Abraham dan Aina telah sampai di SMA Wijaya Bangsa untuk memenuhi panggilan Kepala Sekolahnya. Mereka diminta datang karena ada masalah serius dengan putranya hari ini.
Ternyata putranya sudah ada di ruangan itu dengan wajah memar dengan seragam yang acak-acakan.
"Selamat datang Pak Abraham, Ibu Aina, silakan duduk," ucap Pak Satria selaku Kepala Sekolah.
Abraham dan Aina hanya tersenyum dan mengangguk seraya duduk di kursi yang telah disediakan.
"Baik Pak Abraham, langsung ke intinya saja. Kita sudah menyepakati perjanjian sebelumnya memberi toleransi untuk Langga, sekolah memberikan kesempatan satu bulan untuk Langga bisa bersikap sebagaimana siswa umumnya. Tetapi hari ini, Langga melanggar perjanjiannya yang sudah ditandatangani di atas materai, Langga kembali berkelahi dengan teman sekelasnya, dan sekarang temannya dilarikan ke rumah sakit. Maka dengan segala hormat, saya keluarkan putra Anda dari sekolah ini," tutur Pak Satria seraya memberikan Surat Pemberhentian Siswa.
Aina tertegun, matanya mulai berkaca-kaca.
Abraham merasa tertampar. Putranya kembali berulah.
"Dua kali Langga! Dua kali kamu permaluin orang tua kamu sendiri!" bentak Abraham dengan melemparkan suratnya ke arah Langga.
"Sudah, Mas." Aina mulai menenangkan suaminya, membawa Abraham keluar dari ruangan itu dan kembali pulang.
Sementara Langga hanya menunduk. Dia kembali mengecewakan orang tuanya.
***
Satu minggu kemudian.
Hening.
Tak ada yang ingin memulai percakapan pagi di meja makan itu, hanya suara dentingan sendok dan piring beradu.
Langga Pradipta, laki-laki berperawakan tinggi yang duduk di samping Aina Talita, bundanya Langga. Juga tak lupa di samping ayahnya ada Jinan Almaira, adik Langga.
Dia baru saja dikeluarkan dari sekolah karena berkelahi dengan murid lain di kelasnya. Ini sudah kali kedua Langga dikeluarkan dari sekolah sebelumnya karena ulah yang sama.
"Langga," panggil Abraham, ayah Langga.
Langga menoleh ke sumber suara.
"Ini sekolah terakhir, kamu harus lulus di sekolah ini. Ayah gak mau kamu di DO lagi. Paham?" tutur Abraham.
"Iya," ucap Langga singkat.
***
Dengan earphone yang bertengger manis di telinganya, baju rapi dengan sepatu hitam. Langga berjalan dengan tubuhnya yang tegap dan tatapan yang dingin membuat pesona si murid baru SMA Cendrawasih itu bertambah.
"Lah, Langga ngapain di sini?"
"Gila, manis banget si Langga."
"Dadanya bidang banget, enak kayaknya kalo nyenderin kepala gue di situ."
"Ga, minta id linenya dong."
"Tumben bajunya rapi."
Sebenarnya Langga sedang tidak mendengarkan lagu apapun di earphonenya, dia hanya memakaikan di telinganya saja. Lucu saat dirinya diteriaki dengan celotehan aneh oleh siswi-siswi dipinggirnya. Dia hanya bisa menahan senyum, bukan merasa terpandang karena telah dipuji.
Hampir semua siswa di sini sudah tahu Langga siapa karena Langga sebelum pindah ke SMA Cendrawasih, sewaktu masih bersekolah di sekolah yang lama jika sedang bosan di sekolahnya, Langga suka mengunjungi teman-temannya di sini. Tidak heran jika siswa di sini tidak asing melihat Langga di sini.
Tapi dengan jam pagi yang harusnya Langga ada di sekolahnya yang lama, tentunya Langga memakai baju dengan rapi juga dipertanyakan. Lho, biasanya gimana? Jangan tanya, ya kebalikan dari rapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Day
Teen FictionBiar kuberi tahu kamu satu hal. Ralat. Bukan satu hal, mungkin beberapa hal, mungkin juga banyak hal. Haha. Dengarkan saja dulu, ya. Sesaat setelah aku menyadari bahwa aku menjatuhkan hati padamu, aku telah mempersiapkan segalanya. Cinta? Tentu s...