Pandangan Pertama

7.8K 527 111
                                    


Siang yang cukup terik. Cocok untuk ngaso sambil minum soda dengan es batu yang menggunung. Ditambah kipas-kipas dengan mini fan unyu bergambar Pikachu.

Nikmat.

Sayangnya itu hanya bayangan.

Nyatanya posisi mereka ada di meja pojok, teras, menghadap jalan. Tersambar sinar matahari yang mengejek tanpa ampun. Toh mereka tetap memilih tempat ini karena yang paling cepat pelayanannya, rasanya mantap, ditambah harga oke. Meskipun tempat makan ini tergolong sumpek, gelap, riweuh, tapi tetap eksotis. Kantin Gelap Nyawang.

"Cuy, ayam cola urang geus beres encan, itu tagih akangnya ke situ gih!" ujar pemuda bermata sipit dan berkulit seputih salju.

(Cuy, ayam cola gue udah beres belum,)

"Nya maneh weh lah, punya kaki, pan?" Si muka tembok menjawab cuek.

(Lo aja, punya kaki, 'kan?)

"Oh, deuk mayar sorangan caritana?" ancam si sipit.

(Oh, mau bayar sendiri nih, ceritanya?)

Iya, memang ceritanya makan siang hari itu ditraktir oleh si sipit. Dan dia sedang menilik ulang power point bahan presentasi mereka untuk siang itu di notebook.

"Ah elah ... dah, iye bawel."

Sebenarnya dia juga memesan ayam cola, seharusnya tidak perlu terlalu berat hati untuk menanyakan satu menu yang sama. Perhitungan sekali pada teman sendiri. Masalahnya prospek menembus hiruk pikuk dan riweuhnya kantin yang sedang dalam puncak kesibukan bukanlah hal menyenangkan. Namun daripada mereka tidak kunjung makan, sedangkan jam istirahat mereka juga terbatas.

"Fuyunghai urang mah geus beres titadi ... hohoho!" timpal kawan yang berhidung luar biasa mancung, dengan gigi kelinci. Terkadang ada ilusi bahwa hidungnya balapan dengan giginya.

(Fuyunghai gue sih udah beres dari tadi ...)

Dia sedang asyik mengunyah fuyunghai adul-adulan di piringnya. Memang terlihat acak-acakan, bentuknya lebih cocok dibilang nasi gila daripada fuyunghai. Apa akangnya lupa googling bentuk fuyunghai itu macam apa?

Ya sudahlah, toh rasanya enak.

Lelaki bermuka tembok pun beranjak ke kios yang berjualan ayam cola. Ya jangan heran, ayamnya memang dimasak bersama cola. Rasanya enak kok. Coba saja kapan-kapan.

"Kang, ayam cola dua, udah beres belum?"

"Oohhh punya si Aa' nyak?? Kela nya sakedap deui, kola na seep Aa' keur meuli heula di alpa!"

(Ooh, punya Aa' ya? Sabar ya, sebentar lagi, kola nya habis, lagi beli dulu di alpa!)

Cola-nya habis sobat. Ayamnya sendirian tanpa cola. Mau beli dulu cola nya di minimarket katanya. Ribet banget si akang ini. Padahal warung-warung sebelah juga jual cola, fanta, dan saudara setanah airnya. Kenapa harus ke Alfa??

Dia ingin menjeritkan isi hatinya pada si akang ayam, tapi khawatir jadi drama kumbara nanti. Lelaki kurus tinggi langsing itu pun hanya bisa menghela napas pelan.

"Atuh lila Kang? Gentian weh lah, ayam asam manis, aya teu?" Dia pun menawar menu yang lain. Kalau tak ada juga, apalagi alasannya? Sausnya habis? Mau beli di mana lagi? Pasar baru?

(Wah, lama dong Kang? ganti saja deh, ayam asam manis, ada?)

Sejujurnya dia ingin mengeluarkan Kamehameha.

"Genti wae kitu? Da kola na sakedap deui Aa! Tapi mun deuk gentian teu nanaon sih, jadi asem manis dua nyak?" Si akang ayam tersenyum tak enak karena sudah membuat pelanggannya mengganti menu.

(Ganti aja? Kola nya sebentar lagi kok Aa! Tapi kalau pengin diganti ya gak papa sih, jadi asem manis aja dua ya?)

"Teu nanaon Kang, sok abdi tungguan di dieu, teu kudu dianterkeun ...." Dia memutuskan untuk diam di bibir pintu, agar ketika pesanan selesai, ia bisa langsung bawa ke mejanya. Tak perlu diantar oleh si akang.

(Gak papa Kang, saya tunggu di sini ya, gak perlu dianterin ....)

Sebenarnya itu trik supaya si akang lebih cepat menyiapkan pesanannya, kalau diawasi pasti lebih cepat lagi. Di mana-mana kalau diawasi, pasti lebih cepat bukan? Coba cek para PNS, kalau disidak pasti jadi rajin.

"Okeh bos siap!!" Si akang langsung meneriakkan pesanan ke koki di dapur yang sempit menghimpit itu.

Lelaki itu pun dengan kalem bergeser sedikit ke arah jalan keluar, agar tidak menghalangi pintu seutuhnya.

Dosa menghalangi jalan orang tuh. Pamali.

Baru juga ia berniat baik dan mulia, tiba-tiba tubuhnya sudah terdorong ke depan, dan ia merasakan punggungnya basah.

Ia telah diserang, dari belakang.

Kemejanya yang berwarna biru langit itu pasti sudah berubah warna sekarang.

Sedetik kemudian, setelah mengumpulkan nyawa, lelaki itu pun membalik badan. Mendapati seseorang sedang membelalakan matanya, mulutnya pun menganga. Rambut panjangnya menempel tak beraturan di pipi dan lehernya.

"Maaa ... maaap Om! Maapp saya gak sengaja, Om!" cicitnya terbata-bata.

Om?? Dia bilang apa? Om??

Tadinya ia ingin santai saja sama si slebor yang menabraknya dari belakang ini. Namun mendengar dirinya dipanggil om, membuat darah lumayan mendidih.

Sok imut banget ini perempuan?!

"Tanggung jawab!" desisnya.


***



A/N : 

Sorry for disturbing you guys, buku ini mau direvisi soalnya.

supaya eyd, puebi, dan tata bahasanya lebih baik.

jadi, maaf banget kalo nanti akan di unpublish dulu ya beberapa chapter awalnya. Maaf juga kalau ada yang lagi baca, partnya bisa jadi acak-acakan. 

Saya pengennya kalian bisa baca versi lebih baiknya. Wish me luck!


Kuis : siapa aja kira-kira menurut kalian tiga sejoli diatas?



Terima kasih sekali

xoxo - rt14

R.V - 12072020

Close to You [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang