"Akh! Gimana ini, guru UKS pasti berpikiran yang tidak-tidak. Kehidupan SMA-ku. Huhuhu." Jaemin menggerutu diatas tempat duduknya. Sanha yang merasa aneh dengan Jaemin berinisiatif untuk bertanya. "Gak papa, kok. Eh, tapi, San. Itu kakak kelas kita, Mark Lee, dia anak spesial kah?"
"Hah? Mark Sunbae? Kalo kamu ngomong soal sakitnya dia spesial, ya iyalah, gak ada orang lain yang sakit-sakitan disekolah ini selain dia." Sanha mengunyah permen karetnya lamat-lamat.
"Euhm, dia pernah gigit orang gak gitu?" Sanha menggeleng skeptis. Ia akhirnya bertanya apakah Jaemin ini digigit, karena, yah, Sanha tidak tahu tentang informasi itu sejauh ini. "Gak, aku gak digigit, kok."
"Kenapa, kok, Jaemin tanya-tanya tentang Mark Sunbae?" Sanha bertanya lagi setelah mengangguk menanggapi jawaban Jaemin. Jaemin berdalih bahwa ia hanya kepo setelah membantu Mark ke UKS tadi. Sanha tidak lagi bertanya dan memilih untuk bercerita dengan temannya yang lain.
'apa aku akan jadi vampir juga ya?' batin Jaemin ketakutan. Ia tidak mau jadi vampir. Hidupnya yang tidak pernah beruntung ini, ia harus ikut menjalani kutukan, begitu? Mana mau dia.
Akhirnya Jaemin pun memilih untuk izin pulang lebih awal. Dengan berat hati, wali kelasnya memberi Jaemin izin untuk kali ini saja. Sesampainya di kamar, Jaemin segera mencari informasi tentang vampir melalui handphone. Disana Jaemin menemukan bahwa vampir benci dengan salib dan bawang putih. Kontan, Jaemin bangun dari kasurnya, bergegas memeriksa lemari es-nya.
"Kayanya aku perlu belanja akhir pekan nanti." Jaemin mengambil bawang putih yang ada dan gantungan salib yang dipunyainya. Apa iya ini bisa membuat vampir takut?
(つ≧▽≦)つ⊂(・ω・*⊂)
Jaemin berangkat dengan mengantongi bawang putih dan gantungan salib. Berharap ia tidak dihadang Mark ditengah jalan menuju kelasnya. Dan benar saja, Mark sudah menanti Jaemin didepan gerbang. Berdiri dengan menunduk dan langsung gembira saat melihat Jaemin datang.
Tapi, saat Jaemin sampai didekatnya, Mark mendadak bergetar. Ia seperti menahan takut atau menahan ketidaksukaan akan suatu hal yang membuatnya hingga bergetar. Jaemin dapat melihat itu. Apa yang dikatakan di internet ternyata benar.
Jaemin masuk kelas diikuti Mark dibelakangnya. Mark masih saya mengikuti Jaemin meskipun ia sudah bergetar hebat sejak di gerbang. Entah, apa yang membuat Mark begitu keukeuh mengikuti Jaemin.
Saat tiba di kelas dan Mark masuk ke kelasnya sendiri, Jaemin segera memasang gantungan salib didepan jendela di kelasnya. Lebih tepatnya disampingnya. Ia tidak mau ditatap Mark dengan tatapan lapar seperti itu. Itu, membuatnya merinding.
Sedangkan Mark yang berada disisi lain kelas Jaemin menatap Jaemin dengan badan yang masih saja bergetar. Ia takut, tapi ia ingin melihat Jaemin. Siapa tahu Jaemin berubah pikiran atau lengah dan ia bisa minta darahnya lagi. Jadi, meskipun ia takut, ia tetap saja memaksa melihat Jaemin.
