, ya, kamu tidak boleh pakai kaos dengan kerah tinggi hingga terlihat selain seragam di sekolah. Besok jangan ulangi lagi, atau aku harus bicara sama orang tuamu."
Jaemin kaget. Ia tidak mau berurusan dengan mereka lagi. Ia sudah bahagia dan akan bahagia dengan hidupnya sekarang. Jaemin hanya meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.
Saat berjalan dikoridor, Jaemin melihat sekilas seseorang yang mirip dengan vampir yang menggigitnya tadi malam. Ia sedang duduk dibarisan meja paling belakang, manatap kearah luar. Jaemin melihat plat kelas yang tertempel 3-5. Kelas 3, jadi dia kakak kelas Jaemin? Yang benar saja?
Saat Jaemin hendak melihat orang itu lagi, tanpa sengaja mata mereka bertemu. Deg! Jaemin membeku. Mata itu terlihat lesu dan lemah. Ia menatap Jaemin tanpa putus. Hingga suara guru Jaemin memaksa Jaemin untuk pergi darisana menuju kelasnya yang ada diseberang kelas orang itu. Mata itu tidak pernah berhenti mengikuti Jaemin hingga ia duduk tepat diseberang. Meja paling belakang dekat jendela koridor.
Hal itu membuat Jaemin tidak nyaman. Selama jam pelajaran, ia terus menerus memandang Jaemin tanpa peduli dengan pelajaran dikelasnya sendiri. Saat istirahat, Jaemin memberanikan diri bertanya kepada teman disebelahnya.
"Hei?! Kamu tahu Sunbae itu?" Sanha teman sebangku Jaemin menoleh dan melihat arah yang ditunjuk Jaemin.
"Oh, Mark Lee sunbae? Iya tahu, dia itu pendiam. Tapi dia selalu keliatan tidak sehat, aku gak tahu dia sakit apa, tapi kudengar ia bahkan menyerah untuk masuk universitas. Ia selalu menjadi pasien langganan UKS." Jaemin mengangguk mendengar penjelasan Sanha dan berterima kasih. Jaemin kembali menatap kakak kelas itu yang bernama Mark. Saat itu Mark sedang meminum jus tomat yang Jaemin tahu itu adalah darah. Mengetahuinya Jaemin merinding dan segera mengalihkan atensinya.
Bruk!
"Kenapa? Oh, Mark Sunbae? Biarin aja, nanti dia juga bangun sendiri."
Jaemin melihat Mark pingsan dikoridor. Semua orang berlalu lalang tanpa ada yang mau mengantarnya ke UKS. Jaemin tahu dia itu bukan manusia, tapi Jaemin tidak tega. Meskipun makan siangnya belum habis, ia tinggalkan untuk memapah Mark yang sedikit lebih besar ke UKS.
Setibanya disana tidak perawat yang biasanya menunggu. Jaeminpun menidurkan Mark diranjang.
"Astaga berat banget! Padahal badan kita juga gak beda jauh banget!" Jaemin berkata sambil terengah. Capek juga membopong Mark ini.
"Beri aku darahmu." Mark yang tiba-tiba membuka mata menarik kerah Jaemin. Jaemin yang kaget karena wajah mereka yang tiba-tiba berdekatan memerah.
"Oh? Bukannya pintu UKS tadi tertutup ya?" Seseorang masuk ke UKS. "Kalo keluar jangan lupa isi absensi kehadiran ya?"
Jaemin dan Mark kaget karena orang itu tiba-tiba masuk ke bangsal mereka. Jaemin segera menepis tangan Mark dan berdiri dengan salah tingkah. Mark berdecih tidak suka.
"Oh, maaf sudah mengganggu." Orang itu berkata santai dan tersenyum teduh.
"Hmmm, itu tidak seperti yang kau fikirkan, pak. Kalo begitu saya permisi dulu. Jaemin berlari, pergi dari UKS. Sedangkan Mark yang ditinggal, berbalik membelakangi petugas UKS itu.
"Kamu marah sama, Ayah, karena sudah mengganggumu?" Tanya orang itu. Dia membuka lengannya untuk Mark bisa makan.
"Tidak. Saya tidak marah dengan anda, tuan Lee." Orang yang disebut tersenyum melihat Mark yang merajuk. Namun, Mark tetap makan siang dengan darah ayahnya, Taeyong Lee dengan wajah sedikit masam. Taeyong tersenyum maklum meskipun ia juga khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAISING A BAT
Fanfiction"Aku tahu aku tak berhak hidup karena aku seorang monster, namun berkat hadirmu, aku bisa hidup dan bahagia." -Mark Lee "Kupikir penyakit ini ada untukku hidup. Tuhan selalu menciptakan sesuatu dengan tujuan, dan aku sadar bahwa kita terciptakan un...