"Apa dia sengaja, biar aku kasihan? Kenapa lihat kesini terus, sih?" Jaemin berkata pelan ditengah pelajaran. Karena sejak pelajaran pertama, Mark masih saja menatapnya dengan tubuh bergetar. Tak tahan lagi, Jaemin berjalan keluar saat bel istirahat berdering dan guru kelasnya sudah keluar. Menghampiri Mark dan membawanya kebelakang sekolah.
"Kenapa Sunbae terus melihatku?" Jaemin langsung saja. Ia tidak bisa basa-basi jika sedang kesal.
"Ka-kalau kau mau memberiku sedikit saja-" Mark berhenti. Ia rasa tidak patut ia berkata darah saat di sekolah. Meskipun ia benar-benar lapar saat ini. Jaemin melunak. Entah mengapa ia dapat merasakan dirinya sendiri saat ia melihat Mark memohon untuk makan. Jaemin mengambil bawang putih dan gantungan salib yang dikantonginya sebelum keluar kelas dan menyingkirkannya.
"Sunbae bisa makan, tapi jangan dileher. Gigit lengan saja." Jaemin menggulung lengan seragamnya setelah melepas jas almamater. Mark seketika berlutut untuk makan. Tangan Jaemin tanpa sadar ingin membelai kepala Mark yang terlihat seperti peliharaan bagi Jaemin. Tapi, ia langsung sadar dan berhenti untuk berpikir demikian.
"Kamu gakpapa? Kemarin aku kan habis gigit kamu juga?" Mark berdiri setelah puas makan. Ia khawatir jika Jaemin akan pingsan jika ia terus makan.
"Sunbae gak usah khawatir. Kalau masalah darah, aku punya banyak." Jaemin mengancingkan lengan seragamnya. Mark menatap kebingungan. Jaemin manusia, kan? Maksudnya apa dengan Jaemin punya banyak darah? Kurus kecil begitu, mana bisa ia memiliki banyak darah?
"Sunbae tahu, aku punya penyakit. Penyakit itu membuatku memproduksi darah dengan cepat setelah kehilangannya saat itu, juga." Jaemin mengusap tengkuknya tidak nyaman. "Menyebut aku punya banyak darah terasa negatif, yah, intinya begitu, jadi aku tidak pernah anemia ataupun pingsan. Kecuali kemarin malam. Seberapa banyak Sunbae minum sampai aku pingsan? Mau bunuh, aku ya?"
"Huh?" Mark nampak berproses. Ia butuh darah, Jaemin punya banyak darah. Jadi, Jaemin bisa memberinya darah karena ia butuh makan. "Kamu orang yang baik! Ayo, berteman."
Jaemin kaget. Mark ini benar Sunbae-nya bukan sih? Harusnya ia setahun lebih tua daripada Jaemin, bukan? Kenapa berteman saja harus meminta izin. Dikira anak SD apa?
"Apasih, Sunbae." Jaemin sudah melangkah menjauh namun urung. Ia kembali berbalik dan bertanya "Ah! Kok, aku gak papa, ya, Sunbae? Padahalkan kemarin sudah disedot habis darahnya. Aku tidak jadi vampir?"
Mark tersenyum sendu. Ia menggeleng kecil. Jaemin yang penasaran bertanya kenapa. "Karena aku bukan vampir sepenuhnya."
Perkataan Mark membuat Jaemin bingung, namun ia abaikan. Ia tidak ingin mengetahui urusan pribadi orang lain, karena Jaemin juga tidak ingin memberitahu orang lain urusan pribadinya. Ia tidak ingin dikasihani. Jaemin segera berlalu karena bel masuk sudah berdering sejak tadi, meninggalkan Mark yang menatap Jaemin nanar.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAISING A BAT
Fanfiction"Aku tahu aku tak berhak hidup karena aku seorang monster, namun berkat hadirmu, aku bisa hidup dan bahagia." -Mark Lee "Kupikir penyakit ini ada untukku hidup. Tuhan selalu menciptakan sesuatu dengan tujuan, dan aku sadar bahwa kita terciptakan un...